[BOGOR] Situs purbakala yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia terabaikan begitu saja, tanpa ada perawatan yang cukup berarti. Jumlah situs purbakala yang diketahui mencapai lebih dari 7.000, hanya seperempatnya yang sudah dikelola. Sebagian besar tidak terpelihara. Dengan demikian, peninggalan sejarah dan purbakala terancam punah, bila tidak segera diatasi dengan baik.
"Rendahnya kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda akan sejarah dan pelestarian cagar budaya, menambah keruhnya permasalahan. Melemahnya jati diri serta identitas sebagai bangsa Indonesia, bisa menimbulkan berbagai kasus hilangnya benda-benda bersejarah dari Indonesia," kata Dirjen Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Hari Untoro Dradjat di Bogor, akhir pekan kemarin.
Menurunnya, rasa nasionalisme, rasa persatuan dan cinta Tanah Air, dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga bisa memunculkan berbagai macam isu, yang mengarah pada disintegrasi bangsa dan konflik yang berkelanjutan
Hari mencontohkan, seperti peristiwa arca Buddha yang dilelang di Balai Lelang Christie`s dan prasasti Sangiran yang ditemukan di Irlandia. Arca Singosari yang keberadaannya ternyata ada di Museum Leiden dan Bea Cukai Rotterdam, serta pencurian koleksi Museum Radya Pustaka.
Ada pula perusakan, pencurian, penyelundupan, penggalian dan penyelaman secara ilegal, pengotoran, pencemaran lingkungan situs, perubahan bentuk serta wujud dan pemindahan bagian Benda Cagar Budaya (BCB).
"Meskipun pada akhirnya arca Buddha di Christie's, dinyatakan tidak berasal dari Candi Borobudur lantaran buatan pemahat lokal, ada dugaan banyak kasus serupa di mana peninggalan situs purbakala dimiliki oleh kolektor asing," ucap Hari.
Untuk melakukan konservasi budaya terhadap peninggalan sejarah dan purbakala, ada beberapa kendala yang ditemui, setelah berlakunya otonomi daerah. Sebelum adanya undang-undang otonomi daerah, bangsa Indonesia mempunyai penilik kebudayaan untuk menyelesaikan masalah aset budaya yang ada di daerah. Karena, saat ini hukum otonomi daerah sudah berlaku, maka tidak bisa lagi masuk ke daerah.
Untuk mengatasi permasalahan dimaksud, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala telah membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan program pengelolaan kekayaan budaya. Melalui perencanaan program, telah dibahas dan disetujui pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2008 yang mengacu pada program pro growth, pro job, dan pro poor. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan pemahaman sejarah untuk penguatan jati diri, kesatuan dan persatuan bangsa.
Peran museum sebagai sarana pendidikan, pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, serta objek dan daya tarik wisata ditingkatkan. Dengan demikian, dapat terwujud perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan peninggalan sejarah dan purbakala yang berbasis pada kepentingan masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan. [HDS/N-5]
Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 4 November 2008
No comments:
Post a Comment