SEBUAH sajak bisa saja menjadi sebuah karya yang sangat personal. Hal itu sah dan manusiawi. Namun ternyata banyak penulis yang tidak menyadari proses tersebut. Banyak yang beranggapan karyanya tidak layak dibaca orang karena merasa bukan penyair. Padahal tidak ada lembaga yang mengangkat orang menjadi penyair.
Kegagalan identifikasi inilah yang sering terlihat pada penulis pemula. Beberapa melewatinya sebagai satu tahap proses kreatif. Tapi sebagian lain juga terlanjur berkubang dengan kegemaran ”onani” dengan menulis.
”Saya juga onani, tapi saya onani pada gagasan, tema yang akan saya tuangkan dalam sajak. Setelah saya selesai onani saya tidak boleh egois dan harus menyedikan tempat bagi orang lain untuk mengapresiasinya,” kata Lanang Wibisono pada sesi diskusi peluncuran antologi Aku Ingin Mengirim Hujan (AIMH) di teater terbuka Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), belum lama ini.
Antologi yang disponsori Dewan Kesenian Semarang merangkum penyair yang rata-rata masih muda. Diskusi yang dimoderatori oleh Adin Hysteria itu pun mencoba menyoroti fenomena, proses kreatif para pemuda penyair, serta capaian estetikanya.
Harus Indah
Menimpali pernyataan Lanang, penyair asal Makassar, Aslan Abidin, yang menjadi narasumber juga membidik membanjirnya karya-karya yang terlalu personal. ”Banyak karya yang terlalu personal. Paling banyak masalah cinta. Namun tentunya kita harus objektif apakah sesuatu yang personal itu mampu dibaca secara universal,” katanya.
Bagi penyair yang tengah melakukan lawatan ke beberapa kota di Jawa itu, hakikat puisi sebagai karya seni haruslah indah dulu. ”Gagasan itu mengikuti dan terkait dengan estetika pengungkapannya. Kalau kita menuruti gagasan terus, bisa-bisa kita meyakini doa-doa dari Departemen Agama sebagai puisi,” ujarnya.
Sementara itu, narasumber lain, dosen Sastra Inggris Undip, Siswo Harsono, menyoroti aktualitas karya setelah dilempar ke publik. ”Karya seni itu tidak berhenti pada sebuah buku. Namun penting membawa karya pada sebuah peristiwa seperti pembacaan karya sampai penelitian ilmiah,” ungkapnya.
Sebelumnya, peluncuran AIMH yang menjadi satu rangkaian acara bertajuk ”Kado Pengantin” itu menampilkan pembacaan beberapa karya penyair di dalamnya. Antara lain Nana Eres, Ulil Adib, Kholidin, termasuk Lanang Wibisono dan Adin Hysteria. Adiets Kaliksanan bahkan menampilkan performance multimedia bersama DJ Pop.
Beberapa penyair yang sudah lama malang melintang di dunia sastra seperti Timur Sinar Suprabana dan Sukamto pun membacakan sajak. Tidak ketinggalan Roda Gila dan Kelab-kelib Bersaudara, Teater Gema, serta EMKA menyumbangkan repertoarnya. (Sony Wibisono-45)
Sumber: Suara Merdeka, Selasa, 22 Juli 2008
No comments:
Post a Comment