Monday, November 17, 2008

Keterpurukan Indonesia dalam Bait-bait Puisi

[JAKARTA] Pesta demokrasi segera datang. Masyarakat Indonesia sangat berharap adanya perubahan dalam segala bidang demi perbaikan. Perubahan? Itu adalah hal yang tidak mudah. Tetapi, perubahan itu bisa saja terwujud jika bangsa ini dipimpin oleh pemimpin yang bijaksana, memiliki hati nurani, mampu bersikap adil, dan lain-lain.

Penulis Remy Sylado membacakan puisinya pada acara Pembacaan & Musikalisasi Puisi dalam memeriahkan HUT ke-40 Taman Ismail Marzuki, di Jakarta, Sabtu malam (15/11). (ANTARA/Dodo Karundeng)

Kalau pesta demokrasi yang jatuh pada bulan April 2009 nanti, ternyata negeri ini gagal menghadirkan pemimpin yang mumpuni seperti yang diharapkan, negeri ini akan semakin terpuruk di jurang kehancuran. Saat ini, negeri ini sudah berada di jurang kehancuran. Mengerikan!

Gambaran tentang keterpurukan Indonesia tersebut dipaparkan oleh 14 orang seniman dalam Pembacaan dan Musikalisasi Puisi di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Sabtu (15/11) malam.

Hampir semua seniman memiliki satu suara bahwa Indonesia kini bukanlah bangsa yang merdeka. Indonesia masih berada di bawah bayang-bayang penjajahan. Namun, bukan bangsa asing yang menjajah. Indonesia dijajah oleh bangsa sendiri.

Seniman senior, Yose Rizal Manua, malam itu membacakan dua buah puisi berjudul Rumah Kita dan Negeri Batu. Suara lantangnya, terdengar hingga ke sudut-sudut ruang pertunjukan.

Dua puisi tersebut bercerita tentang kondisi Indonesia yang kian memburuk. Indonesia kini tak ubahnya seperti lahan subur yang menjadi incaran para penguasa. Siapa yang kuat dan memiliki kuasa, maka ia berhak menjadi seorang pemimpin di negeri Bhineka Tunggal Ika ini.

"Siapa saja bisa menjadi pemimpin. Tidak perlu harus bermoral atau memiliki hati nurani. Asalkan ia berkuasa dan bisa mempengaruhi banyak orang, maka ia berhak duduk di kursi pimpinan. Itulah gambaran Indonesia saat ini," kata Rizal.

Yose Rizal dalam puisi tentang Rumah Kita mencoba memberikan gambaran tentang kondisi politik Indonesia. Koruptor, yang menjadi duri dalam daging tetap saja tidak mendapat hukuman setimpal. Bahkan, uang jarahan para koruptor yang katanya dikembalikan kepada negara, tidak jelas rimbanya. Seharusnya, uang jarahan koruptor tersebut bisa dikembalikan kepada rakyat. Sehingga kemiskinan, perlahan bisa berkurang.

Faktanya, uang para koruptor tersebut dipelihara negara. Tidak heran, meskipun 10 koruptor tertangkap, Indonesia tetap saja menjadi negara yang miskin. Padahal, se- yogianya uang tersebut bisa dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Sementara puisi kedua, berjudul Negeri Batu juga menggambarkan Indonesia yang tidak akan pernah keluar dari kesulitan. Semua jalan menuju perbaikan, sengaja ditutup. Alhasil, bangsa Indonesia harus pasrah berada di bawah pimpinan orang- orang yang tidak bertanggung jawab.

Selain Yose Rizal, para seniman yang juga mengisi acara pembacaan puisi, yakni Remy Sylado, Ahmadun Y Herfanda, Afrizal Nur, Agus R Sardjono, Endang Supriadi, dan masih banyak lainnya. [EAS/F-4]

Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 17 November 2008

No comments: