Saturday, November 08, 2008

Kongres WIPO di Bali: Melindungi Hak Cipta Budaya dan Tradisi Kita

Jakarta – Penyelenggara-an kongres internasional tentang pemahaman dan perlindungan pada kekayaan intelektual (intellectual property) dan basis industri kreatif akan berlangsung di Hotel Grand Hyatt Nusa Dua, Bali, 2-3 Desember 2008.

Kegiatan dari negara anggota WIPO (World Intellectual Property Organization) ini berlangsung pertama kali di Jenewa, Swiss tahun lalu. WIPO adalah organisasi di bawah badan PBB yang dibentuk tahun 1967 dengan tujuan menyusun berbagai kebijakan untuk melindungi dan menangani isu-isu kekayaan intelektual bagi para anggotanya.

Dengan peluang ini, kata Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar, Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain untuk cara melindungi kekayaan properti intelektual yang jadi bagian industri kreatif, termasuk hak atas karya cipta dan desain industri kesenian dan budaya milik bangsa.

Melihat beberapa kesamaan produk budaya, misalnya pada desain kerajinan batik yang juga ada di negara kawasan Asia Tenggara selain Indonesia, Asia Timur bahkan sampai Amerika Serikat.

“Kesenian angklung, dengan bentuk lain ternyata ada di mana-mana, di samping ada di Vietnam dan China,” sambung Sapta Nirwandar, dalam konferensi pers menjelang berlangsungnya WIPO International Conference on Intellectual Property and the Creative Industries 2008, di Bali, Kamis (6/11).

“Kita bangsa yang tidak rajin dalam daftar-mendaftar. Saat ada pembukaan pendaftaran intelektual properti, harus segera diikuti. Jangan tunggu sampai disambar oleh orang lain apalagi negara lain. Kita termasuk bangsa yang memiliki keragaman tradisi dan budaya industri kreatif,” ujar Sapta.

“Jewelry (perhiasan permata) asal Indonesia sudah dikenal dunia dari masa Ken Dedes. Begitu populernya mutiara Lombok, lagu-lagu ciptaan artis Indonesia hingga desain seni patung. Penyelenggaraan konferensi WIPO di Bali bertujuan memberi kesadaran bagi para stakeholder industri kreatif tentang pentingnya meningkatkan pemahaman hak kekayaan intelektual,” paparnya.

Lebih lanjut, dikatakan Sapta, industri kreatif akan menjadi kekuatan ekonomi Indonesia di masa depan, mengingat kemampuannya dalam menggerakkan perekonomian di kalangan masyarakat. Depbudpar sesuai perannya sebagai pembina dari industri kreatif khususnya di bidang perfilman, musik, seni pertunjukan tari dan drama sampai seni kriya, melihat betapa penting arti penyelenggaraan konferensi para anggota WIPO di Indonesia.

Ang Lee sebagai Pembicara Utama

Konferensi WIPO kedua ini bakal diresmikan Menbudpar Jero Wacik dan Menkokesra Aburizal Bakrie dengan pembicara utama sineas tersohor, Ang Lee. “Kehadiran Ang Lee diupayakan bisa melobi wilayah Indonesia menjadi bagian destinasi lokasi pembuatan film-film Hollywood,” harap Sapta Nirwandar.

Di samping Ang Lee, para pembicara lainnya terdiri dari Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta serta pemerhati kebudayaan dan pariwisata nasional, Joop Ave.

Selebihnya adalah pembicara internasional dari kalangan pejabat WIPO, akademisi, pelaku bisnis hiburan, pemusik; pebisnis industri perfilman dan industri video games serta industri kreatif, dan perusahaan seni pertunjukan. Seluruhnya ada sekitar 350 peserta konferensi dari Indonesia, Swiss, Singapura, Inggris, India, Filipina, Korea Selatan, Malaysia, Prancis, Jepang, China, Selandia Baru dan Belanda.

Di tempat yang sama akan dilangsungkan Seminar Nasional “Perlindungan dan Pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dalam Industri Budaya” pada 4 Desember 2008. (john js)

Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 8 November 2008

No comments: