SETELAH eksis selama 11 tahun (1997-2008), FLP telah melahirkan ratusan karya buku cerita. Semuanya bernapaskan Islam. Pemasarannya tergolong bagus. Bahkan, semakin banyak penerbit dari berbagai kalangan yang mengajak FLP bekerja sama. Meski booming fiksi Islami yang dimotori FLP agak menurun belakangan ini, anggota FLP terus bersemangat menerbitkan buku.
Menurut database pengurus FLP Pusat, dari sekitar 5.000 anggota, telah lahir lebih dari 600 karya. Karya-karya tersebut menurut Ketua Umum M. Irfan Hidayatullah, terdiri atas karya-karya pribadi anggota, juga antologi para penulis daerah yang dikumpulkan rekan-rekan muda FLP di daerah. Sebagian besar royalti biasanya didedikasikan untuk kemanusiaan, juga untuk operasional kegiatan kepengurusan FLP.
Antologi-antologi FLP wilayah yang telah diterbitkan di antaranya, Doa untuk Sebuah Negeri - FLP Aceh (Syaamil, 2001), Atas Nama Cinta - FLP Bandung (Syaamil, 2000), Salsa Tersayang - FLP Kaltim (Syaamil, 2000), Tarian Sang Hudoq - FLP Kaltim (Syaamil, 2001), dan Kucing Tiga Warna - FLP Sumatera Selatan (Syaamil, 2002).
Selain buku karya pribadi dan antologi bersama, anggota FLP juga menerbitkan karya-karya untuk kemanusiaan. Program ini merupakan bagian dari kampanye "Sastra untuk Kemanusiaan", di mana rekan-rekan FLP mengumpulkan tulisan dan menerbitkannya. Seluruh royalti didedikasikan untuk kemanusiaan, seperti bencana alam, tokoh sastra, dan kegiatan amal.
Beberapa antologi cinta yang telah diterbitkan, Nyanyian Perjalanan (Syaamil, 2000), untuk anak-anak jalanan, Doa Untuk Sebuah Negeri (Syaamil, 2000), untuk janda korban DOM, juga untuk membangun kegiatan sosial FLP di Nanggroe Aceh Darussalam, Ketika Duka Tersenyum (FBA Press, 2001), untuk biaya pengobatan penulis Pipiet Senja, dan Merah di Jenin (FBA Press, 2002), untuk anak-anak Palestina, disumbangkan melalui Mer-C.
Program lain yang lebih berorientasi kepada masyarakat adalah dibentuknya Rumah Cahaya.
Program FLP ini merupakan bagian dari kampanye membaca dan menulis dan kontribusi FLP terhadap masyarakat.
Rumah Cahaya berdiri pertama kali di Depok pada 2003 hasil bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. Rumah ini kemudian dikenal dengan Rumah Cahaya Depok. Menyusul Rumah Cahaya Penjaringan hasil kerja sama dengan FOJIS Penjaringan Jakarta.
Rumah Cahaya merupakan tempat untuk masyarakat yang datang membaca buku atau majalah, sekaligus memiliki kesempatan menuangkan pikiran dan gagasan dalam bentuk tulisan. Tempat ini memberikan kesempatan bagi kalangan umum, khususnya kaum duafa untuk membaca lebih banyak buku, majalah, dll., sehingga wawasan mereka lebih berkembang.
Rumah Cahaya juga mendukung kalangan umum, terutama duafa yang berminat di bidang tulis-menulis untuk belajar menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Diharapkan kualitas kehidupan mereka kelak bisa lebih baik.
Secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan Rumah Cahaya FLP meliputi bimbingan menulis untuk anak dan remaja, dongeng untuk anak, diskusi dan peluncuran buku, teater, dan lain-lain.
Rumah Cahaya FLP sudah berdiri di beberapa wilayah, seperti Rumah Cahaya Depok di Jln. Keadilan Raya No. 13 Depok; Rumah Cahaya Penjaringann di bawah tol bandara, Pasar Ciplu, Kampung Rawa Bebek, Penjaringan Jakarta Utara; Rumah Cahaya Bandung di Jln. Kopo Sayati Gg. Umroh No. 174 RT 05 RT 07 Bandung; Rumah Cahaya Pekalongan di Jln. Laksamana Yos Sudarso Gg. II No. 327B Kepatihan Wiradesa Pekalongan; Rumah Cahaya Medan Rumah Cahaya Aceh; dan Rumah Cahaya Jati Padang, Jakarta Selatan. (Eriyanti/"PR")***
Sumber: Pikiran Rakyat, Rabu, 2 Juli 2008
No comments:
Post a Comment