Sunday, March 20, 2011

Konsep Keindahan Islami dalam Novel Bumi Cinta

-- Musa Ismail

(1)
Muhammad Ayyas seorang intelektual muda asal Indonesia yang sudah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Madinah. S2-nya di India. Pemuda Islam itu diminta Profesor Najmuddin Ashgar untuk menyelesaikan tesisnya dengan melakukan penelitian di Rusia. Di negeri yang menyanjungi seks bebas itu, Ayyas harus menemui Profesor Abramov Tomskii, seorang Guru Besar Sejarah Asia Tenggara yang sangat disegani oleh sejarawan Rusia. Tomskii kawan dekat Ashgar.

Di Rusia, tempat tinggal Ayyas diurus oleh Devid, kawan SMP-nya dulu ketika masih di tanah air. Tetapi sayang, Devid terjerumus dalam seks bebas gaya Rusia. Di apartemen yang telah dicarikan Devid, Ayyas hanya berbeda kamar dengan Yelena dan Linor. Dari sinilah, mulai konflik yang menegangkan. Ayyas seorang pemuda yang taat dengan ajaran Islam harus satu apartemen dengan nonik-nonik Rusia nan jelita. Sebenarnya, Yelena seorang janda yang diceraikan oleh suaminya, Majidov, karena tidak mengakui adanya Tuhan dan berselingkuh. Sejak itu, Yelena yang berparas cantik itu berprofesi sebagai pelacur papan atas Rusia. Sampai suatu ketika, Yelena disiksa oleh tiga kliennya sehingga wanita jelita itu mengalami patah tulang dan daun telinganya terpaksa diamputasi. Pada akhirnya, Yelena menikah dengan Devid dalam rida Allah taala. Keduanya insaf dan memperoleh hidayah-Nya.

Linor pula seorang pemain biola yang luar biasa piawainya. Dia juga bebas bergaul dan sangat membenci Islam. Linor seorang agen zionis Israel yang sengaja ditempatkan di Rusia untuk mengacaukan hubungan Rusia dengan negara-negara Islam. Kehadiran Ayyas di Rusia membuka pintu zionis Israel untuk menjebak Islam. Melalui Linor, dirancang aksi teroris yang ujung-ujungnya menjebak Ayyas sebagai pemuda Islam garis keras. Kamar Ayyas disadap. Segala gerak-gerik Ayyas diawasi agar rencana pengeboman dan pembunuhan berjalan lancar dan yang akan dipersalahkan adalah pemuda Islam dari Allah.

Namun, upaya menjebak Ayyas mengalami kegagalan. Ketika bom meledak di lobi Metropole Hotel, untung Ayyas bersama Dr Anastasia Palazzo sedang mengikuti acara talk show di salah satu stasiun teve. Jadi, tidak mungkin Ayyas yang melakukan pengeboman tersebut meskipun stasiun teve lain telah mengabarkan bahwa Ayyas-lah pelakunya berdasarkan sumber di pihak kepolisian Rusia. KBRI protes keras. Dr Anastasia Palazzo pun membela Ayyas. Dr Anastasia Palazzo adalah asisten Profesor Tomskii. Profesor sejarah itu minta kepada Anastasia membimbing Ayyas karena dirinya harus berangkat ke Istanbul. Dengan memperhatikan kecerdasan Ayyas pada seminar dan talk show, doktor yang menawan itu pun jatuh cinta. Tetapi, karena bersikukuh dengan agama masing-masing, Anastasia dan Ayyas menjalani kehidupan masing-masing.

