Jakarta, Kompas - Pendidikan merupakan proses yang mulia untuk menyempurnakan nalar dan budi manusia. Karena itu, sudah saatnya pendidikan nasional dilaksanakan dengan berbasis kebudayaan dalam arti yang luas.
Pendidikan berbasis kebudayaan itu akan membentuk masyarakat yang menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki etika dan moral. ”Memang fungsi pendidikan untuk menciptakan orang-orang pintar, tetapi sebenarnya lebih baik lagi jika mampu menciptakan orang-orang yang memiliki karakter,” kata Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada era Orde Baru dalam sarasehan pendidikan bertajuk ”Konsep Pendidikan Indonesia Berdasarkan Budaya Serta Penerapannya di Lingkungan Rumah, Sekolah, dan Masyarakat” yang berlangsung di Jakarta, Minggu (31/10). Acara itu digagas Lingkar Makna Aliansi Pemberdayaan Insani (API), sebuah perkumpulan masyarakat dari berbagai kalangan yang ingin berbuat untuk memajukan pendidikan nasional yang saat ini dinilai memprihatinkan. Kegiatan tersebut didukung, antara lain, PT Garuda Food dan Penerbit Buku Kompas.
”Pendidikan kita mengambang, kebudayaan mengambang. Tidak jelas mau ke mana. Ini karena pemerintah tidak menjalankan pendidikan dengan berdasarkan sebuah konsep,” kata Daoed.
Daoed mengatakan, pendidikan berbasis kebudayaan itu dibangun dari sistem nilai tertentu. Pendidikan kita semestinya mampu membangun budaya nilai-nilai ilmiah, mendorong setiap orang agar mampu membuat pilihan dalam hidup, serta memiliki komunikasi yang baik.
Konsep Ki Hadjar
Pejuang pendidikan, Ki Hadjar Dewantara, menurut Daoed, memiliki konsep yang jelas soal pendidikan. Pada masa sebelum kemerdekaan, pendidikan diarahkan untuk menyiapkan anak-anak yang mampu menjadi pejuang-pejuang kemerdekaan. ”Sesudah Indonesia lepas dari penjajahan, pendidikan menyiapkan anak-anak yang bisa mengisi kemerdekaan,” ujarnya.
Prasetyo M Brata dari Lingkar Makna API mengatakan, banyak kalangan yang prihatin dengan kondisi pendidikan sekarang yang justru membuat suram masa depan generasi bangsa. Pendidikan tidak lagi dilaksanakan dengan konsep berbagi pengetahuan, tetapi menjual untuk mencari keuntungan dari masyarakat.
Generasi penerus bangsa yang dihasilkan tidak lagi memiliki daya juang yang tinggi. Selain itu, berbagai keterampilan hidup juga minim diajarkan yang sebenarnya dibutuhkan setiap anak dalam menjalani kehidupan untuk dirinya, masyarakat, dan bangsa.
Pendidikan keluarga
Daoed mengatakan, di tengah pesimisme masyarakat pada kondisi pendidikan saat ini yang memang memprihatinkan, masyarakat sendiri mesti berbuat. Di dalam keluarga, orangtua mesti membiasakan perbuatan-perbuatan tertentu yang menjuruskan anak ke arah penguasaan benih-benih ilmu pengetahuan.
Melly Kiong, penulis buku pengasuhan anak yang juga bergabung di Lingkar Makna API, mengatakan, semua komponen bangsa ini mesti bergerak cepat untuk memperbaiki masa depan anak-anak bangsa. ”Keluarga harus memperkuat pengasuhan anak yang benar. Semestinya pemerintah membantu supaya kegiatan semacam parenting class itu bisa digerakkan semakin luas untuk semua lapisan masyarakat,” kata Melly. (ELN)
Sumber: Kompas, Senin, 1 November 2010
No comments:
Post a Comment