Wednesday, July 09, 2008

Temu Sastrawan: Puisi Penuh Publisitas, Prosa Mencengangkan

JAMBI, KOMPAS - Kemeriahan dan kegairahan menulis puisi akhir-akhir ini, intensitasnya jauh melebihi masa-masa sebelumnya. Namun, kemeriahan publikasi puisi saat ini tidaklah dengan sendirinya merupakan indikator bahwa tingkat kematangan dan kekuatan visi penulis atau penyair sekaligus tercapai dengan sempurna.

Lain halnya prosa fiksi Indonesia, arah perkembangannya membanggakan dan mencengangkan. Gaya dan tema jauh lebih bervariasi serta penguasaan materi kisah lebih dalam.

Demikian pokok-pokok pikiran yang mengemuka dalam Temu Sastrawan Indonesia I di Kota Jambi, Provinsi Jambi, Selasa (8/7). Tampil sebagai pembicara sastrawan dan ahli sastra dari Universitas Negeri Padang, Dr Haris Effendi Thahar; guru besar emeritus pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja (sekarang Universitas Pendidikan Singaraja), Sunaryono Kasuki KS; dan kritikus sastra, Prof Dr Suminto A Sayuti.

Haris mengatakan, angkatan muda usia yang produktif menulis dan memublikasi puisi saat ini merupakan kelanjutan dari generasi sebelumnya yang telah menghindari tradisi sajak-sajak lirik yang memaksakan bunyi. Namun, lirik-lirik panjang dan pendek tetap saja berusaha membangun narasi-narasi profan yang tampaknya berusaha lebih bebas dalam mencapai kesan estetik.

”Capaian estetik puisi-puisi Indonesia mutakhir belumlah memperlihatkan perubahan yang besar atau suatu mainstream yang kuat seperti kuatnya Chairil Anwar. Kuantitas dan keseragaman pengucapan bahasa lebih menonjol ketimbang pencapaian estetik puisi,” ungkap Haris.

Sunaryono mengatakan, arah perkembangan prosa fiksi Indonesia akhir-akhir ini membanggakan dan mencengangkan. Gaya dan tema jauh lebih bervariasi, dan penguasaan materi kisah lebih dalam. Pengarang-pengarang masa lalu tenggelam oleh prestasi-prestasi pengarang muda masa kini.

”Prosa fiksi Indonesia mengalami kemajuan pesat sejak munculnya Belenggu yang kemudian disusul oleh karya Pramoedya Ananta Toer dan Mochtar Lubis pada tahun 1950-an,” katanya.

Sementara itu, dalam pengajaran sastra, Suminto A Sayuti mengatakan, strategi transaksional merupakan strategi yang tepat dan perlu dikembangkan dalam pembelajaran sastra, apalagi jika dikaitkan dengan pencapaian tujuan utamanya, yakni terbinanya apresiasi litelatur. (NAL)

Sumber: Kompas, Rabu, 9 Juli 2008

No comments: