KRITIK sastra yang ideal merupakan bentuk perayaan atas penciptaan. Seraya menakar mutu sebuah karya,kritik yang unggul adalah merespons karya tersebut,mengaktualkan hal-hal yang potensial pada karya yang ditelaah itu dan dengan begitu menciptakan kepingan karya yang baru.
”Telaah yang istimewa adalah sebuah karya sastra tersendiri.Karya sastra yang bisa berdiri sendiri tapi kehadirannya dimungkinkan oleh karya yang ditelaah,”tandas dewan juri telaah sastra Nirwan Ahmad Arsuka,pada malam anugerah telaah sastra yang digelar Dewan Kesenian Jakarta (DKJ),kemarin.
Pernyataan Nirwan seolah-olah hendak menyindir peserta Sayembara Telaah Sastra DKJ yang menurutnya tidak ada satu pun telaah yang benar-benar berhasil merayakan penciptaan dengan memekarkan temuan baru yang kokoh. Sayembara Telaah Sastra yang digelar DKJ meloloskan 76 naskah untuk kemudian dinilai oleh juri.
Sayangnya lebih dari separuh naskah yang diterima tidak memenuhi dan meyakinkan satu kriteria penjurian. ”Tak ada satu pun telaah yang benar-benar berhasil merayakan penciptaan dengan memekarkan temuan baru yang kokoh,”tandas Nirwan.
Menurut Nirwan,perayaan tersebut akan tercipta manakala telaah yang dilakukan memenuhi seluruh kriteria.Salah satunya ketajaman dalam menggali kerajinan karya,telaah yang inspirasi dan orisinal, argumentasi yang meyakinkan dan keberanian menafsir dan kesegaran perspektif.
”Perayaan itu secara teknis akan terjadi jika sang penelaah tak hanya suntuk dengan craftsmanship karya yang ditelaahnya,tapi juga serentak menunjukkan craftsmanship ketika ia menganyam telaahnya sendiri,” papar Nirwana,alumnus jurusan Teknik Nuklir UGM Yogyakarta.
Nirwan mengatakan naskah yang tidak memenuhi kriteria penjurian tersebut umumnya merupakan naskah yang menghadapi karya sastra dan hendak ditelaahnya yang tidak sebagai lawan main,tetapi lebih sebagai pelayan dari keinginan si penulisnya. Dewan juri Sayembara Telaah Sastra DKJ 2010 sendiri akhirnya memilih tiga karya terbaik dan empat naskah lain yang juga memperoleh penghargaan.
Tiga naskah tersebut,naskah pertama yakni Metafiksionalitas Cala Ibi: Novel yang Bercerit,dan Menulis tentang Dirinya Sendiri.Telaah ini ditulis oleh Bramantio,seorang dosen di Univeritas Airlangga Surabaya. Dalam telaah yang ditulis Bramantio,relatif paling banyak memenuhi kriteria penjurian. Naskah ini tekun merekonstruksi craftsmansjip sastrawi karya yang ditelaahnya. Dengan sistem hubungan yang bersifat metafisik, Cala Ibimemang dapat dibaca dalam logika yang dibangun sendiri.
Menurut dewan juri, telaah ini menjelaskan dengan rinci dan membuktikan adanya sistem hubungan yang tersembunyi, dan menyediakan salah satu strategi pembacaan atas novel tersebut. ”Telaah yang amat panjang lebar ini berhasil menjadi contoh pembedahan karya sastra yang meyakinkan,tapi belum berhasil menjadi sebuah tanggapan kreatif atas Cala Ibisendiri,”tandas Nirwan.
Naskah kedua,yakni Benda-Benda,Bahasa dan Kala: Mencari Simetri Tersembunyi dalam Teman-Temanku dari Atap Bahasa karya Afrizal Malna. Karya ini ditulis oleh Tia Setiadi,salah satu peneliti ahli pada Parikesit Institute yang juga salah satu penulis esai dan sajak. Dalam naskah ini,menurut Dewan Juri penulis berhasil memperlihatkan keberanian dalam menelaah ciptaan literer.Kupasan antara konteks zaman dan kepenyairan menjadi dasar pemahaman gaya penyair.
Naskah ketiga,yakni Sapardi dan Tanda: Telaah Semiotik atas Kumpulan Puisi Kolam. Naskah karya Ridha al Qadri ini menghadirkan telaah yang sangat patuh pada satu jenis teori yang dipakai untuk menakar beberapa puisi Sapardi. Naskah ini dengan jeli dan peka melihat perbedaan-perbedaan hubungan makna dalam pemakaian suatu tanda dalam beberapa sajak di kumpulan Kolam.
Naskah yang terpilih sebagai juara pertama,yakni karya Bramantio kemudian disusul Tia Setiadi dan Ridha al Qadri.Ketiganya berhak untuk membawa pulang hadiah dan karyanya berhak untuk diterbitkan. Ketua Pengurus Harian DKJ,Marco Kusumawijaya menanggapi atas malam anugerah Sayembara Telaah Sastra mengatakan telaah sastra merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mengembangkan sastra.
Ia melihat,selama ini Bahasa Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menghadapi sastra asing. Sastra Indonesia,papar Marco, mendapatkan tantangan bukan di luar negeri, tetapi di dalam benak manusia Indonesia. ”Di mana-mana kita saksikan orang tak lagi mampu menggunakan bahasa Indonesia secara lugas, apalagi puitis,” tandas Marco. Untuk itu,Marco berharap Bahasa Indonesia bisa dikembangkan, diperluas, ditingkatkan dan diperdalam pemakaiannya.
Malam anugerah Telaah Sastra selain memberikan penghargaan terhadap tiga naskah yang menjadi juara,juga memberikan penghargaan kepada empat naskah lain.Empat naskah tersebut masing-masing Konvesni dan Improvisasi Dalam Novel Misteri Perkawinan Mautkarya Adrianus Pristiono; Pembawa Mataharikarya Abdul Hadi WM yang ditelaah Arif Hidayat;Asmara dalam Sajak Asmaradana karya Gunawan Muhammad yang ditulis Baban Wanita; dan terakhir Dari Jagat Fantasi. Konsep-konsep sufistik hingga sihir retorika: Telaah atas Novel Cala Ibi yang ditulis Tjahjono Widijanto.(sofian dwi)
Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 17 Januari 2010
No comments:
Post a Comment