Bandung, Antara - Wujud kebudayaan nasional Indonesia menjadi polemik utama karena masih dibentuk dan belum memiliki kesimpulan yang jelas serta dapat diterima oleh semua kalangan.
”Wujud kebudayaan nasional masih akan dibentuk karena belum ada sebuah kesimpulan yang jelas dan diterima semua pihak,” ungkap sastrawan dan budayawan Ajip Rosidi saat peringatan Dies Natalis Ke-52 Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Senin (1/11).
Ajip mengatakan, yang sudah jelas saat ini adalah kebudayaan-kebudayaan daerah, sedangkan kebudayaan nasional belum jelas.
”Ada anggapan bahwa kebudayaan nasional itu harus berlainan dengan kebudayaan daerah,” katanya.
Ajip mengungkapkan, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang masih sama dengan yang dipolemikkan puluhan tahun lalu. Bedanya, pada 1970-an, tema utama yang didiskusikan adalah masalah modernisasi dan westernisasi. ”Sedangkan sekarang yang dipolemikkan adalah masalah globalisasi lebih menjadi perhatian,” ujarnya. Adapun kebudayaan nasional masih terus mencari bentuk.
Buku sastra
Secara terpisah, di sela-sela Temu Sastrawan Indonesia III di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, diluncurkan dua buku sastra berisi karya-karya terbaik cerita pendek dan puisi dari sastrawan Indonesia. Kedua buku itu berjudul Ujung Laut Pulau Marwah (Antologi Cerpen Temu Sastrawan Indonesia III) dan Percakapan Lingua Franca (Antologi Puisi Temu Sastrawan Indonesia III).
”Peluncuran buku ini untuk merangsang sastrawan-sastrawan muda terus berkarya,” ungkap Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjung Pinang Abdul Kadir Ibrahim.
Wali Kota Tanjung Pinang Suryatati A Manan mengatakan, dengan peluncuran dua buku sastra tersebut, sastrawan muda diharapkan memberi warna pada perkembangan sastra modern. (Antara/NAL)
Sumber: Kompas, Selasa, 2 November 2010
No comments:
Post a Comment