Wednesday, July 30, 2008

"In Memoriam" Dr Sjahrir

-- Rosihan Anwar*

INSAN banyak faset, ekonom PhD Universitas Harvard, dosen FEUI, dirut perusahaan sekuritas di pasar modal Indonesia, pendiri dan ketua umum Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), anggota Wantimpres RI, Dr Sjahrir meninggal dunia di rumah sakit di Singapura, Senin 28 Juli 2008 pukul 08.50 WIB dalam usia 63 tahun akibat penyakit kanker paru.

Dr Sjahrir, disapa dengan nama akrab: Ciil, pernah mengatakan kepada saya, bila rakyat Amerika ingin melaksanakan the American Dream atau Impian Amerika, mengapa kita orang Indonesia tidak mempunyai the Indonesian Dream, Impian Indonesia dan berusaha mewujudkannya?

Meskipun tidak dijelaskannya apa isi Impian Indonesia itu saya tidak berkeinginan menanyakan lebih jauh dan lebih terperinci. Saya pikir, banyak hal di dunia ini yang lebih baik tinggal diucapkan saja tanpa mengkajinya lebih mendalam. Sama-sama maklum sendirilah.

Mengenal Ciil, menyimak bicaranya, membaca buku-buku yang ditulisnya, mengikuti perjalanan hidupnya, saya menyimpulkan bahwa Ciil menginginkan orang Indonesia dapat hidup dalam masyarakat adil dan makmur, rukun damai dengan sesamanya tanpa ada diskriminasi jender, agama, etnik, harmonis dalam berbagai ragam budaya, menghormati hak-hak asasi manusia, mengangkat martabat manusia melalui pengecilan kesenjangan antara si kaya dan si miskin, antara yang berkuasa dan yang tidak berdaya, menjunjung tinggi moral dan etika, bekerja keras agar setiap anak bangsa bisa hidup layak, berpendidikan, sejahtera terjaga kesehatannya, aman rumah kediaman dan lingkungannya. Singkat kata, manusia dan bangsa yang diberkati oleh Tuhan, yang bisa hidup dengan kehormatan bagi dirinya dan dengan menghormati bangsa lain di dunia ini.

Segala yang dikatakan tadi belumlah dapat tercapai oleh Dr Sjahrir. Bukan lantaran dia kurang berusaha. Bukan karena dia kurang mendesak dan menekankan tujuan perjuangannya dan cita-citanya, melainkan karena dia belum beruntung. Hokinya tidak ada. Garis-garis di tangannya tidak ada dan tidak menunjukkan akan berhasil. Apa yang kurang pada usaha Ciil? Konsep dan wawasannya tentang ekonomi Indonesia jelas, konkret, dan terukur. Kombinasi ahli teori dan praktikan ekonomi yang sukses ada padanya. Tapi sayang, dia tidak pernah dapat kesempatan diuji di bidang eksekutif, sebagai menteri anggota kabinet, misalnya, untuk melaksanakan ide- idenya, cita-citanya dan mimpinya, the Indonesian Dream.

Menurun

Saya kenal orangtua Ciil semasa jadi pelajar AMS Yogyakarta tahun 1940. Ayahnya, Ma’moen Al Rasjid (1904-1980) dan ibunya, Roesma Malik (1914-1980) bersama pengarang Andjar Asmara adalah penasihat perkumpulan Pemuda Andalas. Ayahnya orang periang, suka ketawa, ibunya seorang guru, pendiam, intelektual. Sifat orangtuanya itu menurun kepada Ciil yang dikenal sebagai pribadi menarik, hangat, kocak, tapi juga serius, pemikir.

Secara ideologis orangtua Ciil yang berasal dari Kota Gadang, Sumbar, adalah pengikut Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama RI dan pemimpin PSI (Partai Sosialis Indonesia). Waktu Ciil lahir di Kudus 24 Februari 1945, ayahnya memberi nama kepada putra satu-satunya: Sutan Sjahrir. Ciil yang menganggap nama itu terlalu berat untuk dipikulnya menawar dan meminta dinamakan saja: Sjahrir, tanpa Sutan.

Karena itu dapat dipahami, habitat Ciil adalah PSI, kendati dia tidak pernah jadi anggota PSI. Maklum, ketika Masyumi-PSI dilarang dan dibubarkan oleh Presiden Soekarno tahun 1960, Ciil baru berusia 15 tahun. Semasa jadi mahasiswa FEUI, Sjahrir aktif dalam demo-demo mahasiswa menumbangkan Soekarno pasca- G-30S. Dia menentang korupsi dan ikut dalam demo Peristiwa Malari 1974 yang mengakibatkan dia ditahan di penjara selama tiga tahun 10 bulan, bersama-sama tokoh PSI, seperti Soebadia Sastrosatomo, Sarbini, Moedianto. Suka atau tidak suka, protes boleh saja, tetapi Ciil dicap oleh rezim Orde Baru sebagai ”orang PSI”.

Sjahrir mendirikan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB). Waktu itu dia berkata ”Daripada sibuk mengutuk kegelapan, lebih baik mulai menyalakan lilin....” Dalam PIB itu terekspresikan nilai-nilai yang dianut oleh kaum sosialis-demokrat (sosdem), tekad membela hak-hak asasi manusia dan demokrasi, mewujudkan perikemanusiaan. Tamzil ”menyalakan lilin” yang dideklarasikan oleh Dr Sjarir sama dengan pidato PM Sjahrir di Istana tanggal 25 Maret 1947 pada penandatanganan persetujuan Linggajati, yaitu ”... di tengah suasana yang menyesakkan dada sekarang ini, mari dari sudut kecil ini kita menyalakan cahaya lilin untuk perikemanusiaan.”

Kini Sutan Sjahrir sudah termasuk sejarah. Biasanya di negeri kita ini cenderung sudah dilupakan orang. Kini Dr Sjahrir atau Ciil sudah tutup usia, meninggalkan istri tercinta, Dr Katini Panjaitan, yang dinikahinya tahun 1977 dan dua putra, yaitu Pandu dan Gita. Sjahrir masih bisa menghadiri pernikahan Pandu di Washington dalam kondisi kesehatan yang tidak bagus, tetapi tidak bisa menyaksikan Gita menikah yang direncanakan awal Agustus ini. Manusia boleh merencanakan, tetapi Tuhan menentukan.

Ciil, walaupun the Indonesia Dream belum tergapai olehmu, berangkatlah ke alam barzakh dengan damai. Oom Tjian tetap percaya, generasi muda akan berusaha terus ke arah terwujudnya cita-citamu. Semoga Tuhan menerima arwah Ciil di sisi-Nya.

* Rosihan Anwar, Wartawan Senior

Sumber: Kompas, Selasa, 29 Juli 2008

No comments: