INSPIRASI kadang lahir dari kebebasan. Lahir dari keberanian membedah konsepsi diri yang selama ini dianggap begitu adanya, taken for granted. Jean Paul Sartre adalah salah satu filsuf yang menebar kesadaran dekonstruktif terhadap konsepsi diri lewat filsafat eksistensialismenya.
Konsepsi kebebasan filsuf kelahiran Paris, 21 Juni 1905 ini tergolong radikal. Lewat konsepsi "eksistensi mendahului esensi", misalnya, Sartre menyatakan segala keberadaan manusia di bumi ini karena manusia. Bukan karena siapa-siapa. Ia menolak pemahaman yang menyatakan "manusia ada sesuai dengan kodrat" karena esensi bukan pengada yang mendahulu eksistensi.
Pandangan ini khas kesadaran yang menerpa kaum intelektual Barat ke-20, termasuk Sartre. Lewat eksistensialisme juga Sartre melahirkan sejumlah karya sastra dalam bentuk novel maupun cerita pendek.
Konsepsinya tentang kebebasan, "manusia adalah kebebasan", dinilai sebagai salah satu wujud kesadaran humanis Barat. Kesadaran yang memosisikan manusia sebagai subjek otonom dengan kehendak yang tidak dipengaruhi faktor lain. Bagi Sartre, manusia bukanlah makhluk yang menginginkan kebebasan, melainkan "kebebasan iru sendiri".
Namun, kebebasan yang ditegaskan Sartre bukan kehendak tanpa kendali. Sebab, kebebasan adalah sesuatu yang melekat dengan tanggung jawab. Toh, setiap manusia adalah kebebasan itu sendiri, yang tidak bisa memaksa manusia lain melakukan sesuatu atau mengada dengan satu model eksistensi.
Sartre mengenalkan dua konsepsi untuk menelisik model "cara berada" manusia, yakni being-in-itself (ada-pada-dirinya) dan being-for-itself (ada-bagi-dirinya). Manusia bebas adalah manusia yang mengada dengan pola being-for-itself karena manusia mengada melalui kesadaran bukan atas sesuatu yang ada sebelumnya atau in-itself! n DARI BERBAGAI SUMBER/P-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 November 2008
No comments:
Post a Comment