Jakarta, Kompas - Maraknya penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di sekolah memprihatinkan banyak kalangan. Sebab, sekolah tetap diharapkan menjadi garda terdepan untuk membentuk anak-anak bangsa yang bangga menggunakan bahasa Indonesia.
Jajang, Ketua Asosiasi Guru dan Bahasa Sastra Indonesia, Selasa (9/11), mengatakan, bangsa ini harus punya sikap untuk mencintai apa yang dimiliki, termasuk bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa pemersatu di Tanah Air. ”Jika kita menggaungkan pendidikan berkarakter, harus jelas bahwa karakter yang dibangun karakter Indonesia. Salah satunya dengan membuat anak-anak muda kita mencintai bahasa Indonesia dan bangga menggunakannya,” kata Jajang.
Menurut Jajang, sekolah semestinya tidak ikut-ikutan mendewakan hal-hal yang berbau asing, seperti bahasa Inggris. Di Malaysia, sekolah-sekolah kembali mengajarkan bahasa Melayu. Di Jepang, penggunaan bahasa Jepang tetap yang utama dan Negara Matahari Terbit ini nyatanya tetap diperhitungkan di dunia internasional.
”Kita harus yakin, dengan berbahasa Indonesia, kita tetap bisa berdaya saing global. Tantangan sekarang, bagaimana membuat anak didik mampu memiliki keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang sesuai kaidah berbahasa yang baik,” kata guru SMAN 5 Bandung ini.
Asep Tapip, anggota Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kota Bandung, menambahkan, penguasaan bahasa Inggris memang penting untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia pada era globalisasi. Namun, hal itu bukan berarti bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan.
”Kemampuan guru Bahasa Inggris dalam berkomunikasi bahasa ini saja masih banyak yang kurang baik. Jangan sampai anak-anak didik dirugikan dalam penguasaan pengetahuan karena kendala bahasa,” ujarnya.
Menurut Asep, pembelajaran bahasa Inggris di sekolah itu yang perlu diperbaiki metodenya atau ditambah jam belajarnya. Bisa juga sekolah membudayakan bahasa Inggris dengan membuat hari tertentu sebagai hari berbahasa Inggris, termasuk juga hari berbahasa daerah.
Jangan salah memaknai
Secara terpisah, Jummono, Koordinator Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, mengatakan, orangtua dan sekolah jangan salah memaknai globalisasi, seolah-olah harus merujuk sesuatu yang berbau asing.
Praktisi pendidikan, Mochtar Buchori dan HAR Tilaar, menyatakan, berkualitas internasional jangan dimaknai sempit dengan digunakannya bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Buchori mengatakan, pendidikan itu mesti berfungsi secara seimbang antara menyampaikan pengetahuan (teaching), mengajarkan keterampilan (training), dan membentuk kepribadian (educating).
”Penguasaan bahasa asing pun tidak lagi akan jadi kendala ketika mereka punya kemampuan belajar yang baik,” ungkap Buchori. (ELN)
Sumber: Lampung Post, Rabu, 10 November 2010
No comments:
Post a Comment