Setelah Linor mengetahui bahwa dirinya berdarah asli Palestina dari ibu Ekaterina yang mengasuhnya, dia sempat menyesal mengapa harus melibatkan Ayyas meskipun gagal. Dia sangat terkejut ketika Ibu Ekaterina menayangkan film dokumenter tentang pembantaian berdarah warga Palestina. Banyak yang tewas, termasuk ibu kandungnya, Salma Abdul Azis. Ekaterina yang diyakini Linor sebagai ibu kandungnya adalah seorang dokter Yahudi tulen. Karena tersentuh dengan perjuangan Salma, ia akhirnya memeluk Islam. Ia ingin mengembalikan Linor ke fitrahnya, yaitu muslimah sejati seperti ibu kandungnya. Linor menjadi spionase Yahudi karena suami Ibu Ekaterina yang bekerja sebagai intelijen Yahudi dan Linor dididik secara Yahudi yang membenci Islam. Akhirnya, usaha Ekaterina berhasil. Linor yang bernama asli Sofia belajar tentang Islam di Jerman dengan keluarga kawan Madame Ekaterina dan di sana dia menjadi muslimah sejati. Sejak itu pula, Sofia memisahkan diri dari agen zionis Israel.

Sofia atau Linor menemui Ayyas. Dia ingin sekali Ayyas menjadi suaminya. Dalam mimpi, ibundanya berpesan agar mencari calon suami yang senantiasa menjaga kesucian seperti Nabi Yusuf. Dalam pikirannya, hanya Ayyas yang layak, sudah teruji ketika Linor masih jahiliyah dulu. Dia berhasil menemui Ayyas di Moskwa, Rusia. Ayyas terkejut karena Linor telah memperoleh hidayah-Nya. Seorang yang memusuhi Islam sudah menjadi muslimah sejati. Setelah mendengar semua penjelasan Linor, Ayyas merasa terharu. Namun, ketika Linor meminta Ayyas menjadi suaminya, Ayyas masih ragu. Ayyas berjanji akan istikharah. Linor berjanji menunggu kabar dari Ayyas dari Allah karena Ayyas akan pulang beberapa waktu. Linor permisi pulang. Setibanya di halaman dekat jalan raya, Linor ditembak oleh agen-agen Israel. Ayyas buru-buru menghampiri Linor dengan kekesalan yang dahsyat. Dengan menumpangi mobil seorang perempuan baik hati, Linor dibawa menuju rumah sakit. Linor tidak sadarkan diri, sedangkan Ayyas menangis sejadi-jadinya. Pemuda itu berjanji akan menikahi Linor kalau Allah masih memberikan kesempatan.

(2)
Setelah Dalam Mihrab Cinta, Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih (1 dan 2), pada 2010 lalu, Habiburrahman El Shirazy kembali melahirkan novel yang —menurut saya— lebih memikat, yaitu Bumi Cinta. Kalau pada Ayat-Ayat Cinta, ada tokoh Fahri. Dalam Ketika Cinta Bertasbih, ada Muhammad Azzam. Tokoh sentral dan kompleks dalam Bumi Cinta adalah Muhammad Ayyas. Selain itu, ada pula tokoh periferal yang kompleks-dinamis, yaitu Yelena, Linor, dan Dr Anastasia Palazzo. Pergulatan mental, emosi, minat/keinginan, dan watak/sifat tokoh-tokoh tersebut memunculkan kesan emosional luar biasa, baik bagi tokoh-tokoh tersebut maupun kepada penikmatnya. Klimaks emosional ini menjadi sangat menarik karena dibungkus dengan latar kehidupan agama, ideologi, latar sosial, dan latar tempat, serta suasana yang penuh konflik. Bahkan, kesan konflik itu dimulai sejak awal kisah, yaitu ketika Muhammad Ayyas tiba di Kota Moskow.

Dalam novel ini, Kang Abik (panggilan Habiburrahman El Shirazy) lebih berani bermain secara kontradiktif tentang suatu keyakinan dan hakikat kebenaran, yaitu agama. Kang Abik menerokainya dengan penuh santun, ilmiah, dan bertanggung jawab melalui tokoh Ayyas, Devid, Dr Anastasia Palazzo, Yelena, dan Linor. Kontradiksi-kontradiksi pemikiran dan keyakinan hidup yang ditampilkan berhasil membangun perseteruan (konflik) batin dan jasmani (konflik psikis dan fisik). Secara psikologis, perwatakan para tokoh dalam novel ini mengalami suatu kejutan-kejutan (suspense), baik bagi tokohnya maupun para pembaca.

