Monday, July 28, 2008

Pustakaloka: Mengasah Pena dan Imajinasi Si Cilik

-- Palupi Panca Astuti

TIBA-TIBA, dari langit terpancar cahaya yang sangat mencekam berwarna hitam keunguan. Irezer langsung menghindar, tetapi Ilfard ternyata kalah cepat. Badannya langsung lenyap ditelan pancaran cahaya tersebut, termasuk puluhan ribu pasukan perang yang berhasil dihimpunnya....

Paragraf di atas adalah sepenggal kisah yang termuat dalam novel berjudul Petualangan Arkha. Novel tersebut menceritakan perjuangan sekelompok pembasmi kejahatan melawan para Sevil jahat di negeri Xirania.

Kisah bertema superhero itu ditulis oleh Fauzi Maulana Hakim, pelajar kelas I sebuah sekolah menengah pertama di Bandung, Jawa Barat. Penulis cilik yang mengidolakan JK Rowling dan Christopher Paolini ini mengaku tidak memiliki tujuan khusus saat menuliskan karyanya tersebut.

”Aku senang ceritaku sudah jadi buku. Kan, aku jadi dapat uang,” terangnya lugu.

Fauzi, yang mulai menulis cerita itu saat masih duduk di kelas IV sekolah dasar, memberi sentuhan baru dalam dunia tulis-menulis anak di negeri ini. Novel perdananya yang diterbitkan Dar!Mizan di atas sangat bernuansa fantasi, dengan tokoh-tokoh fiksi bernama Uhon, Vanhoel, Zepyhr, atau Irezer.

Pengaruh cerita Eragon kegemaran si pengarang terlihat dalam jalan cerita yang disuguhkan. Kelincahan Fauzi berimajinasi dituangkan dalam deskripsi yang sederhana tetapi menarik, yang mampu membuat pembaca kadang larut membayangkan usaha Uhon dan kawan-kawan memberantas kejahatan.

Fauzi adalah satu dari sekian banyak penulis anak yang mulai menapakkan jejak di kancah perbukuan Indonesia. Bocah kelahiran 13 tahun lalu ini termasuk generasi penulis anak setelah era Abdurahman Faiz, Sri Izzati, Qurrota Aini, Putri Salsa, dan beberapa pengarang cilik lain yang sudah terlebih dahulu menapaki bentara penerbitan buku Tanah Air. Sebagian besar dari mereka memulai perjalanan sebagai penulis cilik di usia 7-8 tahun, ketika kemampuan baca tulis telah dikuasai cukup baik.

Penulis anak kini telah menjadi bagian cukup penting dari industri penerbitan di Tanah Air. Abdurahman Faiz, misalnya, sebelum karyanya terbit menjadi buku, puisi-puisi penyair cilik berbakat ini telah melanglang buana di internet dan dibaca banyak khalayak. Buku kumpulan puisinya yang berjudul Untuk Bunda Dan Dunia terbit pada Februari tahun 2004.

Satu bulan sebelumnya, novel karya penulis cilik lain, Sri Izzati, yang berjudul Kado Untuk Ummi telah lebih dulu beredar. Kala itu, kedua penulis ini sama-sama baru berusia 8 tahun. Langkah Faiz dan Izzati kemudian menginspirasi penulis anak lain untuk mengaktualisasikan bakat-bakat terpendam mereka dalam bentuk buku.

Menulis untuk berbagi

”Dengan menulis, saya bisa menyampaikan apa yang ingin disampaikan. Kan, kalau orang menyatakan cinta tetapi enggak berani ngomong, maka lewat tulisan juga,” demikian Sri Izzati dengan lugu mengibaratkan tulisan sebagai penyampai perasaan. Menurut gadis kelahiran 13 tahun lalu ini, tulisan adalah media berbagi yang paling tepat.

Izzati yang mengidolai pengarang buku anak asing Jacqueline Wilson, mulai suka menulis semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Novel anak-anak pertama yang dibuatnya tahun 2003 diberi judul Powerful Girls, mengisahkan empat perempuan perkasa pembela kebenaran. Namun, karya perdana ini hanya bisa dinikmati terbatas karena hanya beredar di kalangan keluarga dan teman-teman. Kado Untuk Ummi adalah novelnya yang kedua dan dipublikasikan secara luas. Novel ini juga mengantarnya meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai penulis novel termuda di Indonesia.

