-- Asvi Warman Adam*
KETUA Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa melalui siaran pers mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Usulan serupa juga diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia, dan Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi. Semuanya dalam bentuk siaran pers.
Pahlawan nasional berasal dari orang yang gugur dalam perjuangan menentang penjajahan atau membela bangsa dan negara. Atau bisa juga tokoh yang semasa hidupnya memperlihatkan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi yang luar biasa bagi pembangunan serta kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengusulan pahlawan nasional dapat diajukan oleh perorangan, kelompok masyarakat, organisasi, lembaga pemerintah atau nonpemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan yang disahkan Presiden pada tanggal 18 Juni 2009.
Pengajuannya disertai riwayat hidup calon dan perjuangannya; dengan kata lain, usulan itu harus disertai alasan-alasan yang kuat serta dilampiri fakta dan dokumen pendukung.
Dewan gelar
Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 ditetapkan bahwa Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan meneliti dan memberi pertimbangan kepada Presiden mengenai calon penerima gelar pahlawan nasional. Dewan Gelar itu terdiri dari tujuh orang diangkat oleh Presiden berdasarkan usulan menteri (dalam hal ini tentunya Menteri Sosial karena direktorat kepahlawanan nasional terdapat pada kementerian ini). Komposisinya terdiri dari dua orang akademisi, dua orang berlatar belakang militer, dan tiga orang tokoh masyarakat yang pernah menerima tanda jasa atau tanda kehormatan. Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan ini harus terbentuk paling lambat enam bulan setelah undang-undang ini disahkan, berarti sebelum tanggal 18 Desember 2009.
Sepanjang pengetahuan saya, Dewan Gelar ini belum terbentuk sampai sekarang. Menteri Sosial seyogianya segera mengajukan tujuh nama anggota Dewan Gelar ini kepada Presiden agar dapat diangkat. Sementara itu, para pihak pengusul agar segera mengirimkan surat resmi beserta riwayat perjuangan Gus Dur serta persyaratan teknis lainnya melalui dinas sosial (daerah tingkat II dan tingkat I), selanjutnya kepada Direktorat Kepahlawanan Nasional Kementerian Sosial. Kementerian Sosial akan mengajukan kepada Presiden setelah diteliti oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Proses pengajuan pahlawan nasional di atas merupakan jalur resmi. Baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru terdapat tokoh-tokoh yang pengajuannya tidak dari bawah. Nyonya Tien Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional berdasarkan Rapat Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat (Rakor Kesra). Para menteri ini menghadap Presiden Soeharto yang tentu tidak menolak ketika istrinya diusulkan.
Di dalam Pasal 15 Undang-Undang Dasar 1945 yang diamandemen disebutkan bahwa ”Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang.” Jadi, meskipun Presiden memiliki hak prerogatif mengangkat pahlawan nasional, tetapi hal ini harus dilakukan sesuai dengan undang-undang.
Peraturannya sudah dibuat DPR dan disahkan oleh Presiden pada bulan Juni tahun 2009. Presiden seyogianya pula mengambil kebijakan tidak menyalahi aturan hukum. Yang jelas, pengusulan pahlawan nasional tidak bisa melalui siaran pers atau Facebook.
* Asvi Warman Adam, Ahli Peneliti Utama LIPI
Sumber: Kompas, Selasa, 5 Januari 2010
No comments:
Post a Comment