Berdasarkan pemahaman saya, ada beberapa hal penting —yang bisa disebut sebagai tujuan— bagi Kang Abik dalam melahirkan novel ini. Pertama, mengokohkan ajaran Islam di bumi (di depan) orang-orang yang dengan sombong tidak mengakui ber-Tuhan dan menjunjung kehidupan berdasarkan akal semata. Kedua, memberikan penjelasan bahwa Islam bukanlan agama yang berlandaskan kekerasan, barbarisme, dan kurang/tidak beradab meskipun sering dijadikan objek ke arah tersebut. Ketiga, memberikan verifikasi bahwa Islam selalu dijadikan oleh Yahudi dalam hal perbuatan terorisme. Keempat, bahwa Islam merupakan agama Allah yang lurus, benar, dan penuh kebaikan serta sangat indah dalam kehidupan sosial. Kelima, perjuangan mempertahankan keimanan, melawan hawa nafsu, dan kemanusiaan.

Apa yang menjadi tujuan tersebut, sadar atau tidak, telah menuangkan dan memberikan pengalaman estetis kesufian dan kesucian. Estetika dalam tradisi (karya seni/sastra) Islam, paling tidak memiliki lima peringkat seperti yang disebutkan dalam buku Hermeneutika, Estetika, dan Relegiusitas (2004:41-42). Pertama, keindahan sensual dan duniawi; keindahan yang berkaitan dengan hedonisme dan materialisme. Dalam KBBI (2005:394) dijelaskan bahwa hedonisme merupakan pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Sementara itu, materialisme merupakan pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mangatasi alam indera (KBBI:723). Dalam novel Bumi Cinta, keindahan tingkatan terendah ini ditunjukkan oleh tokoh-tokoh seperti Yelena, Linor, dan Devid pada bagian awal hingga dua-pertiga bagian penceritaan. Ketiga perwakilan tokoh dalam novel ini semata-mata memandang pesona kehidupan duniawi.

Kedua, keindahan alam. Pelukisan tentang keindahan alam oleh Kang Abik dalam novelnya ini tertuang dalam beberapa subjudul, yaitu “Tiba di Moskwa”, “Pagi yang Menakjubkan”, “Oh”, “Puji-Mu, Tuhan!” Keindahan-keindahan alam yang dituangkan Kang Abik dalam novel ini semuanya menuju keesaan Sang Khalik Mahakreatif.

’’Pagi itu salju bertasbih. Pohon-pohon bereozka, pohon cemara araukaria juga bertasbih. Batut-batu yang tersusun rapi di pinggir jalan-jalan kota Moskwa yang tertimbun salju juga bertasbih. Udara dingin kota Moskwa bertasbih. Semua benda yang ada di kota Moskwa yang pernah dianggap sebagai pusatnya orang-orang atheis juga bertasbih. Alam selalu bertasbih mengagungkan nama Allah, Tuhan seru sekalian alam’’ (hlm.95).

Ketiga, keindahan akliah, yaitu keindahan yang ditampilkan karya seni atau sastra yang dapat merangsang pikiran dan renungan. Keindahan akliah dalam novel ini menyebar hampir setiap subjudul. Namun, keindahan akliah yang sangat dominan dapat kita tangkap dalam subjudul “Dialog di Stolovaya”, “Saat Rusia Berbicara’’, dan “Tuhan Tidak Mati”. Di bagian ini, tokoh sentral Muhammad Ayyas mengkonfrontasi habis-habisan kecerdasannya tentang Islam dengan pandangan miring dunia Barat non-muslim tentang Islam. Muhammad Ayyas berdialog dengan Dr Anastasia Palazzo. Rangsangan pikiran dan perenungan yang kritis jelas sekali disampaikan Kang Abik melalui tokoh Muhammad Ayyas dalam “Tuhan Tidak Mati”. Pada bagian ini, ada tokoh Victor Murasov, seorang penulis yang sering menyampaikan pandangan kontroversial. Yang paling kontroversial, Murazov lebih mencintai Hitler daripada Tuhan. Menurutnya, Tuhan tidak jelas keberadaannya.