Seperti halnya Izzati yang meraih rekor Muri, Aini adalah sosok gadis cilik yang juga menekuni dunia tulis-menulis anak di Indonesia. Gadis kelahiran Maret 1997 ini membukukan karya perdananya di tahun 2004 ketika masih duduk di kelas I sekolah dasar.

Antologi cerpennya yang berjudul Nasi Untuk Kakek membuat dia meraih penghargaan Muri sebagai Penulis Antologi Cerpen Termuda Usia Tujuh Tahun. Hingga saat ini, Aini telah menghasilkan empat karya novel dan satu kumpulan tulisan bersama.

Aini, yang menyukai cerita- cerita karya Enid Blyton, suka mencurahkan perasaannya lewat tulisan. ”Enaknya nulis tuh, karena bisa kayak curhat gitu deh,” katanya polos. Kemampuannya menulis ia jadikan sarana untuk menginspirasi dan menghibur orang lain.

Tujuan Aini menjadi inspirator bagi orang lain tersebut tampaknya cukup berhasil. Paling tidak itu yang dirasakan Andi Nurul Azizah (10). Gadis yang duduk di kelas IV sekolah dasar ini mengaku terinspirasi dan termotivasi oleh tulisan-tulisan para penulis anak.

”Aku ingin bisa menulis dan membuat buku seperti mereka,” katanya. Andi yang mengoleksi buku-buku karya Izzati, Abdurahman Faiz, Bella, dan Putri Salsa ini sudah mulai mengumpulkan karya-karya puisinya yang banyak bertemakan bumi atau guru. ”Aku sangat senang dengan puisinya Faiz,” tambahnya.

Potensi penulis

Ingin tersampaikannya pesan oleh Izzati, sumber inspirasi dan hiburan buat orang lain dari Aini, maupun kepolosan Fauzi yang mendapat uang tambahan dari penjualan buku adalah beberapa alasan yang menjadikan anak-anak kreatif ini bersemangat dalam menulis. Apa pun itu, talenta dan potensi mereka dalam mengembangkan imajinasi dan mewujudkannya dalam tulisan butuh apresiasi tersendiri. Selain dari orangtua, apresiasi itu juga datang dari penerbit buku.

Bisa dibilang, kelompok penerbit yang sejak awal peduli terhadap keberadaan penulis anak adalah Mizan Publika, salah satu pemain besar di dunia penerbitan buku asal Bandung. Melalui salah satu kelompok usahanya, Mizan yang lahir tahun 1983 memiliki divisi khusus untuk menerbitkan buku anak dan remaja, yaitu Dar!Mizan. Semenjak tahun 2003, Dar!Mizan mulai melirik peluang untuk menerbitkan buku anak yang juga hasil karya anak-anak. Hasilnya adalah seri Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK) yang menjadi seri khusus buku-buku Dar!Mizan oleh penulis anak, khususnya yang berusia di bawah 12 tahun.

Minat Mizan dalam menerbitkan buku karya anak sebenarnya diawali oleh pemikiran sederhana, yaitu kemungkinan adanya buku anak yang penulisnya juga anak-anak. Selama ini, buku anak yang berkitar di Indonesia terbatas pada cerita anak yang ditulis oleh orang dewasa, baik dari luar maupun dalam negeri. Belum ada penerbit yang mengakomodasi tulisan para penulis cilik, baik dalam ragam cerita, puisi, maupun esai. Padahal, potensi besar para penulis anak sangat sayang untuk dilewatkan. Maka, penerbitan karya penulis anak diniatkan sebagai wadah untuk menampung potensi tersebut.

Menurut Kepala Promosi dan Komunikasi Dar!Mizan, Fan Fan F Darmawan, talenta anak Indonesia dalam menulis cukup besar dan seharusnya dimunculkan ke permukaan. Kemampuan mereka menulis juga bisa teruji dari tanggapan sesama anak- anak.

