-- Bandung Mawardi*
ARISTOTELES dalam Poetics melakukan ikhtiar pembacaan dan eksplanasi mengenai tragedi dengan acuan kebudayaanYunani. Dalam pengungkapannya, tragedi memakai bahasa yang atraktif sensual.
Pemakaian bahasa itu menimbulkan adanya rasa kasihan dan ketakutan yang digambarkan dalam tindakan-tindakan tragis dan karakteristik-karakteristik emosional. Substansi tragedi adalah imitasi dari tindakan dalam kehidupan yang didasarkan pada kualitas moral sesuai karakter bahagia atau derita.
Pemahaman Aristoteles mengenai tragedi dalam konteks puisi merepresentasikan kekuatan tragedi yang mengungkapkan persoalan hakikat manusia dan kehidupan. Istilah tragedi berasal dari bahasa Yunani ”tragidio” yang berarti ’nyanyian sendu’.Tragedi pada awalnya dikenal dalam seni drama Yunani yang menceritakan peristiwa kemanusiaan yang berkaitan dengan masalah moral, arti eksistensi manusia, hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan dewadewanya.
Tragedi dalam manifestasi seni menghadirkan keindahan dan kesenangan yang mengandung potensi sebagai sakit dan trauma. Deleuze menjelaskan bahwa Nietzsche memahami tragedi sebagai dialektika yang menghubungkan sesuatu yang negatif,penentangan,dan kontradiksi tentang penderitaan dan kehidupan manusia.
Konsep tragedi dalam pemikiran Nietzsche didasarkan pada dua kekuatan besar dalam mitologi Yunani yang disebut sebagai ”dionysian” (kegairahan) dan ”apollonian” (kelemahan). Pemahaman Nietzsche itu menunjukkan bahwa ada orientasi yang mengantarkan manusia pada kondisi kuat (positif) atau lemah (negatif) dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalanpersoalan hidup.
Tragedi adalah suatu pengalaman interaktif, mistis, dan menyatukan yang memberikan jalan keluar terapatis bagi orang yang peka terhadap penderitaan dan ketidakpastian hidup sehari-hari. Nietzsche menyebutkan bahwa tragedi Yunani dalam bentuknya yang paling tua dominan mengungkapkan penderitaanpenderitaan.
Wacana tragedi itu patut menjadi acuan dalam pembacaan dan penilaian puisi-puisi Joko Pinurbo yang merepresentasikan tragedi dalam kisah-kisah hidup manusia. Puisi Doa Sebelum Mandi adalah puisi getir. Puisi ini dibuka dengan doa yang memelas bahwa tokoh ”saya”takut mandi. Mandi sebagai peristiwa membersihkan tubuh (diri) dipahami sebagai peristiwa yang mengandung ketakutan untuk dilucuti.
Ketakutan itu hendak menolak fakta tubuh menjadi telanjang tanpa apa-apa.Tubuh menjadi representasi diri manusia yang merasa malu atau takut pada dirinya sendiri ketika telanjang.Ketakutan yang berasal dari tubuh lantas tumbuh sebagai ketakutan pikiran dan perasaan.Ketakutan terhadap tubuh sendiri mengartikan ada persoalan yang terkandung dalam pemaknaan diri melalui tubuh.
Ketakutan itu ternyatakan dalam kalimat, ”Saya takut dilucuti.Saya takut pada tubuh saya sendiri.” Tubuh itu mengandung aib yang bakal terbuka ketika mandi.Aib adalah suatu keburukan yang susah atau tidak pantas untuk dikabarkan pada orang lain. Aib mesti terkubur dan sembunyi dalam tubuh untuk pengertian diri sendiri.Hal itu disadari tokoh ”saya” yang merasa aib itu mungkin menjadi tragedi dalam prosesi mandi.
Aib akan terbuka dan bicara segala sesuatu yang mengandung kekuatan menghajar dan membunuh diri.Tokoh ”saya”menjadi takut untuk mandi karena dalam mandi akan hadir ”mayat”.Mayat itu adalah kematian orang-orang karena pembunuhan yang dilakukan tokoh ”saya” untuk melunaskan diri sebagai ”orang miskin celaka”.Pembunuhan itu terjadi untuk hidup dalam pengertian ekonomis.
Pembunuhan menjadi pekerjaan yang paling mungkin karena ”kerja saya adalah mencari pekerjaan”. Hidup sebagai orang miskin adalah tragedi.Pembunuhan untuk mempertahankan hidup adalah tragedi. Tubuh dengan memori kematian adalah tragedi. Aib diri adalah tragedi. Mandi mungkin menjadi laku pembersihan diri yang mengingatkan dan menyadarkan diri untuk berani mengafirmasi dan menegasi tragedi. Puisi Kepada Uang adalah puisi yang mengisahkan pergulatan manusia dengan uang untuk bisa hidup.
Puisi ini memosisikan manusia di hadapan uang dengan pelbagai permintaan dan keinginan.Manusia dipandang sebagai subjek yang memiliki ketergantungan pada uang. Uang menempati posisi yang penting dan menentukan hidup seseorang. Uang menjadi persoalan yang sudah dihadapi manusia sejak sekian abad yang lalu sampai saat sekarang. Uang pada akhirnya dipahami sebagai persoalan ekonomi, politik, sosial, agama, filsafat, hukum, dan kebudayaan.
Puisi ini diawali dengan suatu permintaan, ”Uang, berilah aku rumah yang murah saja.” Permintaan ini mengisyaratkan bahwa uang dianggap penting untuk merealisasikan keinginan-keinginan manusia.Uang,yang semula dipahami sebagai alat tukar, berubah sebagai penentu hidup dan mati manusia. Permintaan pada uang menjelaskan posisi manusia yang lemah di hadapan uang.
Uang memiliki kekuatan untuk memengaruhi dan menentukan nasib manusia. Uang adalah kuasa. Keinginan memiliki rumah mesti tertangguhkan karena kemiskinan. Keinginan dan kemiskinan adalah pertentangan yang susah didamaikan. Keinginan itu ide dan kemiskinan itu realita. Kemiskinan menjadi tragedi ketika keinginan tak mungkin direalisasikan.
Orang miskin merasa mimpi bisa menjadi ekspresi yang masih mungkin diciptakan meski berlawanan dengan realitasnya. Keinginan memiliki rumah ditangguhkan, ”Sabar ya, aku harus menabung dulu.” Penangguhan itu merepresentasikan kondisi hidup yang tragis.Menabung tidak berarti menyimpan uang sebagai dana cadangan atau kelebihan dari pengeluaran. Menabung memiliki arti yang memprihatinkan.Menabung adalah menyimpan atau menahan rasa lapar.
Menabung adalah menyimpan mimpi-mimpi yang diciptakan. Orang miskin membutuhkan mimpi sebagai ikhtiar menyelamatkan diri atau menghibur diri dari penderitaan.Mimpi itu terpusat pada uang. Puisi-puisi Joko Pinurbo adalah kisah-kisah tragedi yang terkadang melahirkan senyum kecil (humor), tapi pahit. Tokoh-tokoh manusia dalam puisi-puisi Joko Pinurbo menjadi representasi kegagalan manusia untuk menghadapi dan menyelesaikan soal-soal hidup. Tragedi-tragedi itu pertanyaan atau jawaban?
* Bandung Mawardi, Kritikus sastra dan peneliti pada Kabut Institut, Solo
Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 6 Juli 2008
No comments:
Post a Comment