Manusia modern tidak memerlukan Tuhan. Di dunia modern ini, Tuhan telah sirna. Murazov menganggap ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sang Tuhan. Pandangan tokoh kontroversial ini dikritik halus melalui tokoh Prof. Dr. Lyudmila Nozdryova dan Dr Anastasia Palazzo. Kritik pedas disampaikan melalui tokoh Ayyas. Melalui tokoh utama ini, pola pikir dan pandangan Murazov dibuat tak berkutik. Secara langsung pula, Kang Abik mengkritik pendapat Nietzsche melalui Ayyas yang mengatakan bahwa Morazov hanya burung beo yang mengutip pendapat Nietzsche: Tuhan Telah Mati.

Keempat, keindahan rohaniah, berkaitan dengan akhlak dan adanya pengetahuan hakikat segala sesuatu pada diri seseorang atau karya sastra. Akhlak-akhlak Islami yang ditampilkan dalam Bumi Cinta terbagi dua; (1) akhlak sempurna yang dapat diteladani dari tokoh Ayyas. Tokoh Ayyas memiliki akhlak seutuhnya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Inilah manusia seutuhnya yang menjadi cita-cita siapa pun, termasuk dalam tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No. 30 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (2) akhlak khusnul khotimah yang dapat kita tangkap dari kembalinya Yelena, Linor, Devid, dan Madam Ekaterina (ibu angkat Linor) kepada agama yang hakiki: Islam. Secara hakikat, ini menjelaskan bahwa asal-muasal agama manusia adalah Islam.

Kelima, keindahan Ilahi. Keberadaan peringkat nilai tertinggi ini tidak diragukan lagi dalam novel Bumi Cinta. Kang Abik sendiri dalam prolog-nya mengakui bahwa novel-novelnya merupakan hasil tadabbur terhadap ayat-ayat suci Allah dalam Alquran. Dalam novel ini, dapat memberikan pemahaman kita tentang Islam melalui sitiran Alquran dan hadis. Kang Abik merangkai ’’ayat-ayat cinta’’ itu begitu indah, tidak kaku, dan dinamis. Wajar saja karena Kang Abik memang penulis yang tidak diragukan lagi akan pemahamannya tentang Islam dan keesaan Allah. Kalau kita tilik-tilik, samalah dengan kutipan berikut: Ke mana pun kau memandang, akan tampak wajah Allah (QS 2:115). Begitulah keindahan Ilahi yang dicantumkan dalam Bumi Cinta. Jelaslah apa yang dikatakan Braginsky bahwa sastra agama atau tasawuf mengukuhkan iman ahli suluk sambil menjelaskan kepadanya hukum formal agama (syariat), teologi, dan metafisika Islam; menggambarkan tahap-tahap perjalanan rohani, pengenalan hakikat diri, memberi peringatan tentang bahaya yang mengancam jiwa seseorang, serta penjelasan tentang cara-cara mengatasi bahaya tersebut. Semua itu membentuk dan menyucikan hati nurani serta menyiapkannya untuk menyambut turunnya ilham Ilahi (dalam Hadi, 2004:49). Bumi Cinta merupakan salah satu novel yang mewakili pandangan Braginsky dengan sangat sempurna.

(3)
Semangat profetik, menurut Roger Garaudy, timbul karena adanya dorongan untuk menyampaikan makna dari realitas yang tidak tampak, yang berada di balik gejala yang tampak. Para penyair yang memiliki semangat profetik menyadari bahwa gejala-gejala kehidupan yang terlihat oleh mata dan pikiran yang biasa ini hanyalah ungkapan lahir dan simbol dari kenyataan hakiki yang tersembunyi. Gejala-gejala lahir ini adalah alamat-alamat Tuhan dan ayat-ayat-Nya yang mesti dibaca dan dihayati secara mendalam. Karena ia adalah kebenaran yang hakiki, maka bagi penyair relegius tugas utamanya ialah menyampaikan berita kenabian, berita bahwa ayat-ayat Tuhan terbentang dan tersembunyi di dalam alam dan di dalam diri manusia.

