-- Brigitta Isworo L
KUASA yang menghancurkan menjadi milik gunung api. Sebagian peradaban dunia pernah hilang akibat sebuah letusan gunung api yang kekuatannya berkali lipat dahsyatnya dibandingkan letusan Gunung Merapi. Merapi yang telah menewaskan lebih dari 100 orang telah membuat kita meratap sejak Selasa (26/10).
Tahun tanpa musim panas”. Itulah yang terjadi ketika suatu hari Senin, 10 April 1815, Gunung Tambora di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, meluncurkan materi piroklastik. Batuan piroklastik berdiameter 2-15 cm terlontar hingga sejauh 40 kilometer.
Letusan berlangsung delapan hari, 5 April-12 April, dengan puncaknya pada 10 April, memuntahkan 150 miliar meter kubik(!) material piroklastik.
Yang tersisa sesudahnya adalah 92.000 orang ditemukan tewas dan sekitar 80.000 orang tetap hidup, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Tambora di Pulau Sumbawa lenyap terkubur, serta suhu bumi turun lebih dari dua derajat celsius (sekitar 5 derajat Fahrenheit). Salju turun pada Juni di Quebec City, Kanada, tanaman pangan di berbagai belahan dunia gagal panen. Sejarawan John Post menyebutnya, ”krisis besar terakhir di dunia Barat”.
Dari buku Bernice de Jong Boers, Mount Tambora in 1815: A Volcanic Eruption in Indonesia and Its Aftermath, suara letusan terdengar hingga di Pulau Bangka (jauhnya sekitar 1.500 km), Bengkulu (1.775 km), dan langit di atas Madura (500 km) gelap selama tiga hari. Puncak Gunung Tambora terpotong 1.400 meter tingginya sehingga tinggal 2.800 meter.
Syair Kerajaan Bima menuliskan bencana kapoliptik tersebut:
”Bunyi bahananya sangat berjabuh/Ditempuh air timba habu/Berteriak memanggil anak dan ibu/Disangkanya dunia menjadi kelabu”.
Terdahsyat
Itulah letusan terdahsyat dalam sejarah modern manusia. Kekuatannya mencapai sekitar Volcanic Explosivity Index (VEI) 7—dari maksimal VEI 8. Indeks ini analog dengan magnitudo pada gempa bumi yang dinyatakan dengan skala Richter. Skala VEI 8 terjadi saat ledakan gunung super Toba pada 73.000 tahun lalu yang menyebabkan terbentuknya Danau Toba—berdiameter 3.000 km.
Letusan gunung api terdahsyat nomor dua di dunia masih dipegang oleh gunung yang berlokasi di Nusantara, yaitu Gunung Krakatau—bukan Gunung Anak Krakatau yang sekarang dalam status waspada.
Pada 27 Agustus 1883, hari Senin, Gunung Krakatau meletus dengan kekuatan VEI 6 yang memicu tsunami setinggi sekitar 50 meter. Sebuah kapal berjarak 80 kilometer pun terlempar terkena embusan angin letusan.
Debu Krakatau mengambang ke seluruh dunia selama dua minggu. Dunia pun gelap. Bertahun-tahun efeknya masih terasa, menyebabkan sinar matahari menjadi berbeda yang menginspirasi para penyair Barat. Salah satunya adalah karya penyair Norwegia, The Scream, yang terinspirasi efek Krakatau.
Pola penyebaran debu vulkanik Krakatau telah membantu pemahaman akan arus angin global. Puncak Gunung Krakatau menghilang dan ”lahirlah” Gunung Anak Krakatau.
Abad ke-20 tiba. Sejarah letusan besar gunung api yang tercatat terbesar ketiga adalah letusan Novarupta yang meletus pada Kamis, 6 Juni 1912, dengan kekuatan VEI 6. Bahan piroklastik ”disedot” dari Gunung Katmai yang berjarak sekitar 10 km dari Novarupta. Katmai kemudian tinggal menjadi kaldera berdiameter sekitar 3 kilometer, kedalaman sekitar 265 meter.
Pinatubo
Filipina merupakan tuan rumah bagi gunung dengan letusan keempat terdahsyat. Sabtu, 15 Juni 1991, gunung yang berlokasi dekat dengan Pangkalan AL Amerika Serikat di Subic Bay, Pulau Luzon, Filipina, meletus dan mengakibatkan 850 orang meninggal dunia serta 66.000 orang harus dievakuasi.
Suhu global langsung turun 3 derajat celsius dan selama tiga tahun berikutnya menjadi lebih rendah 1 derajat celsius—naik dua derajat celsius dibandingkan pascaletusan. Debu piroklastik yang dimuntahkan mencapai 5 miliar meter kubik. Pascaletusan, Pangkalan AL AS di Subic Bay pun ditutup.
Letusan Pinatubo ini adalah yang pertama setelah sekitar 500 tahun gunung itu terdeteksi dormant (tidur).
Letusan itu diperburuk dengan terjadinya angin topan Yunya yang menerjang Filipina pada saat bersamaan.
Selebihnya kita bisa berbicara soal letusan Gunung PelĂ©e yang menelan korban 30.000 jiwa—yang terbanyak pada abad ke-20. Tipe letusannya menjadi dasar penetapan jenis letusan gunung api.
Jangan pula lupa, berabad-abad sebelumnya, letusan Gunung Vesuvius di Yunani telah mengubur peradaban kota Pompei.
Dengan sejarah panjang bencana apokaliptik semacam ini, kita diyakinkan bahwa proses ini akan terus berlangsung sebagai bagian dari proses bumi mencari kesetimbangan baru. Dan, peradaban kita yang hilang pun merupakan bagian dari proses....
Sumber: Kompas, Sabtu, 6 November 2010
No comments:
Post a Comment