Banda Aceh, Kompas - Puluhan ribu manuskrip kuno Aceh saat ini belum terdata keberadaannya. Ketidakjelasan tersebut rawan mengundang terjadi klaim oleh negara-negara lain seperti yang dilakukan Malaysia dan Brunei Darussalam yang kini diperkirakan menyimpan ribuan manuskrip kuno asal Tanah Rencong. Padahal, manuskrip-manuskrip tersebut mempunyai nilai yang sangat berharga karena berisi catatan sejarah dan peradaban Aceh sejak abad ke-13.
”Yang tersisa dan tersimpan sekarang tinggal 2.500 manuskrip kuno. Itu sisa manuskrip yang tak dibakar dan dibawa kolonial Belanda saat penjajahan,” kata Wakil Gubenur Aceh Muhammad Nazar kepada Kompas, Minggu (20/3).
Manuskrip kuno tersebut, ujar Nazar, berisi berbagai catatan sejarah menyangkut kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di Aceh sejak abad ke-13. Di dalamnya juga tercatat berbagai hal terkait ilmu astronomi, pengobatan, geologi, anatomi, bahkan ilmu bangunan.
Sebagian di antara teks-teks itu merupakan karya tokoh-tokoh pemikir besar Aceh abad ke-15 seperti Ar-Raniry, Hamzah Fansyuri, dan Jalalludin Al Sumatrani. Sebagian teks-teks tokoh-tokoh besar tersebut dulunya tersimpan di dayah-dayah (pesantren di Aceh). Pada masa perang melawan kolonial, banyak dayah yang dibakar Belanda, termasuk teks-teks peradaban masa lalu Aceh yang besar.
Kepala Majelis Adat Aceh Badruzzaman Ismail mengatakan, banyaknya catatan budaya dan adat Aceh yang hilang itu membuat generasi masa kini Aceh kehilangan pegangan budaya. (HAN)
Sumber: Kompas, Senin, 21 Maret 2011
No comments:
Post a Comment