Abdul Hadi mengatakan, sastra profetik memandang realitas yang tampak (empiris) dan realitas yang terpahamkan akal biasa sebagai bukan satu-satunya realitas, kecuali dalam hubungan dengan realitas yang lebih tinggi, yaitu realitas transenden. Lebih lanjut, Hadi mengatakan, manusia atau tokoh dalam sastra profetik adalah subjek yang merdeka, yang memiliki kemauan bebas dan percaya pada takdir, dan untuk merdeka, karena itu, harus menghubungkan dirinya dengan kehendak Ilahi. Manusia bukan hanya makhluk sosial, tetapi juga makhluk rohani.

Tokoh Ayyas dalam Bumi Cinta merupakan tokoh/manusia yang selalu meleburkan dirinya kepada kehendak Ilahi. Bukan hanya terhadap perilaku, sifat, dan kejadian yang menimpa dirinya yang dikaitkan dengan takdir Ilahi. Namun, perilaku, sifat, dan kejadian tokoh-tokoh lain pun selalu dikelindankan dengan ketentuan kepada Ilahi. Tokoh Ayyas berperan menyadarkan tokoh-tokoh lain bahwa agama sangat perlu, Allah itu tidak mati, dan hanya Islam agama yang dijamin keselamatannya, baik di dunia maupun diakhirat kelak. Tokoh seperti Ayyas berani dan dengan gagah berani mengatakan bahwa semuanya ditentukan dan berada dalam genggaman Ilahi. Apa pun yang kita lakukan tidak akan pernah terlepas dari pengawasan Tuhan sekalian alam. Keyakinan Ayyas dengan campur tangan Tuhan, baik positif maupun negatif, merupakan kondisi yang tidak bisa diterima oleh sebagian ideologi atau ajaran lain. Kesadaran profetik itu pula akhirnya muncul dengan ikhlas dari tokoh-tokoh non-Islam, yaitu Yelena, Linor, Devid, dan Madam Ekaterina. Tokoh-tokoh ini merupakan cerminan konsep kehakikian hidup: kembali ke awal, ke jalan yang diredai oleh Allah, ke jalan kebenaran.

Lebih jauh, saya memahami bahwa tokoh Muhammad Ayyas selain merupakan fakta cerita, sekaligus simbolistik bangsa/negara Indonesia. Ada mimpi, imajinasi, dan keinginan besar yang ingin disampaikan dalam novel ini. Pertama, Indonesia merupakan negara/bangsa besar, tetapi tidak dikelola dengan keagungan pemimpinnya. Kedua, Indonesia bisa berbuat lebih untuk memperjuangkan Islam dari tuduhan-tuduhan miring yang tidak logis dan tidak bertanggung jawab. Ketiga, Indonesia merupakan negara/bangsa yang bisa bersaing di dunia luar/internasional, dari segi apa pun kalau ditangani dengan benar, yaitu berlandaskan akhlak mulia. Keempat, pembangunan karakter bangsa Indonesia memang sangat mutlak dari landasan agama.

Di akhir tulisan ini, saya katakan bahwa Kang Abik melalui novel Bumi Cinta-nya ingin mengukuhkan dan melahirkan tokoh-tokoh profetik seperti Muhammad Ayyas. Peringkat keindahan yang dipaparkannya dalam novel ini sangat Islami: memberikan pencerahan dan mempertahankan kesucian Islam serta sangat kuat dengan nilai-nilai humanistik. Novel ini berakhir dengan kemungkinan terbuka (open ending) ketika Ayyas mencoba menyelamatkan Sofia menuju rumah sakit ketika lagi sekarat karena ditembak. Terlebih lagi Sofia menyatakan bersedia menjadi isterinya. Suatu akhir yang memberikan rasa penasaran kepada pembaca. ***

Musa Ismail
, Guru SMAN 3 Bengkalis. Telah menulis beberapa novel dan beberapa buku kumpulan cerpen.

Sumber: Riau Pos, Minggu, 20 Maret 2011

No comments: