Jakarta, Kompas - Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki modal untuk mencapai kejayaan, tetapi sejauh ini modal tersebut belum dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga yang diraih baru ”Indonesia Raya”, tetapi belum ”Indonesia Jaya”. Kesimpulan ini muncul dari pemaparan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Asvi Warman Adam, pada peluncuran buku Jala Sutra, yang ditulis Hans Satyabudi di Jakarta, Sabtu (8/11).
Dalam uraian yang ia sebut sebagai perbincangan Hari Pahlawan itu, Asvi menyebutkan, penduduk di Nusantara telah menerima pengaruh dari empat budaya besar, yakni India, Arab, China, dan Eropa, masing-masing dengan ciri dan keunggulannya. Misalnya saja, budaya Eropa dengan unsur kemodernannya.
”Keempat budaya besar—atau nebula, meminjam istilah ahli Perancis Denis Lombard—seyogianya dipahami dan dimanfaatkan untuk menggerakkan masyarakat menuju ’Indonesia Jaya’,” ujar Asvi.
Indonesia Raya, menurut Asvi, telah terbentuk dengan perluasan Tanah Air yang berkembang dari wilayah laut Hindia Belanda yang hanya sebatas 3 mil dari garis pantai, berkembang menjadi 12 mil dengan Konsepsi Juanda tahun 1957, dan kemudian menjadi 200 mil dari garis pantai dengan konsep zona ekonomi eksklusif.
”Tetapi, ini belum ’Indonesia Jaya’,” ujar Asvi dalam acara yang diselenggarakan LSM Bhakti Pertiwi dan Lembaga Studi Hubungan Industrial dan Advokasi Buruh Indonesia ini.
”Indonesia Jaya” belum mewujud karena meski sumber daya daya alam Indonesia melimpah, dan banyak orang pintar, tetapi semua itu belum diolah dan digunakan untuk mendatangkan kemakmuran bagi negeri. (NIN)
Sumber: Kompas, Senin, 10 November 2008
No comments:
Post a Comment