Jakarta, Kompas - Mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja mengakui, bahasa di media massa sudah semakin gawat. Selain dipenuhi akronim yang membingungkan masyarakat, nama rubrik media massa, terutama di televisi, juga semakin dipenuhi bahasa asing.
”Saya tidak tahu, apakah kalau menggunakan bahasa Indonesia kurang percaya diri? Tetapi, yang paling membingungkan adalah penggunaan singkatan atau akronim, termasuk dalam judul,” ungkap Atmakusumah dalam diskusi peringatan delapan tahun Forum Bahasa Media Massa (FBMM) di Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS), Jakarta, Senin (8/11). Diskusi tersebut dipandu Ketua Umum FBMM TD Asmadi.
Terkait banyaknya penggunaan akronim itu, Asmadi mengakui, tak jarang pengelola media massa menggunakan akronim buatan mereka sendiri. ”Saya pernah membaca judul di sebuah media massa ternama, yaitu ’Frustasi, Cakep Gandir’. Bingung kan? Ternyata, judul itu maksudnya adalah frustrasi, calon kepala sekolah gantung diri,” ungkapnya.
Selain persoalan akronim dan penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, Atmakusumah juga memprihatinkan bahasa asing yang diindonesiakan di media massa dan di masyarakat. Pengindonesiaan itu sering kali dipaksakan, bahkan salah. ”Ada istilah grand dalam bahasa Inggris yang diubah menjadi gran. Artinya apa?” kata dia lagi.
Dalam diskusi itu, peserta yang berasal dari wartawan, editor bahasa di media massa, editor dan penulis buku, serta pemerhati bahasa mengakui, Pusat Bahasa belum efektif untuk menyosialisasikan dan mendorong penggunaan bahasa Indonesia yang baik. Bahkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Pusat Bahasa pun tidak berani dijadikan acuan karena lebih bernuansakan proyek.
Asmadi menambahkan, kini semestinya tidak lagi didorong pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi yang komunikatif dan berkaidah.
(TRA)
Sumber: Kompas, Selasa, 9 November 2010
No comments:
Post a Comment