”Kami berpikir apakah anak- anak akan peduli ketika sebuah buku ditulis oleh sesama anak kecil. Apakah mereka akan membaca buku tersebut,” terangnya. Ketika penerbitan pertama seri KKPK di akhir tahun 2003 dan awal 2004, Fan Fan mengaku terus-menerus mengomunikasikan peristiwa ini kepada publik. ”Kami ingin memancing agar anak-anak Indonesia lainnya mau bergabung dengan penulis anak lain yang sudah ada,” tambahnya.

Menurut Fan Fan, jika banyak anak senang menulis dan menjadi penulis binaan Mizan, penerbit ini akan mempunyai cadangan penulis di masa mendatang. ”Misinya adalah, kami ingin menciptakan penulis-penulis yang profesional sejak usia muda,” jelasnya.

Selain itu, mereka juga ingin menunjukkan kalau anak Indonesia bisa berkarya dalam tulis- menulis. ”Kami ingin Indonesia disebut-sebut dalam literer dunia melalui fenomena para penulis anak ini,” urai Fan Fan.

Dalam mengakomodasi para penulis cilik, selain menerbitkan buku mereka, peran lain penerbit adalah memberi semacam asistensi atau pengarahan kepada mereka. Diskusi yang dilakukan antara penulis dan penerbit tidak untuk mengubah tema dan gaya bertutur, melainkan hanya anjuran mengenai teknis penulisan.

Menurut Fan Fan, gaya penulisan oleh anak-anak berbeda dengan penulis dewasa. Pandangan terhadap dunia yang linear atau apa adanya adalah ciri khas anak. Oleh sebab itu, penyuntingan terhadap karya mereka sangat dibatasi.

Suasana kondusif

Upaya penerbit dalam mengakomodasi karya-karya penulis anak memang patut dipuji. Usaha serius untuk menangani para penulis masa depan ini sangat dihargai. Karena, meski kemampuan penulis cilik masih terbatas dan harus banyak diasah, potensi besar mereka membutuhkan pengembangan dan arahan yang tepat.

Selain penerbit sebagai pihak luar, tak disangkal, orangtualah yang memegang peranan besar dalam tumbuh kembang para penulis. Sejak awal, dukungan keluarga, khususnya orangtua, berperan paling besar dalam perjalanan karier anak. Lingkungan yang mendukung dan fasilitas yang tersedia adalah suasana yang memengaruhi proses kreatif anak.

Seperti diakui Helvy Tiana Rosa, ibu dari Abdurahman Faiz, hubungan kondusif antara anak dan orangtua sengaja diciptakan untuk mendukung anak menyukai dunia baca tulis.

”Menjadi orangtua yang mendukung dengan menyediakan fasilitas, juga membuat anak suka membaca dan menulis dengan cara menjadikan kegiatan itu seperti bermain,” jelas Helvy tentang upayanya mendorong Faiz menyukai buku dan menulis.

Meski perannya sebagai ibu yang bekerja di luar rumah menyisakan tak banyak waktu untuk anak, salah satu perempuan tokoh sastra di Indonesia ini selalu memberikan kualitas pertemuan terbaik untuk Faiz.

”Ketika pulang kantor, meski capai, saya tetap akan meladeni pertanyaan anak saya dan menanyakan kegiatannya,” tambahnya.

Meski demikian, Helvy menyatakan bahwa pemberian fasilitas untuk anak menulis tidak melulu harus menyediakan komputer. ”Sewaktu kami belum punya komputer, Faiz tetap mau menulis dengan tangan,” katanya. Artinya, talenta anak menulis sesungguhnya tidak membutuhkan sarana mahal yang mungkin sulit dibeli sebagian orangtua, seperti komputer. Fasilitas sederhana dengan alat tulis biasa pun mampu menyalurkan bakat tersebut. Yang paling penting, dukungan dan contoh yang baik dari orangtua akan membuat anak leluasa memunculkan potensi mereka. (PALUPI PANCA ASTUTI/ Litbang Kompas)

Sumber: Kompas, Senin, 28 Juli 2008

No comments: