Aku malu menatap wajahku sendiri, Di situ ada kepalsuan....
Demikian bait pertama puisi berjudul Aku Malu karya Taufiq Effendi, Menteri Negara Perberdayaan Aparatur Negara. Puisi itu dibacakan dalam Malam Refleksi Kemerdekaan di Studio RRI Jakarta Jumat (15/8) malam. Selain Taufiq Effendi, Meutia Hatta, dan M Nuh adalah menteri lain yang juga membacakan puisi.
Sejumlah penyandang cacat tunanetra yang tergabung dalam Komunitas Peduli Tunadaksa tampil pada "Pergelaran Kilas Khidmat Proklamasi" di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu (16/8).Konser ini sebagai wujud kecintaan generasi penerus terhadap bangsa dan negara serta didukung oleh sejumlah pemusik dan penari penyandang cacat dari berbagai jenis ketunaan, yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa. (Abimanyu)
Bagi Taufiq puisi karyanya yang berjudul Aku Malu itu adalah sebuah refleksi. Puisi itu mengandaikan seseorang yang tidak mampu melihat kesenjangan di sekitarnya. Ketika ia duduk enak- enakan ternyata masih banyak orang lain yang menderita.
"Budaya malu memang kembali hilang dari orang Indonesia. Malu ketika melihat saudara-saudaranya masih tidak sejahtera," ujar moderator yang juga Direk- tur Utama Lembaga Penyiaran Publik RRI, Parni Hadi.
Berbeda dengan Taufiq, Menteri Komunikasi dan Informatika, M Nuh membacakan puisi karya Ahmadun Yosi Herfanda yang berjudul Indonesia, Aku Masih tetap Mencintaimu.
"Kata orang puisi yang bagus itu ada dua kriteria. Cara bacanya dan materinya. Bagi saya, cara baca nggak penting-yang penting adalah materinya," ujar M Nuh sebelum memulai membaca puisi.
Namun, di sela-sela puisi yang dibacakan Yunus selalu menambahkan dengan pesan-pesannya sendiri. Seperti ketika bagian akhir bait pertama yang menyebut tangis dua ratus juta rakyat, yang ikut tergencet beban utang negara, ia menambahkan "Alhamdullillah sekarang kita dengan IMF sudah lunas," sebutnya.
Semangat Nasionalisme
Tentu saja tambahan-tambahan Nuh ini menambah semarak para hadirin yang datang malam itu. Namun selain puisi itu, Nuh juga coba membuka semangat nasionalisme rakyat Indonesia seiring usia kemerdekaan yang ke-63 ini.
"Sebenarnya kaya apa sih nasionalisme itu. Saya coba merunut-runut, ternyata ujung-ujungnya adalah di cinta. Sebenarnya kalau tidak cinta maka sulit seseorang dibilang warga negara Indonesia, tapi kalau sudah cinta Indonesia, apa pun pasti akan dilakukan. Seperti halnya seseorang yang jatuh cinta pada pasangannya," ujar Nuh.
Nuansa nasionalisme juga diungkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, lewat puisi Resonansi Indonesia karya Ahmadun Yosi Herfanda. Lewat karya itu Meutia ingin mengingatkan kembali bahwa Indonesia terbentuk oleh budaya dan masyarakat yang majemuk dan berbeda-beda sehingga sudah saatnya tidak lagi menilai asal-muasal seseorang.
Selain para menteri, sebenarnya ada beberapa seniman dan pejabat lain yang juga menyumbangkan suara untuk membangkitkan rasa nasionalisme lewat ajang refleksi itu. Di antaranya adalah Juru Bicara Presiden, Andi Mallarangeng, dan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Eko Tjiptahadi.
Sementara itu dari kalangan seniman hadir Ketua Lembaga Sensor Film, Titie Said, dan Ahmadun Yosi Herfanda. Titie membawakan sebuah puitisasi cerpen yang isinya membangkitkan semangat. [K-11]
Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 19 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment