-- Basrowi
SEORANG guru ditanya, hal apakah yang paling menyenangkan dirinya? Guru menjawab bukan uang banyak karena sudah tersertifikasi. Juga bukan dari applaus panjang dari siswanya. Juga bukan saat dipuji, disanjung, digemari, atau saat ditakuti siswanya. Dia sangat bangga kalau muridnya paham dengan apa yang ia ajarkan. Ia sangat puas manakala muridnya berhasil meraih cita-citanya. Ia juga bangga kalau mampu menjelaskan hal yang sulit menjadi mudah. Ia akan bangga kalu mampu memberi pelayanan terbaik bagi muridnya, dan seluruh nasihatnya selalu didengarkan dan diikuti seluruh siswanya.
Setiap hari ratusan ribu bahkan jutaan guru terbangun dari tempat tidurnya untuk melakukan beragai aktivitas rutin mereka. Pertanyaannya, apakah yang menggerakkan hati guru tersebut? Sebagian guru akan menjawab uang, tetapi bagi yang lain, jawaban tersebut tidaklah cukup. Uang mungkin akan menggerakkan guru untuk melakukan tugas-tugasnya, tetapi uang tidak selalu dapat membuat guru melakukan seluruh kegiatannya menjadi bergairah.
Ada hal lain yang memberikan kegairahan, semangat, dan motivasi tinggi, yaitu passion. Bagi guru, passion ia dapatkan manakala siswanya paham, sukses, dan berhasil meraih cita-cita. Kesenangan yang didapatkan guru dapat melampaui hal-hal lain termasuk uang yang diperoleh, maupun sanjungan lainnya. Uang dan popularitas dapat membuat guru melakukan seluruh tugasnya, namun passion dapat membuat guru melakukan seluruh tugas mengajar dengan kegairahan yang luar biasa.
Ia tidak lagi mencintai pekerjaan lain sebesar cintanya sebagai guru. Pekerjaan lain yang ia kerjakan tidak akan mampu mendapatkan kebahagiaan sebesar kebahagiaan manakala ia mengajar, dan saat siswa paham dengan apa yang ia jelaskan. Kasus berbagai kekerasan yang dilakukan oleh guru, tentu disebabkan guru tersebut tidak mempunyai passion sebagai guru. Guru yang mempunyai passion manakala ia mampu menjadikan seluruh ucapannya adalah nasihat, seluruh tulisannya adalah buah karya ilmiah, seluruh tindakannya adalah tauladan, seluruh pola perikelakuannya sesuai norma dan adat yang berlaku secara universal.
Kasus guru favorit yang pernah digelar media massa untuk mendapatkan guru terfavorit menurut versi siswa, dengan hadiah uang, umroh ke tanah suci, dan berbagai hadiah menarik lainnya, sesungguhnya bukan cara yang bijak untuk mendapatkan atau menjaring guru yang benar-benar punya passion tinggi. Cara-cara seperti itu akan membuka peluang terjadinya manipulasi dengan menggiring siswa-siswanya memilih dirinya dengan car-cara yang tidak sehat. Pemilihan guru yang mempunyai passion tinggi, tidak dapat dilakukan dengan cara sesederhana itu.
Guru yang punya passion akan selalu membuat persiapan mengajar (RPP) dengan sebaik-baiknya. Seluruh karya tulisannya mendapat apresiasi dari seluruh kalangan pembaca terutama siswanya. Ia akan terus-menerus memperdalam penguasaan materi bidang keilmuannya dalam setiap saat, tanpa harus menunggu kapan ia akan mengajar. Dengan demikian, tidak ada istilah guru hanya menang semalam dalam memahami materi pelajaran dibandingkan siswa.
Metode yang dipilih pun pasti benar-benar metode yang sesuai dengan materi ajar dan selera siswa. Dapat dikata, metode yang dipakai pasti metode yang paling inovatif dan mampu menghilangkan rasa bosan siswa sehingga siswa di dalam kelas bukan merasa di penjara. Kemampuan guru dalam memilih metode pembelajaran inovatif tentu bukan hanya berdasarkan pada hasil pembacaan terhadap buku-buku, tetapi juga berdasarkan hasil pembacaan kemampuan siswa.
