Palangkaraya, Kompas - Sebagian pengarang muda dalam menulis cerita cenderung bermain-main dengan kata untuk menutupi kelemahan tema, atau mencoba menghindari pengulangan tema yang sudah digarap penulis-penulis sebelumnya. Akibat akrobat kata ini, tema yang diusung sering kali tersembunyi atau tidak jelas sehingga sulit ditangkap pembaca.
”Boleh dikata mereka menjauhi tema sebab tema-tema itu sudah digarap penulis sebelumnya. Mereka tidak mau mengulang-ulang tema sehingga mereka kemudian berakrobat dengan kata-kata,” kata sastrawan Hamsad Rangkuti di Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya, Senin (14/7). Hamsad hadir di Palangkaraya sebagai narasumber dalam temu sastra yang diprogramkan Masyarakat Sastra Asia Tenggara.
Menurut Hamsad, ditinjau dari sisi bahasa, permainan kata-kata itu merupakan kemajuan karena penulis bisa mengeluarkan apa yang dipikirkan dalam bentuk yang akrobatik.
Namun, dilihat dari segi tema, akrobat kata itu mengakibatkan tema tulisan menjadi tersembunyi atau bahkan hilang sama sekali. Pembaca kemudian harus meraba-raba apa yang mau disampaikan si pengarang karena tema yang diusung disembunyikan atau tersembunyi di balik permainan kata-kata.
Imajinasi pengarang memang tidak bisa dihentikan. ”Namun, pertanyaannya, bisa tidak makna tulisan tersebut ditangkap pembaca. Ada pengarang yang tidak menghiraukan pembaca sehingga sulit ditangkap makna tulisannya,” kata Hamsad.
Hamsad juga menyayangkan ketika ada peserta pelatihan penulisan cerita pendek dari berbagai daerah di Indonesia, yang menulis dialog untuk tokoh ceritanya menggunakan dialek Betawi. ”Mengapa tidak mengangkat dialek lokal yang justru bisa memperkaya bahasa?” kata Hamsad dengan nada tanya.
Di sisi lain, Hamsad juga mengatakan, media massa bertanggung jawab untuk ikut melestarikan karya sastra yang bermuatan kultur lokal. Ini, antara lain, dapat diwujudkan dengan memberikan ruang untuk menampilkan karya sastra tersebut.
Kepala Balai Bahasa Kalteng Puji Santosa menuturkan, temu sastra yang menghadirkan Hamsad Rangkuti ini diharapkan mampu meningkatkan mutu apresiasi sastra masyarakat Kalimantan Tengah.
Acara yang dikemas dalam bentuk ajang berbagi pengalaman tentang penulisan ini juga menghadirkan AF Nahan yang dikenal sebagai penulis cerita rakyat Kalteng dan Kurnia Untel, seniman karungut (syair khas Dayak) asal Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara. Puluhan guru dan peminat sastra menghadiri acara temu sastra ini. (CAS)
Sumber: Kompas, Selasa, 15 Juli 2008
No comments:
Post a Comment