Jakarta, Kompas - Minimnya dana hibah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin menunjukkan bahwa Pemprov dan DPRD DKI Jakarta tidak cermat mengucurkan dana.
Ketidakcermatan itu diakui anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Johnny Simanjuntak dan Wanda Hamidah. ”Dana hibah untuk HB Jassin yang cuma Rp 50 juta setahun sungguh tidak layak,” kata Wanda.
Johnny mengatakan, angka itu luput dari perhatiannya. ”Kami mengutamakan meneliti angka besar,” kata Johnny, Selasa (22/3), mengenai Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 215 Tahun 2011 tentang Penetapan Belanja Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan untuk Ormas, Anggota Masyarakat, maupun Parpol.
Pada SK itu Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan dana Rp 924 miliar lebih untuk berbagai yayasan atau ormas. Untuk organisasi Alex Asmasubrata Manajemen, misalnya, dianggarkan Rp 2 miliar. Lembaga Seni Qasidah Indonesia (Lasqi) mendapat Rp 1 miliar, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Rp 300 juta, sedangkan Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Rp 3 miliar. Adapun Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin untuk tahun 2011 hanya mendapat Rp 50 juta.
Johnny mengakui dapat atau tidaknya hibah karena ada faktor kedekatan. ”Bisa saja mereka dekat dengan anggota Dewan atau orang eksekutif,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Arie Budhiman mengatakan, rencananya Pemprov DKI akan mengusulkan anggaran Rp 750 juta dalam APBD Perubahan 2011 yang akan disusun pertengahan tahun ini.
Dewan Pembina Yayasan PDS HB Jassin, Ajip Rosidi, mengatakan, kalau dalam dua bulan ke depan anggaran dari Pemprov DKI belum turun, pengelola PDS HB Jassin berniat menutup pusat dokumentasi itu karena tak lagi memiliki dana.
Koleksi tua
PDS HB Jassin menyimpan karya dan jejak para sastrawan yang berkiprah di Indonesia, mulai tahun 1900-an hingga periode sastra modern tahun 2011.
Koleksi lengkap PDS HB Jassin, menurut data yang dikumpulkan staf dokumentasi, Endo Senggono, sebanyak 16.816 judul buku fiksi, 11.990 judul buku nonfiksi, 457 judul buku referensi, 772 judul naskah drama, 15.552 map kliping sastra yang pernah dimuat di majalah atau koran, dan 610 lembar foto pengarang. Selain itu, terdapat pula 571 judul makalah, 630 judul skripsi dan disertasi, 732 kaset rekaman suara, serta 15 kaset rekaman video. Jumlah itu terus bertambah karena PDS HB Jassin masih terus menambah koleksi dan masih banyak penulis yang mengirimkan karyanya ke pusat dokumentasi tersebut.
Koleksi tertua yang dimiliki pusat dokumentasi ini adalah sastra Melayu Tionghoa yang populer tahun 1900-an. Ada pula sebuah karya sastra Melayu Tionghoa yang ditulis dengan latar belakang pemberontakan Partai Komunis Indonesia tahun 1927. ”Di novel sastra Indonesia tidak pernah ada yang menulis tentang periode itu,” kata Ajip.
PDS HB Jassin juga memiliki catatan lengkap biografi sastrawan Indonesia dari masa ke masa berikut buku pribadi, surat-menyurat, dan catatan kecil yang tidak dimiliki pusat dokumentasi atau perpustakaan mana pun.
Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Bambang Wibawarta menyatakan, karya sastra tidak hanya menggambarkan situasi sosial pada masa ketika karya sastra itu dibuat, tetapi juga mengandung nilai-nilai dan etika yang dianut masyarakat sebagai jati diri sebuah bangsa.(ARN/IND/ELN)
Sumber: Kompas, Rabu,23 Maret 2011
No comments:
Post a Comment