JAMBI, KOMPAS - Karya sastra bisa mendapat perlindungan seumur hidup jika sastrawannya masih hidup. Akan tetapi, jika sastrawannya sudah meninggal, ahli waris mendapat perlindungan 50 tahun.
”Puisi ’Aku’ Chairil Anwar, ahli warisnya dapat perlindungan selama 50 tahun, sedangkan karya-karya sastra Taufiq Ismail juga dapat perlindungan hak cipta. Sekarang belum banyak sastrawan yang peduli dengan perlindungan hukum hak cipta atas karya sastra,” kata Guru Besar Fakultas Hukum UI, Abdul Bari Azed, pada Temu Sastrawan Indonesia I, Rabu (9/7) di Jambi.
Abdul Bari Azed yang juga Sekjen Departemen Hukum dan HAM menjelaskan, jika berupa rekaman suara, karya pertunjukan, perlindungan hukum diberikan selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. Untuk karya siaran, perlindungan hukum akan diberikan 20 tahun sejak pertama kali diumumkan.
”Hak cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara diberikan perlindungan tanpa batas waktu. Pada dasarnya, perlindungan hak cipta merupakan perlindungan yang otomatis. Pendaftaran tidak merupakan suatu kewajiban karena tanpa didaftar pun suatu ciptaan tetap dilindungi oleh Undang- Undang Hak Cipta,” ungkapnya.
Selain membicarakan soal hak cipta, pertemuan sastrawan Indonesia itu juga membahas soal buku sastra dan penerbitan karya sastra di media cetak.
Presiden Komunitas Sastra Indonesia Ahmadun Yosi Herfanda mengatakan, potensi pasar buku- buku sastra relatif besar dan dinamis, yang penting bagaimana membaca peluang.
General Manager Yayasan Obor Indonesia Kartini Nurdin menambahkan, buku Perempuan di Titik Nol merupakan buku sastra terbitan Yayasan Obor yang paling laris.
Di usinya menjelang 30 tahun, Yayasan Obor Indonesia—lembaga nonprofit yang bergerak di bidang kebudayaan—sudah menerbitkan lebih dari 1.000 judul buku dan banyak buku yang kemudian laris di pasaran. (NAL)
Sumber: Kompas, Kamis, 10 Juli 2008
1 comment:
hidup sastra...indonesia
Post a Comment