Tuesday, November 25, 2008

Penerbit Andalkan Buku Pelajaran

* Jutaan Buku Tak Terjual

Jakarta, Kompas - Buku pelajaran sekolah masih menjadi andalan para penerbit. Hal itu karena oplah buku pelajaran sangat besar dibandingkan dengan buku bacaan umum. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang menerbitkan buku pelajaran sekolah online sangat memengaruhi penerbit buku.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), Setia Dharma Madjid, mengatakan, Senin (24/11) di Jakarta, dari sisi jumlah judul, buku umum jauh lebih banyak ketimbang buku pelajaran. Namun, sebaliknya dari sisi oplah.

”Satu judul buku umum biasanya dicetak sekitar 3.000- 5.000 eksemplar, sedangkan buku pelajaran, satu judul bisa mencapai 100.000 eksemplar,” kata Setia Dharma.

Ketua Bidang Buku Pelajaran dan Umum Ikapi, Saiful Bahri, menjelaskan bahwa oplah buku pelajaran sekitar 75 persen dan buku umum 25 persen dari keseluruhan buku yang diter- bitkan oleh penerbit anggota Ikapi.

Hal itu tak mengherankan mengingat jumlah pelajar dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan kejuruan sekitar 50 juta siswa. Dia mengatakan, buku pelajaran mau tidak mau menopang industri penerbitan dan perbukuan.

Dari sekitar 900 penerbit anggota Ikapi, sebanyak 250 penerbit di antaranya menerbitkan buku pelajaran.

Dalam kesempatan tersebut, Setia mengatakan, kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) soal buku pelajaran online yang bisa diunduh di internet sangat memukul penerbit. Apalagi ada ketentuan buku online yang dicetak harus dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

”Terdapat stok buku yang sudah telanjur dicetak dan tidak dapat terjual,” kata Setia.

Menurut Setia, jika 250 penerbit anggota Ikapi masing-masing memiliki stok dua juta eksemplar buku, maka saat ini ada sekitar 500 juta buku yang tidak terjual. Penerbit juga kesulitan menjual buku ke sekolah ada aturan yang melarang guru dan sekolah terlibat dalam proses distribusi buku.

Setia Dharma berharap pemerintah memberikan kesempatan kepada penerbit untuk menjual dan menghabiskan buku yang telah telanjur tercetak dan tersimpan di gudang. ”Berikan kami kesempatan yang sama,” ujar Setia Dharma. (INE)

Sumber: Kompas, Selasa, 25 November 2008

No comments: