Friday, November 14, 2008

Hak Cipta Buku Bakal Diatur

* Dibentuk Lembaga Hak Cipta

Jakarta, Kompas - Ikatan Penerbit Indonesia bersama World Intellectual Property Organization atau WIPO dan International Federation of Reproduction Rights Organizations mendeklarasikan berdirinya Indonesia Reproduction Rights Organization atau RRO dalam wadah bernama Yayasan Cipta Buku Indonesia, Kamis (13/11).

Organisasi tersebut bertujuan memberikan perlindungan terhadap pencipta dan penerbit buku, termasuk mengumpulkan royalti. Pola kerjanya seperti royalti untuk pencipta lagu.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Dharma Madjid mengatakan, organisasi itu guna melindungi hak penulis dan penerbit serta menumbuhkan kesadaran hak cipta. Fungsi lainnya adalah terkait manajemen hak cipta buku.

Beberapa persoalan yang dihadapi industri perbukuan adalah pembajakan dan penggandaan buku lewat fotokopi di lingkungan perguruan tinggi. Termasuk buku-buku karya penulis dan dari penerbit di luar negeri.

”Di Singapura organisasi sejenis sudah berjalan. Lembaga pemfotokopi buku membayar hak reproduksi lewat badan RRO. Pembayaran itu kemudian diteruskan ke pengarang dan penerbit terkait yang menjadi anggota,” ujar Setia Dharma. Hal ini mirip dengan cara kerja Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) yang didirikan tahun 1990 untuk menangani hak pencipta lagu dan royalti.

Merugikan

Pembajakan buku dan penggandaan lewat fotokopi bagi penerbit merugikan. Marketing Manager Penerbit Salemba, Sudarno, mengatakan, penjualan dapat turun hingga 50-70 persen dengan adanya buku-buku bajakan. Dengan demikian, royalti yang diterima penulis juga berkurang.

”Buku bajakan juga merugikan pembeli karena terkadang harganya tidak jauh berbeda dengan buku asli, namun kualitas cetakannya sangat rendah,” ujar Sudarno yang penerbitan tempatnya bekerja banyak menerbitkan buku teks perkuliahan.

Consultant Technical Assistance and Capacity Building Bureau for Asia and the Pacific WIPO, Candra N Darusman, mengatakan, penghargaan terhadap pencipta di Indonesia masih sangat rendah. Mantan Sekretaris Umum YKCI itu memberi contoh, untuk musik, selama 10 tahun yang terkumpul hanya Rp 10 miliar. ”Padahal, potensinya lebih dari jumlah itu,” ujarnya.

Buku teks pendidikan

Ketua Konsentrasi Hukum Ekonomi dari Universitas Indonesia, Agus Sarjono, mengatakan, terkait pendidikan dan pencerdasan masyarakat, perlu ada perlakuan berbeda untuk buku teks pelajaran serta perkuliahan. Jika tidak, masyarakat yang berdaya beli rendah kesulitan mengakses ilmu pengetahuan lewat buku.

”Hak cipta dan royalti sebaiknya tidak perlu terlalu keras diterapkan. Harus dibedakan antara buku kepentingan pendidikan dan buku yang bersifat leisure,” katanya.

Pembajakan terjadi antara lain lantaran isi buku dianggap penting dan harga buku asli relatif mahal di tengah daya beli masyarakat yang rendah pula. Boleh jadi, faktor harga tersebut menjadi faktor utama kecenderungan terjadinya pembajakan. Kemajuan teknologi kemudian memungkinkan reproduksi lebih cepat dan mudah dengan kualitas tidak kalah dengan buku aslinya.

”Bagi konsumen yang penting ialah bagaimana mereka dapat mengakses informasi dari bacaan. Keaslian suatu buku tidak terlalu relevan,” ujar Sarjono. (INE)

Sumber: Kompas, Jumat, 14 November 2008

1 comment:

YRCI said...

Yayasan Cipta Buku Indonesia berganti nama menjadi Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia.