MENYANDANG predikat musisi senior di tengah lajunya perkembangan musik Tanah Air, ternyata amat berat. Musisi senior bukan berarti seorang pakar. Dikatakan Titiek Puspa, istilah senior bisa jadi hanya dilihat berdasarkan rentang waktu karier seorang musisi. Jadi, jangan langsung bangga dengan istilah senior.
Titiek Puspa (SP/Abimanyu)
Dalam dunia seni dan budaya, Titiek Puspa tergolong musisi senior. Namun, bukan sembarang senior. Eyang (nenek) dari 14 cucu ini adalah seorang senior berbakat yang karyanya tak lekang oleh waktu.
Karya abadi Titiek bisa dilihat dari lagu-lagu ciptaannya yang hingga kini masih enak didengar. Bahkan, sebuah band ternama Peterpan tertarik mengaransemen ulang lagu Kupu Kupu Malam. Lagu itu pernah menjadi andalan Titiek pada tahun 1977.
Sebagai seorang pekerja seni yang sudah banyak menyumbangkan karya-karyanya, Titiek tetap merasa masih ada yang kurang. Ia ingin melakukan sesuatu yang berharga untuk bangsa dan negara. Satu dari banyak cita-cita Titiek, yakni mendorong pemerintah membangun sebuah museum khusus Seni dan Budaya di Indonesia.
"Dari dulu saya ingin pemerintah membangun sebuah museum khusus untuk bidang seni dan budaya. Lewat museum itulah, masyarakat bisa mempelajari perkembangan budaya sejak zaman dulu hingga sekarang," urai Titiek kepada SP belum lama ini.
Masyarakat Indonesia, yang katanya negara seni dan budaya, menurut Titiek belum mampu menghargai hasil karya para senimannya. Baik itu seni tari, seni musik, seni lukis, maupun jenis seni lainnya. Ambil contoh dari genre seni musik. Anak-anak muda sekarang belum tentu mengenal siapa saja musisi senior yang layak menjadi panutan. Bahkan, ketika ditanya siapa penyanyi panutan mereka, spontan sederet nama musisi internasional terlontar dari mulut. Sementara nama musisi lokal, seolah terlupa.
Fakta sederhana itu memang kerap terjadi. Bagi perempuan kelahiran Kalimantan Selatan 1 November 1937, anak-anak muda tidak sepenuhnya salah. Apalagi, bila sejak dini mereka tidak pernah mengenal keberadaan musisi lokal. Sementara itu, untuk mencari tahu siapa musisi Tanah Air yang berbakat, tidak ada tempat khusus yang menyediakannya.
Keberadaan museum seni dan budaya, dipercaya Titiek bisa menjadi jalan keluar untuk generasi penerus bangsa. Museum mungkin bisa berisi tapak tilas para musisi dan pekerja seni tersohor di Indonesia. Selain perjalanan hidup, karya-karya andalan para musisi juga layak diabadikan di museum.
"Setidaknya, melalui museum itu generasi muda bisa mengetahui siapa saja cikal bakal musisi dan pekerja seni Indonesia. Bila mereka sudah tahu, otomatis mereka bisa lebih menghargai karya seni para seniman," ungkapnya.
Modal Suara
Sebagai penyanyi senior, diakui Titiek, modal utamanya hanya suara. Sejak kecil, perempuan yang bernama asli Sumarti ini memang pandai bernyanyi. Bahkan hingga kini, modal utamanya tetap terjaga kualitasnya. Hanya kondisi fisik yang menghambat Titiek untuk bernyanyi.
Awalnya, Titiek dilahirkan dengan nama Sumarti. Tidak lama kemudian, sang ibu Siti Mariam mengganti namanya menjadi Sudarwati. Dulu, Sudarwati kecil tumbuh menjadi anak yang pendiam, pemalu, dan rendah diri. Tak jarang ia menangisi dirinya. Tubuh Sudarwati yang lemah, karena kerap terserang tifus membuatnya tidak punya banyak teman.
Dalam kesendirian, Sudarwati pun kerap menghibur diri dengan bernyanyi. Hingga suatu hari, saat duduk di bangku SMP, Sudarwati kembali berganti nama menjadi Titiek Puspa. Nama Titiek adalah panggilan kecilnya, sementara Puspa diambil dari nama sang ayah, Tugeno Puspowidjojo.
Bakat alami menyanyi Titiek, kian lama memuncak. Baginya, tiada hari tanpa bernyanyi. Tetapi, sayangnya pihak keluarga tidak mendukung cita-cita Titiek sebagai penyanyi. Dulu, penilaian masyarakat terhadap seorang penyanyi wanita masih negatif. Untunglah, Titiek pantang menyerah. Bersama dengan sang kakak, Sumarno, Titiek akhirnya bisa menekuni dunia tarik suara dan seni peran.
Hingga kini, sebanyak 22 penghargaan di bidang musik sudah diterimanya. Selain di bidang musik, ia pun dianugerahi delapan penghargaan di bidang budaya dan sembilan penghargaan di bidang lain.
"Semua penghargaan yang saya peroleh adalah kebaikan Yang Mahakuasa. Ia memberikan saya modal suara yang tidak dimiliki semua orang. Bahkan, Ia juga yang menjaga kualitas suara saya," ujar Titiek merendah.
Tidak hanya bakat menyanyi, ia juga bisa menari. Perempuan yang pernah menikah tiga kali ini juga dikenal sebagai Ratu Operet Indonesia. Operet terkenal dan yang paling ditunggu oleh masyarakat, yakni operet berjudul Bawang Merah dan Bawang Putih (1972). Setelah sukses bermain operet, Titiek pun melebarkan langkahnya ke dunia layar lebar. Beberapa film layar lebar asuhan sutradara-sutradara terkenal, pernah ia lakoni.
Kini, pada usia yang sudah menginjak 72 tahun, Titiek hanya berharap kemunculan generasi penerus yang benar-benar peduli pada seni dan budaya Indonesia. Sehingga, istilah Indonesia adalah negara seni dan budaya bukanlah isapan jempol semata. [A-23]
Sumber: Suara Pembaruan, Jumat, 8 Januari 2010
No comments:
Post a Comment