Sunday, January 10, 2010

Satjipto Rahardjo, Bapak Reformasi Polri

SEMARANG, KOMPAS - Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian mengakui guru besar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof Dr Satjipto Rahardjo, sebagai Bapak Reformasi Kepolisian Negara RI.

Kerabat dan teman dekat menghantarkan Prof Satjipto Rahardjo ke pemakaman di Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (9/1). Satjipto, yang meninggal pada Jumat (8/1), adalah guru besar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro sekaligus yang memperkenalkan mazhab hukum progresif.(KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)

”Ketika mengajar di PTIK, Satjipto selalu menekankan tentang pentingnya perubahan budaya dan perilaku Polri menuju efektivitas penegakan hukum,” kata Gubernur PTIK Brigjen (Pol) Agus Wantoro, saat pemakaman Satjipto Rahardjo di Kompleks Pemakaman Undip, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (9/1).

Satjipto Rahardjo, yang meninggal pada Jumat pukul 09.15 di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta, dimakamkan kemarin pukul 09.20 setelah disemayamkan di Auditorium Undip sekitar dua jam sebelumnya.

Selain keluarga dan kerabat, pemakaman Satjipto turut dihadiri berbagai tokoh, seperti Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi, Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Alex Bambang Riatmodjo, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Arief Hidayat.

Menurut Arief Hidayat, semasa hidupnya, Satjipto Rahardjo selalu berpesan agar hukum yang berlaku di Indonesia semestinya bukan sekadar tertera di perundang-undangan. Hukum seharusnya dapat membahagiakan masyarakat luas.

”Pesan tersebut selalu disampaikan beliau ketika mengajar di kelas ataupun ketika berada di luar kampus,” ujar Arief

Satjipto dikenal sebagai penggagas hukum progresif. Hukum dalam kerangka pemikiran Satjipto adalah hukum yang bisa memberikan rasa keadilan dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, bukan justru menyulitkan mereka.

Progresif

Arief mengungkapkan, Satjipto konsisten menyuarakan hukum progresif untuk kemaslahatan umat. Untuk itu, guru besar lainnya di Fakultas Hukum Undip akan berupaya meneruskan pemikirannya.

Muladi menambahkan, pemikiran Satjipto belum dapat diterapkan di Indonesia karena aparat penegak hukum selama ini hanya mengejar kepastian hukum, tidak melihat aspek keadilan dan kemanfaatan. Padahal, hukum dalam pendekatan sosiologi tidak dipandang dari apa yang terdapat dalam undang-undang, tetapi yang ada pada masyarakat.

Aparat seharusnya menafsirkan hukum sesuai dengan konteks sosial pada saat hukum diterapkan serta harus menggali nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. ”Kalau mereka hanya jadi mulut UU akan sangat berbahaya karena UU selalu ketinggalan zaman,” ujar Muladi, yang pernah menjadi mahasiswa Satjipto di Undip tahun 1971.

Rektor Undip Susilo Wibowo mengatakan, Undip berencana menganugerahi Undip Award 2010 kepada Satjipto sebagai bentuk penghargaan atas jasa dan kontribusinya selama ini baik secara keilmuan maupun kelembagaan. ”Beliau telah meletakkan pemikiran penting dalam perkembangan hukum di Indonesia dan ikut membidani munculnya program Doktor Ilmu Hukum di Undip,” tuturnya.

Bagi pihak keluarga, Satjipto tidak hanya hadir sebagai suami, ayah, atau kakek, tetapi juga menjadi guru dan sahabat.

”Ayah selalu mengajarkan pada kami untuk bersyukur dan optimistis,” kata Paramita Syukur (51), putri sulung Satjipto. (ILO)

Sumber: Kompas, Minggu, 10 Januari 2010

No comments: