HABIBIE hadir sebagai tokoh sentral. A Makmur Makka menuliskan biografinya dari dekat.
Etos keagamaan yang kuat, kata Yudi Latif, semestinya bisa mendorong bangsa ke arah produktivitas dan genius. Itulah yang kemudian ingin dibuktikan oleh BJ Habibie. Menurut direktur eksekutif Reform Institute itu, Habibie adalah sosok yang memiliki prasyarat rohaniah untuk berjalan ke arah pencapaian produktivitas dan kegeniusan. ''Habibie memiliki kekuatan akal dan kerja sejak kecil. Ia biasa mengaji, menyelam di air, dan lain-lain. Itu yang mendorongnya memiliki semangat kerja,'' kata Yudi, saat peluncuran buku The True Life of Habibie: Cerita di Balik Kesuksesan di Jakarta, Sabtu (2/8).
Sejak awal kehadirannya, Habibie telah mengundang kontroversi, bahkan hingga ketika ia menjadi presiden. Idenya soal pemanfaatan hi-tech dan teknologi tepat guna disalahpahami banyak orang. ''Besar anggaran hi-tech Habibie jauh dari anggaran untuk proyek-proyek bawah tangan militer,'' ujar Yudi. Bagi Habibie, jika ada teknologi yang bisa membuat bambu jadi awet dan tahan serangan rengat, itu adalah hi-tech. Dan, kemudian bambu itu dijadikan bahan untuk jembatan di desa-desa, misalnya, itu adalah teknologi tepat guna. ''Kehadiran Habibie membuat ilmu menjadi kesadaran publik,'' puji Yudi.
Habibie memang bak magnet. Kecerdasannya mengundang banyak orang untuk menilik ilmu. Banyak yang ingin mengikuti jejak Habibie. Pandangan visioner Habibie mendorong banyak anak muda mempelajari ilmu yang dibutuhkan bagi negeri ini. ''Habibie membagi-bagikan visinya agar diikuti anak-anak muda. Habibie kemudian mengirimkan lulusan-lulusan SMA untuk belajar di luar negeri. Inilah rekayasa masa depan bangsa lewat anak-anak muda,'' tutur Anis Baswedan, rektor Universitas Paramadina.
Habibie mempunyai alasan. Di kala negeri ini masih begitu muda usianya, tiba-tiba Habibie yang baru lulus SMA memutuskan belajar aeronotika, tentu bukannya tanpa alasan yang kuat. Habibie paham betul perlunya bangsa Indonesia mampu membuat pesawat sendiri sebagai alat transportasi antarpulau di Indonesia.
Hingga kemudian, Indonesia memiliki industri dirgantara. Itu pun, melalui perjuangan yang berat. Habibie harus mengetuk banyak pintu industri dirgantara di dunia. Tak ada yang meliriknya, hingga ia berada di depan pintu CASA, dan Habibie diterima. Jadilah industri dirgantara Indonesia bekerja sama dengan CASA. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang didirikan Habibie akan ia jadikan sebagai 'Everett dari Timur'. Everett adalah tempat Boeing berproduksi di Amerika Serikat.
Perjalanan Habibie membuat sosoknya menjadi sentral, termasuk ketika ICMI berdiri, dan kemudian arus deras menyeretnya ke puncak kekuasaan. ''Habibie adalah sosok yang bisa melihat peluang, bisa mengumpulkan orang, mempunyai ide, sehingga ia bisa membangun Indonesia. Dia adalah entrepreneur di birokrasi,'' kata Anis.
Intuisi yang ia miliki, menurut Yudi, membuat dirinya mampu berbuat banyak sebagai pemimpin reformasi. ''Intuisinya membebaskan dirinya dari kungkungan pengetahuan. Sehingga ia tak terpengaruh oleh kerumitan politik,'' ujar Yudi. Maka, ia polos-polos saja ketika ia harus membuka keran kebebasan pers, membebaskan tahanan politik, mempercepat pemilu, dan sebagainya.
Habibie telah berhasil sebagai pemimpin di era transisi. Ketika ia tak memiliki peluang mencalonkan diri lagi menjadi presiden di pemilu 1999, ia memilih minggir. Ia, kata Anis, mengakui kekalahannya, dan tak perlu ngotot maju lagi sebagai calon presiden.
Buku Habibie setebal 468 halaman ini disusun oleh A Makmur Makka. Novelis Asma Nadia menyebutnya sebagai buku biografi yang ditulis dengan hati. Ini adalah biografi yang tak melulu bicara sosok Habibie, tapi juga peranannya pada bangsa dan negara. Buku biografi yang baik, kata Yudi Latif, ''Adalah jika tak hanya berhenti pada tokohnya, melainkan juga peran tokoh itu pada bangsanya.''
Menulis buku ini, Makka tak hendak membuat analisis. Tapi, kata Anis, diperlukan pula penulisan analitis tentang Habibie, terutama soal kurun 17 bulan masa kepemimpinan Habibie. Bagi Anis, itu adalah masa krusial bagi masa depan bangsa Indonesia. pry
Sumber: Republika, Minggu, 10 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment