Sunday, March 20, 2011

Koleksi Sastra Terancam

Jakarta, Kompas - Ribuan koleksi karya sastra yang tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin terancam rusak. Sejak lama, pusat dokumentasi yang didirikan tahun 1977 itu kekurangan dana sehingga tak mampu berkembang dan sulit menyimpan koleksinya dengan baik.

Dana dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta tidak cukup untuk mengelola pusat dokumentasi yang menjadi rujukan penelitian sastra (modern) itu. Menurut Endo Senggono, Kepala Perpustakaan HB Jassin, anggaran yang diberikan pemerintah tidak menentu. Tahun 2010 dan tahun ini mereka mendapat suntikan dana Rp 350 juta.

”Selain untuk kegiatan pendokumentasian, dana itu juga untuk membayar karyawan,” kata Endo, kemarin.

Untuk perbaikan gedung, membayar listrik, telepon, dan air, semuanya ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, pengalihan tanggung jawab itu baru lima tahun terakhir.

Koleksi terlengkap

Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin yang berlokasi di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, itu memiliki koleksi sastra Indonesia terlengkap di Indonesia. Terlengkap karena setiap karya sastra yang terbit selalu didokumentasikan.

Pusat dokumentasi itu memiliki koleksi 16.316 judul buku fiksi, 11.990 judul buku nonfiksi, 457 judul buku referensi, 772 judul buku/naskah drama, 750 map berisi biografi pengarang, 15.552 map kliping dari berbagai sumber, 610 lembar foto pengarang, 571 judul makalah, 630 judul skripsi dan disertasi, serta 732 kaset rekaman suara dan 15 kaset rekaman video dari para sastrawan Indonesia.

Menurut Endo, PDS HB Jassin menjadi tempat rujukan bagi orang asing yang ingin mempelajari dan meneliti sastra dan budaya Indonesia. Tempat itu juga menjadi referensi mahasiswa yang ingin mempelajari dan meneliti pemikiran sastrawan besar di Indonesia.

Penghematan

Kini sebagian koleksi itu tak terawat baik. Sebagian koleksi dibiarkan menumpuk di dalam ruangan atau masih tersimpan di dalam kardus.

Untuk menghemat biaya, setiap hari pengelola mematikan pendingin udara pukul 15.00 ketika kantor tutup. Padahal, pendingin udara itu seharusnya beroperasi 24 jam untuk menjaga suhu di ruang perpustakaan tetap dingin. Suhu dingin diperlukan agar koleksi tak cepat rusak.

Ancaman lain datang dari pengunjung yang membutuhkan literatur kuno untuk penelitian. Buku-buku terbitan tahun 1900-an yang sudah rapuh itu kerap sobek atau hancur karena sering dipegang dan difotokopi.

Kurangnya perhatian terhadap PDS HB Jassin menunjukkan pemerintah tak mendorong berkembangnya budaya literatur. Padahal, dengan literatur, perjalanan kehidupan berbangsa di negara ini bisa diketahui generasi berikutnya.

Kenyataan ini membuat para pemilik akun Twitter memobilisasi dukungan untuk mengumpulkan koin guna membantu dunia sastra. Mereka menggunakan tanda pagar #koinsastra lengkap dengan logonya. (IND)

Sumber: Kompas, Minggu, 20 Maret 2011

No comments: