Sunday, November 14, 2010

Pensil yang Menuangkan Simbol

PEREMPUAN itu terpejam. Angin menggerakkan surai rambutnya yang menjelma tiga ekor kuda yang tengah berlari. Otot-ototnya tegas. Rambut perempuan yang bergerai dan tiga ekor kuda yang menjadi jelmaannya itu, menjadi pemandangan yang menghidangkan permainan ihwal imaji gerak. Gerak yang menderu, yang menjelma dari kelembutan surai rambut dan wajah seorang perempuan. Pada latar, menyerupai bayangan, warna khas tubuh zebra dengan strip-strip nuansa alam. Pada bidang yang lain, seekor harimau dengan warna tubuhnya yang putih dan hitam melintas. Paduan warna yang lembut, tetapi sepasang matanya dingin dan tajam.

"MORPH" pensil warna di atas kanvas 100 x 200 cm karya Iroel .*


Tak ada peristiwa atau interaksi apa pun kecuali kehadiran. Setiap figur dihadirkan dengan atau sebagai dunia representasinya masing-masing dan nyaris saling berhadapan. Akan tetapi, setiap representasi di situ juga menawarkan berbagai jalinan pemaknaan ihwal perempuan dan tubuhnya. Rambut sebagai bagian tubuh yang senantiasa menjadi perlambangan perempuan, seperti ungkapan lama "rambut adalah mahkota wanita, seolah menyimpan makna berikutnya di balik keindahannya, yakni kekuatan. Kekuatan yang tak ubahnya dengan dunia lelaki yang senantiasa disimbolkan dengan kuda yang menderu berlari.

Lewat pemandangan di atas kanvas berukuran 150 x 315 cm itu hadir teknik yang terasa memperhitungkan benar hubungan antara komposisi yang memenuhi bidang gambar dengan bangun imaji gerak. Aksentuasi imaji gerak dihadirkan lewat teknik pewarnaan yang membayangkan gerak cahaya dalam perubahan objek pada ruang. Detail pada rambut lebih terfokus pada gerak surai gelombangnya, ketimbang membiarkan beberapa helai rambut terpisah. Demikian pula pada setiap detail bulu harimau. Di atas kanvas seluruhnya tampak begitu fotografis.

Akan tetapi, siapa pun nyaris tidak akan percaya bahwa lukisan yang berjudul "Beauty of Crown" itu dibuat dengan pensil warna. Satu dari sejumlah lukisan Iroel yang dipamerkan dalam pameran tunggalnya bertajuk "Beauty of Stripes" di Galeri Zola Zulu Bandung, 7-12 November 2010. Sebagaimana tajuknya, pameran ini berkonsentrasi pada kecantikan dan keindahan perempuan dalam paduannya dengan berbagai karakter atau motif strip yang diambil dari dunia fauna. Motif strip pada tubuh zebra dan harimau di situ dihadirkan Iroel lebih dari sekadar strategi estetis, tetapi juga hendak menyuguhkan berbagai bayangan pemaknaan ihwal eksistensi perempuan.

**

DALAM karya Iroel, manusia dan alam merupakan relasi yang niscaya. Dalam konteks eksistensi perempuan Iroel tak beranjak dari kepercayaan yang telah lama diyakini, keindahan dan kecantikan perempuan merupakan bagian dari alam. Sebagaimana alam, kecantikan dan kelembutan perempuan pun selalu menyimpan kekuatan yang menjadi misteri. Misteri inilah yang disimbolkan Iroel lewat wajah dan rambut perempuan dalam metafora kesatuannya dengan keindahan dan kekuatan alam yang direpresentasikan lewat figur zebra dan harimau.

Di atas kanvas Iroel, zebra dengan strip-strip tubuhnya yang unik itu tampak senantiasa menjadi fokus ketimbang menjelaskan detail anatomi hewan tersebut secara keseluruhan. Nyaris dalam setiap kanvas Iroel motif strip binatang itu selalu hadir. Entah yang lekat dan menjadi bagian dari wajah dan tubuh perempuan, latar, atau menjelma dari bagian tubuh perempuan tersebut. Iroel tampaknya hendak meminjam keindahan dan keunikan strip-strip pada hewan tersebut sebagai simbol dari kecantikan dan keindahan perempuan.

Berbeda dengan pelukis yang mengurai seluruh tabu di bagian-bagian tertentu anatomi perempuan demi mengungkap keindahannya, Iroel lebih meletakkan konsentrasinya pada rambut dan wajah. Kedua bagian tubuh ini terasa benar menjadi upayanya dalam melakukan eksplorasi simbolik yang menghubungkannya dengan naluri keindahan dan misteri alam. Intensitasnya untuk memfokuskan peristiwa simbolik serupa itu pada wajah dan rambut, misalnya, tampak pada "Morph".

Seperti pada "Beauty of Crown", "Morp" juga menyuguhkan adegan simbolik ketika surai rambut perempuan yang panjang dan bergelombang lembut itu menjelma seekor zebra. Strip-strip tubuh binatang itu tak hanya menyebar pada rambut perempuan tersebut, tetapi juga pada wajah dan lehernya, dengan pose menyamping dan memandang lurus menerawang. Pada latar, warna cokelat muda dan tua saling menciptakan gelombang gerak. Memandang perempuan dengan kulit wajah dan surai rambut yang menjelma zebra semacam itu, sesungguhnya menjadi tak lagi jelas. Siapa menjelma siapa atau apa, sebab bisa saja bagian tubuh zebra itulah yang menjelma wajah perempuan.

Iroel tampaknya ingin menjelaskan kesatuan keduanya sebagai simbol relasi hubungan manusia dan alam. Akan tetapi, lebih dari itu, dalam realitas alam keduanya adalah simbol dari eksistensi yang senantiasa terancam. Pada konteks figur perempuan, kecantikan dan keindahannya senantiasa menjadi sasaran para pemangsa yang terus mengintainya. Dalam dunia zoologi, keunikan strip-strip pada tubuh zebra juga berfungsi sebagai senjata untuk memanipulasi pemangsa yang mengintainya. Ketika ia dikenakan pada tubuh perempuan, strip-strip itu ingin dimaknai sebagai kecantikan dan keindahan yang juga menjadi senjata. Melindunginya dari pemangsa atau bahkan menaklukkan pemangsa itu.

Harimau tampaknya adalah kehadiran yang menjadi antitesis dari hal itu. Ia sejatinya adalah representasi dari pemangsa. Akan tetapi, di kanvas Iroel, binatang buas itu hanya hadir begitu saja. Binatang itu seolah tak merepresentasikan apa pun untuk menjadi bagian dari apa yang terpapar dalam lukisan. Bahkan, pada beberapa karya seperti "Camouflage"atau "Yin Yang Guardian", seandainya binatang itu tak ada pun tidak akan mengurangi artikulasi visual karya tersebut. Akan tetapi, soal yang hendak direpresentasikan Iroel bukanlah itu. Kehadiran harimau menjadi upaya untuk mendedahkan kekuatan dan kesatuan simbol ihwal batas yang jadi samar antara hubungan pemangsa dan mangsanya.

**

DENGAN style ungkap realis yang fasih, seluruh simbol ihwal eksistensi perempuan itu dituangkan Iroel ke atas kanvas dengan pensil warna. Lukisan dengan teknik drawing pensil tentu saja bukan hal yang baru. Rosid adalah salah seorang pelukis yang dikenal dengan teknik ini. Akan tetapi, berbeda dengan Rosid yang cenderung warna hitam-putih, Iroel menjadikan teknik pewarnaan sebagai kekuatan pada detail karya-karyanya sehingga tampak dan terasa begitu fotografis. Hanya dari jarak setengah meter barulah mungkin orang tahu bahwa itu adalah lukisan. Setelah lebih mendekat lagi, barulah juga ia tahu bahwa lukisan itu dikerjakan dengan media pensil.

Menatap karya-karya Iroel dengan ukuran rata-rata lebih dari 100 x 150 cm, tak hanya menatap kefasihannya dalam melakukan eksplorasi bentuk yang sungguh realis. Akan tetapi, juga bertemu dengan intensitas dan perhitungan yang matang dalam menggoreskan pensil. Menjaga konsentrasi pada irama dan gerak arsir, juga gradasi untuk menimbulkan imaji dan efek cahaya serta gerak. Tumpukan arsir dan gradasi pada detail objek tampak memperlihatkan jejak konsentrasi yang kuat. Terlebih lagi itu dilakukan di atas kanvas berukuran besar yang seluruhnya berbaur dengan perhitungan teknik pewarnaan.

"Sejak awal saya sudah memilih media pensil, meski semua media sudah saya coba. Bagi saya, pensil punya sense-nya sendiri," ujar pelukis alumnus Seni Rupa Universitas Negeri Malang ini seraya menambahkan bahwa dalam sebulan ia harus merogoh kocek Rp 1,2 juta untuk belanja pensil. (Ahda Imran)

Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 14 November 2010

3 comments:

Anonymous said...

SELAMAT DAN SUKSES BUAT IROEL....http://iroelpencilwarna.blogspot.com

ali said...

wah mantab top markotob, mas ku iki....selamat ya mas,,,, selalu suksess menyertai sampean .....

ali said...

wah mantab top markotob, mas ku iki....selamat ya mas,,,, selalu suksess menyertai sampean .....