TIDAK seperti sekolah umum, sekolah untuk anak-anak autistik, seperti Sekolah Mandiga dan Sekolah Luar Biasa Autistik Fajar Nugraha, tidak menetapkan target nilai akademis pada anak-anak didik mereka. Sekolah-sekolah ini bervisi menjadikan anak-anak asuh mereka bisa hidup mandiri.
Untuk itu, pelajaran mendasar yang mula-mula diajarkan di sekolah-sekolah khusus ini adalah latihan agar anak didik bisa melakukan kegiatan keseharian mereka sendiri. Mereka dilatih menggunakan toilet, menggosok gigi, mandi, menyapu, mengepel, juga menyiapkan dan membereskan sendiri peralatan belajar.
Anak-anak autistik juga umumnya kesulitan berkomunikasi secara verbal. Untuk itu, agar bisa berkomunikasi, mereka dilatih menyampaikan maksud melalui tulisan.
Mereka juga tidak belajar baca-tulis dengan lebih dulu mengeja kata. Anak-anak autistik ini umumnya belajar dengan memasangkan gambar dan kata yang menunjukkan benda atau kegiatan dalam gambar.
Pelajaran mengenalkan tulisan ini menuntut guru memiliki kreativitas dan kesabaran luar biasa. Betapa tidak, untuk membuat seorang siswa mau mengarahkan pandangan dan perhatiannya pada satu gambar saja bukan hal mudah, apalagi memasangkan gambar itu dengan kata yang tepat.
Di Mandiga, anak-anak juga diajari bersosialisasi melalui program outing yang diadakan sebulan sekali. Melalui kegiatan berenang, belanja di pasar swalayan, atau naik bus transjakarta, anak-anak ini dilatih mempraktikkan teori yang sudah diajarkan di sekolah.
”Misalnya, mereka harus belajar antre saat mau membayar di pasar swalayan atau naik bus. Mereka juga harus belajar mengendalikan emosi,” kata Yulianti, guru Sekolah Mandiga.
Kholifatut Diniah, guru di Fajar Nugraha, mengungkapkan, kemandirian menjadi target terpenting dalam pendidikan untuk anak-anak autistik. ”Harapan kami sangatlah sederhana. Kami berharap anak-anak ini bisa mandiri mengurus diri sendiri, tidak tergantung pada orangtua dan syukur-syukur berguna bagi orang lain. Karena, orangtua tak akan selamanya bisa mendampingi dan menjaga,” ujarnya.
Berbeda dengan sekolah khusus untuk anak autistik, anak yang mengalami gangguan konsentrasi, hiperaktif, dan masalah kesulitan belajar non-autisme lain di sekolah Talenta lebih mampu mengejar nilai akademis di bidang yang mereka minati. Sebaliknya, materi pelajaran yang tidak sesuai dengan minat anak tidak bisa dipaksakan.
Pelajaran juga harus disampaikan dengan cara yang tepat bagi setiap anak. Amanda (15), siswa Talenta yang sudah mengikuti kelas setingkat SMP, misalnya, cepat menghafal pelajaran yang disampaikan melalui cerita atau nyanyian. Ia juga bisa merampungkan banyak soal ujian jika lembaran kertas ujian diberikan padanya satu per satu, tidak sekaligus bertumpuk.
Joko Yuwono, konsultan di sekolah Talenta, mengatakan, fleksibilitas kurikulum sangat dibutuhkan di sekolah dengan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini disebabkan adanya perbedaan cara memahami setiap anak terhadap suatu materi. (IYA/DAY/ABK)
Sumber: Kompas, Minggu, 13 Maret 2011
No comments:
Post a Comment