Seluruh media pembelajaran yang dibuat guru benar-benar mampu mempermudah siswa dalam memahami materi yang diberikan. Ia akan memilih, membuat, dan menerapkan media semenarik mungkin. Sangat mungkin guru akan berkolaborasi dengan siswa dalam memproduksi media. Media yang diproduksi tentu tidak harus berbasis IT. Media yang menarik untuk siswa bukan terletak pada mahal murahnya media itu, akan tetapi sampai seberapa jauh media tersebut mampu meningkatkan taraf pemahaman siswa.
Dalam proses pembelajaran, ia akan selalu berusaha berkolaborasi dengan teman sejawat, baik dalam satu sekolah, maupun luar sekolah seperti musyawah guru mata pelajaran (MGMP) atau kelompok kerja guru (KKG). Dalam pertemuan itu, ia akan selalu sharing dengan guru lain dengan tetap menghormati kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, Ia akan selalu mengoreksi kekurangan diri, sehingga tidak pernah tertinggal baik dalam penguasaan materi pelajaran maupun informasi dan teknologi (IT). Ia akan selalu menggali berbagai informasi yang dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajarannya.
Ia akan selalu menjaga harkat dan martabat diri sehingga menjadi guru yang penuh dedikasi, inisiatif, dan inovatif. Ia akan selalu mencari terobosan yang mampu mengatasi berbagai kendala dalam memecahkan masalah di kelas dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Ia akan selalu membagi pengalaman menarik yang dapat dipetik hikmahnya bagi siswa sehingga siswa tidak mudah menyerah. Apabila menemukan hal-hal menarik saat ia membaca buku maupun alam semesta, selalu ditulis dan diingat untuk dapat memperkaya materi pelajaran secara kontekstual.
Ia akan sangat menghormati pluralisme dan multikulturalisme. Pantang menyerah walau ditempakan di daerah yang terpencil, terpencar, perbatasan, daerah konflik, atau daerah kepulauan yang terpelosok dan sangat jauh dengan keramaian kota. Ia akan selalu membela kebenaran walau pait ia rasakan. Ia juga akan selalu berkata jujur walau berdampak buruk pada dirinya. Tidak terpengaruh gaya hidup yang konsumtif, komersial, atau glamor, tetapi akan selalu berusaha terhindar dari sifat kolot, kampungan, kusut, ketinggalan zaman atau ke-jadul-an.
Tidak akan pernah mau menipu diri, orang lain, orang tua siswa, lembaga, organisasi, profesi, bangsa dan negara dengan cara memanipulasi hasil kerja siswa, baik terorganisasi secara sistemik maupun individual. Ia tidak akan mampu tergoda dengan berbagai rayuan, pujian yang menyesatkan, atau bahkan iming-iming jabatan dan karier. Ia akan teguh dengan pendirian dan tidak akan melaksanakan semua perintah curang dari siapa pun termasuk dari atasan langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, Ia tidak akan mau dijadikan alat kekuasaan, politik, maupun birokrasi.
Banyaknya guru yang beralih profesi menjadi pejabat, tentu ia tidak mempunyai passion sebagai guru sejati. Kalau kita lihat sosok Ki Hajjar Dewantoro, ia sungguh mempunyai passion guru yang luar biasa. Banyaknya tawaran dari penguasa untuk duduk menjadi seorang birokrat tinggi sekalipun, semua itu tidak membuat passion menjadi guru luntur.
Kesimpulannya adalah, apa yang menjadi passion bagi seorang guru, belum tentu menjadi passion bagi guru yang lain meskipun sama-sama mengerjakan profesi sebagai guru. Namun, guru yang memiliki passion lebih kuat, dia yang akan dapat bertahan lebih lama dan memiliki kemungkinan behasil lebih besar menjadi guru yang benar-benar profesional.
* Basrowi, Dosen FKIP Unila
Sumber: Lampung Post, Sabtu, 23 Januari 2010
No comments:
Post a Comment