-- Aryo Wisanggeni Gentong
GWEN duduk diam di bangku kayu panjang, menghadap pintu Ruang Serba Guna Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Wajah boneka Gwen, sosok anak perempuan rekaan perupa AC Andre Tanama itu, tanpa mulut. Seperti juga mahkota wayang monyong di kepalanya yang tidak bermulut. Dalam diam, Gwen menyapa setiap orang yang datang.
Karya berjudul ”Kyrie Eleison”—kata-kata bahasa Latin itu diartikan Andre sebagai ”Tuhan Ampunilah Kami”—menegaskan pilihan Andre untuk berbicara dalam bahasa ”diam”. Dalam 30 karya Andre lainnya, Gwen yang menyerupai sosok karakter kartun genre manga itu disebutnya sebagai metafora dari sisi lain ego Andre yang selalu tampil tanpa mulut dan memejamkan mata. Semua karya Andre dipamerkan di BBJ, 24 Februari-5 Maret 2011, dibungkus dalam judul ”The Tales of Gwen Silent”.
Karakter rekaan Gwen yang namanya diambil dari nama santa memang refleksi permenungan Andre. Kritikus seni rupa Jim Supangkat dengan mengutip pengertian religiositas YB Mangunwijaya menyebut permenungan Andre sebagai upaya mencari hubungan dengan Tuhan di luar ritual keagamaan. Melalui karyanya, Andre seperti menjalani ritual personal yang dilakoni karena sebuah perasaan melankolia, ketakutan terhadap dosa, serta pertimbangan moralitas yang kental.
Gwen berdiam dalam dekapan seorang ibu yang membopong domba dalam karya lukisan-grafis ”Lovely Mom #2”. Dalam karya lukisan grafis ”Ocean Cry”, Gwen seorang diri di atas perahu kayu, seakan ingin mendekap sesosok ombak yang menjulang tinggi dan siap tumpah menjadi tangisan samudra. Dalam karya ”Faith and Virtue”, lukisan cat akrilik di atas kayu, Gwen yang memanggul salib jatuh tersungkur di tanah.
Di karya lain, ”The Prayer of the Little Tree”, Gwen menjelma sebagai sesosok biksu yang mengasihi tunas pohon di tangannya. Dalam karya ”Metamorphosa”, wadag Gwen meluruhkan dan bersalin menjadi pohon yang bukan hanya membisu, tetapi juga tidak bergerak. Muram, diam, itulah aura sebagian besar karya Andre.
”Gwen lahir dari pengalaman personal dan perasaan yang saya alami, penggambaran sisi spiritual yang melekat. Karya seni grafis yang saya cukil kayu diwarna akrilik, lukisan, patung, dan boneka Gwen,” ujar Andre soal karakter rekaan yang lahir tahun 2007 itu. ”Karena karakternya yang selalu sunyi, saya menamainya Gwen Silent. Itu bukan kependekan nama anak saya, Gwen Sae Ilen Tanama. Anak saya lebih dulu lahir daripada Gwen dan saya sendiri baru akhir-akhir ini menyadari kemiripan nama keduanya,” kata Andre.
Sosok kartun
Sosok kartun manga Gwen dalam karya lukisan grafis dua dimensi Andre lantas memunculkan turunan berupa patung, boneka, juga liontin. Jim Supangkat menyatakan turunan Andre itu sebagai wujud makin menguatnya pengaruh komik dalam jagat seni rupa modern.
”Andre Tanama adalah generasi baru yang sangat dipengaruhi oleh komik. Sebagai gejala kebudayaan populer, komik memasuki segala ruang kehidupan, mulai video game sampai film, menjadi ikon yang sangat populer, juga karya seni rupa. Seperti komik yang selalu menghasilkan turunan, seperti patung dan boneka, karya seni rupa dua dimensi Andre pun akhirnya juga hadir dalam bentuk tiga dimensi, entah itu patung atau boneka,” kata Jim saat membuka pameran Andre.
Namun, Jim menegaskan, Andre tidak sekadar mengangkat tokoh komik menjadi karya seni rupa. ”Ini bukan sekadar kisah komik bergambar yang simpel. Andre mengolah bahasa komik. Penggunaan bahasa komik hampir pasti memunculkan narasi. Komik terlihat cenderung merekam emosi, dulu senimannya yang punya emosi dan mengeluarkan emosi dalam karya. Namun, dalam karya seni rupa genre komik, si tokoh rekaan itu merekam emosinya sendiri. Ada dimensi teaterikal, seperti film yang bergerak. Dan ada dimensi realitas yang berlapis. Melalui karyanya, Andre mengekspresikan religiositasnya,” kata Jim.
Dengan karya Andre, semua batasan dan sekat karya seni rupa berubah, membantah negasi seni rupa terhadap kartun yang sering dianggap hanya buku cerita anak-anak. Proses karya turunan dari karakter Gwen juga melibatkan banyak perupa, mulai dari perupa grafis Angga Sukma Permana; perupa patung gerabah, seperti Suraji; perupa patung Satria Budi Kurniawan, Badari Mustaq, dan Ahmad Hendra; perupa karya animasi tiga dimensi, seperti Hizkia Subiyantoro, Fikri, dan Ero Mujianda; juga perupa desain komunikasi visual, seperti Bara Umar Birru dan Dini A Gunardi.
Di semua karya, Gwen selalu seorang diri. Dalam karya ”The Legend”, Gwen tergambar bersama sesosok bocah bertelinga besar yang bernama Agathos. Namun sejatinya, Gwen tetap bersama dirinya sendiri karena Agathos tidak lain adalah metafora dari sisi lain lagi dari ego Andre. ”Itu sisi ego saya yang lebih emosional daripada Gwen, yang langsung bertindak tanpa banyak berdiam dan merenung. Itu mengapa mata Agathos terbuka, telinganya lebar, dan dari dadanya selalu keluar naga emas,” tutur Andre.
Gwen merupakan kelanjutan karya Andre, yang sebelum kelahiran Gwen banyak melukis wayang monyong. Wayang monyong dalam beberapa lukisan Andre tetap hadir sebagai mahkota di kepala Gwen untuk memastikan wayang monyong tidak menghilang dari proses kreatif Andre.
”Saya sudah melukiskan Gwen bersama-sama dengan wayang monyong. Saya juga sudah melukiskan Gwen bersama Agathos dan naga emas bersama-sama. Tantangan saya, bagaimana menyatukan ketiga tokoh rekaan saya dalam satu karya, itu yang belum pernah saya lakukan,” kata Andre.
Ketika ketiga karakter itu menyatu entah kapan, Gwen masih berdiam dalam kesendirian. Namun diamnya Gwen berbicara lebih banyak dari kata-kata.
Sumber: Kompas, Minggu, 6 Maret 2011
No comments:
Post a Comment