Friday, July 25, 2008

Kejujuran dan Iman Arswendo Lewat Dua Novel

[JAKARTA] Penulis serbabisa Arswendo Atmowiloto meluncurkan dua buku, yakni Horeluya dan Blakanis, di Jakarta, Sabtu (12/7). Arswendo sebelumnya meraih kesuksesan melalui karyanya, Senopati Pamungkas.

"Kedua buku ini berisi tentang moral, ketulusan, kejujuran, dan perjuangan. Terinspirasi dari pengalaman hidup dan keluarga," ujar Arswendo, di sela-sela peluncuran novelnya, yang dihadiri antara lain Bismar Siregar, Tamara Geraldine, Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Andrea Hirata, Mudji Sutrisno.

Novel Horeluya menceritakan kisah perjuangan seorang anak berusia 5 tahun bernama Lilin. Ia mengidap penyakit kelainan darah yang susah disembuhkan kecuali dengan transfusi darah golongan yang sejenis. Sayang darah tersebut sangat langka. Pihak medis memvonis hidupnya hanya tinggal tiga hingga enam bulan jika tidak segera mendapat pengobatan.

Seseorang bisa saja panik, sedih, dan frustrasi, menghadapi vonis seperti itu. Namun, tidak demikian pada Lilin. Ia tetap tegar, kuat, dan berdoa. Di tengah pergumulannya, ia memohon agar Tuhan memperpanjang umurnya hingga ia bisa merayakan Natal sebelum meninggal.

Dalam penderitaannya, ia masih mampu menunjukkan ketulusan hatinya kepada seorang pasien yang sangat membutuhkan darah karena kecelakaan. Sikap yang membuat orang sekelilingnya menjadi sedih dan menangis, tak menyangka gadis kecil yang sudah sekarat masih mampu berjuang dan menolong orang lain.

Novel itu menggambarkan bagaimana keajaiban itu bekerja. Tidak dengan cuma-cuma tapi dengan perjuangan, ketabahan, dan ketulusan yang besar. Segala bencana dan penderitaan adalah ujian bagi iman kita.

"Apa dosa anak ini sehingga ia harus menanggung sakit? Namun itulah, rencana Tuhan, tidak ada yang tahu," ujar Arswendo yang pernah meraih penghargaan dalam ajang Bali Film Festival itu.

"Segala bencana dan penderitaan adalah ujian bagi iman kita. Saat kita tak sanggup mengatasi persoalan apa saja, hanya percaya dan berserah diri pada Tuhan menjadi satu-satunya jalan," tuturnya.

Bergairah

Novel lain, Blakanis, menceritakan tentang orang-orang yang mengedepankan kejujuran dan menjadikannya sebagai ideologi dalam menjalani kehidupannya. Dalam buku itu, Arswendo mengungkapkan bahwa kejujuran untuk menyampaikan segala sesuatu dengan terbuka, apa adanya, tidak selamanya membawa kebaikan. Ada orang yang tidak menyukai orang lain jujur, apalagi kejujuran itu bisa mengungkap kebohongan orang lain.

Andrea Hirata mengatakan, Arswendo telah melalui kesulitan besar dalam menulis, yaitu hubungan antara tokoh dan karakter. "Bagaimana tokoh tersambung dengan karakter, itu perlu konsep. Itu paling sulit. Sebagai penulis, Mas Arswendo telah mencapai kepiawaian itu," tuturnya.

Ia menambahkan, selain untuk menuliskan tema moralitas itu, Arswendo bersikap bebas dan bisa mengelola tendensi menulis dengan baik. "Ia bebas, dan tidak berkhotbah. Ia melihat bahwa kesalahan dan kelemahan manusia itu wajar," ujarnya.

Tamara Geraldine pada kesempatan itu mengatakan, Arswendo adalah penulis yang ia kagumi. Karyanya dalam dua novel ini menggambarkan apa yang seharusnya kita lakukan di tengah-tengah kondisi negara saat ini.

Ibu satu putri itu juga mengatakan, dunia-tulis-menulis di Indonesia semakin bergairah karena didukung rasa percaya diri yang tinggi. "Untuk menjadi penulis, seseorang harus banyak membaca. Untuk meningkatkan minat baca, tidak harus dimulai dari pembaca, tetapi dari elemen penulis dan penerbit. Penerbit tidak hanya memilih buku dari segi komersial, tetapi juga melihat sisi edukasinya," katanya.

Sementara itu, Djenar Maesa Ayu mengatakan, kedua novel itu sangat mewakili obsesi Arswendo tentang kejujuran dan iman. Cerita tersebut mencerminkan kepribadian pengarangnya. Namun, menurutnya, menulis bukan hanya sekadar menuangkannya, tetapi juga memperjuangkan dengan sikap. "Jangan asal pikir, tapi praktikkan dalam perjalanan kita. Buku itu menggambarkan iman Mas Wendo," ujar wanita yang sedang menulis biografi untuk grup band Slank itu.

Ibu dua anak itu juga mengatakan, semua orang bisa menulis asalkan didukung kemauan dan kerja keras. "Untuk menjadi penulis novel atau buku, tidak harus dia berasal dari sastra atau sekolah menulis," katanya.

[DMF/A-18]


Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 25 Juli 2008

No comments: