JAKARTA, KOMPAS - Cerita rakyat sudah mentradisi di hampir setiap negara, tetapi perkembangannya berbeda di setiap negara. Di Laos, cerita rakyat merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat sejak ratusan tahun lalu. Namun sekarang, tradisi ini berkompetisi dengan media massa, pengaruh budaya asing, dan bahkan tergusur sistem pendidikan modern.
Demikian diungkapkan Direktur Perpustakaan Nasional Laos, Kongdeuane Nettavong, pada Seminar Cerita Rakyat Asean, Senin (4/8) di Bentara Budaya Jakarta. ”Di Laos, 17 tahun terakhir cerita rakyat tradisional dipakai dalam mempromosikan membaca. Cerita rakyat sangat membantu untuk membuat anak-anak akrab dengan cerita-cerita yang disampaikan secara oral sebelum mereka bisa membacanya sendiri di buku,” ujarnya.
Direktur Departemen Sastra, Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia Izzah Abdul Aziz mengatakan, Malaysia dewasa ini gencar menerbitkan buku untuk pembaca anak-anak, tetapi bersamaan dengan itu, kalangan pembaca muda menganggap bahwa cerita rakyat adalah dongeng dengan nilai-nilai yang klise serta khayalan semata-mata.
Terlepas dari persoalan itu, cerita rakyat masih mendapat pasaran luas karena dibarengi gambar atau ilustrasi yang menarik. Apalagi sebagai bahan kajian, cerita rakyat Malaysia menerapkan beberapa teori, seperti teori sastra, psikologi, dan teori sejarah, yang memberikan beberapa perspektif makna yang tersirat dalam teksnya.
Lain lagi di Thailand. Menurut Wajuppa Tossa, yang sering tampil sebagai pendongeng di berbagai festival di Amerika Serikat, Australia, Laos, Malaysia, dan Singapura, mendongeng di Thailand digalakkan untuk memelihara bahasa dan budaya.
Spesialis Sastra Anak dan Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak Murti Bunanta mengakui, untuk mendinamiskan, meneruskan, dan menghidupkan cerita rakyat dalam budaya dan kehidupan kita, banyak tantangan yang harus dihadapi. (NAL)
Sumber: Kompas, Selasa, 5 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment