Judul : Perahu Kertas
Penulis : Dee (Dewi Lestari)
Penerbit : Bentang Pustaka (Yogyakarta) dan Truedee Pustaka Sejati (Bandung)
Cetak : 2009
Tebal : xii+444 Halaman
NOVEL masih mungkin untuk menyemaikan kisah-kisah romantis dan sentimentil. Dee (Dewi Lestari) membuktikan persemaian itu dengan menghadirkan novel Perahu Kertas pada pembaca. Novel populer ini sengaja diolah dalam narasi-narasi mengambang untuk membuat pembaca menyimpan tanya dan sanggup memasuki ruang-ruang reflektif dalam tempo lumayan lamban. Perahu Kertas menjadi realisasi dari keinginan Dee mengafirmasi dan menginterpretasi berbagai sumber gairah estetis pada masa lalu. Rekonstruksi masa lalu mengacu pada Katyusha, Popcorn, Indigo Girls, dan Reality Bites. Empat referensi ini menjadi nyala imajinasi dalam penggarapan Perahu Kertas dan menghasilkan kisah menakjubkan.
Tokoh dan karakter dalam Perahu Kertas tampak menuruti kemauan pengarang dalam memerkarkan konstruksi biografi pelukis dan penulis dongeng. Dee tampak meyakinkan ketika menghadirkan tokoh Kugy dengan impian menjadi penulis dongeng dan dilema Keenan untuk menjadi pelukis. Tokoh perempuan dan lelaki unik ini dipertemukan awal di Bandung saat menempuh kuliah. Pertemanan terbentuk dengan melibatkan sentuhan-sentuhan rasa tak biasa. Ikhtiar menjadi penulis dongeng dan pelukis digerakkan dengan fragmen-fragmen percintaan, konflik keluarga, dilema identitas, partisipasi dalam pendidikan alternatif, dan dialektika identitas kultural di kota.
Jalan untuk mengikatkan diri antara Kugy dan Keenan tidak semulus bayangan dan rancangan. Kerenggangan dan perpisahan kerap terjadi tanpa ada jalan keluar untuk meluapkan hasrat cinta dengan kelugasan dan keberimanan atas cinta dan cita. Menulis dongeng dan melukis membuat mereka mendapati titik temu untuk membagi kisah hidup dan menyusun biografi dalam perhitungan-perhitungan risiko.
Kugy sejak awal merasa perlu memupuk diri dengan optimisme kendati situasi sosial kurang merestui. Kehadiran Keenan mengobarkan gairah menulis. Kugy merasa ada suntikan besar ketika Keenan secara intensif dan antusias memberi apresiasi konstruktif. Kisah kasih mereka lalu mengalami konflik dan intervensi dari orang lain dengan konsekuensi pasang surut rasa cinta dan memiliki.
Dee menunjukkan kelihaian dalam meletakkan bab-bab cerita dan mengolah kisah-kisah kebetulan tanpa vulgar. Ketebalan novel Perahu Kertas membuktikan pola kesabaran untuk pembaca sanggup menelan cerita dengan haru dan penasaran. Dee tampak sabar untuk menciptakan ketegangan dari keterpisahan Kugy-Keenan dan detik-detik pertemuan kembali dengan rangkaian peristiwa-peristiwa mengejutkan.
Kehadiran Perahu Kertas semakin mengentalkan persepsi tentang kepengarangan Dee. Goenawan Mohamad (2006) mengungkapkan pujian untuk Dee: "Jika ada yang memikat pada Dee adalah cara dia bertutur: ia peka pada ritme kalimat. Kalimatnya berhenti atau terus bukan hanya karena isinya selesai atau belum, tapi karena pada momen yang tepat ia menyentuh, mengejutkan, membuat kita senyum, atau memesona."
Perahu Kertas sebagai novel populer mungkin merupakan titik lanjutan dari fenomena Marga T., Mira W., Ashadi Siregar, Eddy D. Iskandar, dan lain-lain. Dee ada dalam jalan panjang kesuburan genre novel populer di negeri ini tapi memiliki ciri dalam pematangan cerita dan pembuatan komposisi bahasa. Dee tidak melantur atau menciptakan menu cerita penuh omong kosong.
Perahu Kertas terasa intim dengan cara pembaca menerima dan menilai realitas kaum muda dengan pelbagai impian dan romantisme. Dee begitu terbuka dalam usaha menerima tanggapan pembaca untuk memberi nilai pada Perahu Kertas. Hal itu dibuktikan dengan model komunikasi virtual untuk pamrih menampung pelbagai pendapat dan meletakkan novel sebagai alasan merayakan imajinasi secara individual dan kolektif.
Penulisan novel Perahu Kertas diakui Dee sebagai proyek "bunuh diri". Novel ini telah lama tertidur selama sebelas tahun tanpa ada kabar penyelamatan. Kondisi berubah ketika Dee disadarkan bahwa Perahu Kertas pantas dihidupkan dan disebarkan sebagai suguhan pada publik pembaca saat ini. Semula novel itu memakai format cerita bersambung dengan judul Kugy & Keenan.
Kerja keras dilakukan meski mempertaruhkan otoritas kreativitas dan godaan pasar. Dee menuliskan ulang rancangan lama dan merampungkan Perahu Kertas selama 55 hari dengan hasil novel sepanjang 75 ribu kata. Novel itu lekas digulirkan dalam bentuk novel digital pada tahun 2008 dengan sambutan meriah dari pembaca. Perahu Kertas tercatat sebagai novel digital terlaris hingga kini.
Kehadiran Perahu Kertas mungkin agak menyentak pembaca fiksi-fiksi Dee pada masa lalu. Dee menyadari Perahu Kertas seperti menempuh jalan lain dari opini publik terhadap kapasitas kepengarangan melalui Supernova atau Filosofi Kopi. Dee mengakui novel dengan genre populer ini jadi bukti untuk pertaruhan kepengarangan: "Inilah salah satu tapak langkah saya untuk menjadi penulis lintas usia lintas segmen."
* Bandung Mawardi, Peneliti Kabut Institut Solo dan Pemimpin Redaksi Jurnal Kandang Esai
Sumber: Lampung Post, Minggu, 17 Januari 2010
No comments:
Post a Comment