Tuesday, May 18, 2010

[Sosok] Wajidi, Pembelajar Sejarah Lokal

-- M Syaifullah

WAJIDI mengeluarkan sejumlah dokumen dalam sebuah amplop di Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, di Banjarmasin. ”Ini sejumlah bahan terkait Pangeran Hidayatullah dari Kerajaan Banjar, Kalsel. Ketokohan beliau ini menarik untuk didalami sehingga bisa dinilai patut tidaknya tokoh ini mendapat gelar pahlawan nasional,” katanya.

Wajidi (KOMPAS/M SYAIFULLAH)

Peneliti Madya bidang sejarah dan arkeologi tersebut sudah melakoni pekerjaan mencari atau menerima bahan-bahan sejarah perjuangan rakyat dan kebudayaan Kalsel selama 18 tahun.

Dia memulainya ketika diterima sebagai staf Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel tahun 1993. Saat itu, dia baru setahun lulus sebagai sarjana Jurusan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (1992).

Ketekunan mengkaji sejarah lokal dan budaya Banjar makin serius karena sejak tahun 2001 dia menjadi peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Daerah Provinsi Kalsel. Dia kini merupakan salah satu peneliti sejarah lokal yang cukup produktif di Kalsel.

Di lembaga itu, Wajidi tidak hanya membuat laporan atau makalah karena bertugas sebagai peneliti. ”Saya juga berusaha membuat buku dengan harapan masyarakat Kalsel lebih banyak mengenal sejarah daerahnya, khususnya di kalangan muda,” katanya.

Wajidi merasa prihatin, bahan sejarah lokal di Kalsel masih minim tersedia di perpustakaan sekolah-sekolah. Sehubungan dengan itu, Wajidi sudah menerbitkan lima buku terkait sejarah lokal dan budaya Banjar.

Meskipun cukup banyak menerbitkan buku sejarah dan budaya lokal, Wajidi menyatakan dia bukanlah sejarawan atau budayawan. ”Saya bukanlah ahli. Saya lebih tepat sebagai seorang pembelajar sejarah dan budaya lokal. Sebagian hasil pembelajaran itu saya tuangkan lewat buku,” ujarnya.

Perang kemerdekaan

Wajidi lebih memilih penulisan sejarah kontemporer atau dikenal sejarah sezaman. Ia lebih banyak mendalami sejarah lokal, seperti perang kemerdekaan, mulai masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, dan masa kemerdekaan. Dia memilih sejarah lokal karena sebagian para pelaku atau keluarganya masih hidup. Sebagian dokumentasi juga masih disimpan oleh keluarga mereka.

Selain membukukan sejarah lokal, katanya, Wajidi kini juga berupaya mengumpulkan foto-foto masa lalu. Dia berharap pemerintah provinsi memfasilitasi penyelamatan foto-foto perjuangan rakyat Kalsel pada masa lalu. ”Foto milik Kantor LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang dipamerkan tahun 1995, misalnya, memperlihatkan seorang pejuang terkapar bersimbah darah akibat terjangan peluru Belanda. Foto itu sangat dramatis dan menceritakan betapa beratnya perjuangan mereka,” katanya.

Mengutip pendapat Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Kalsel Bambang Subiyakto, buku sejarah lokal yang ditulis Wajidi, yakni Proklamasi Kesetiaan kepada Republik (2007), patut diapresiasi. Sebab, perjuangan di Kalsel, yakni perjuangan menolak negara federal di daerah dan Proklamasi 17 Mei 1949, berdirinya Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) Divisi IV Pertahanan Kalimantan itu selama ini belum dianggap penting dalam sejarah perjuangan nasional. Ini dinilai kurang adil.

Sementara itu, dalam buku Nasionalisme Indonesia di Kalimantan Selatan 1901-1942, Wajidi juga ingin menyampaikan nasionalisme bangsa Indonesia tidak akan terwujud tanpa mengedepankan dinamika aktivis organisasi pergerakan di daerah pada masa itu.

Sesuai kemampuan

Dalam menulis buku, Wajidi tidak melakukannya secara khusus. ”Buku yang terakhir sebenarnya mulai dia tulis tahun 2003 dan baru diterbitkan 2007. Hal ini karena tidak ada dana khusus untuk itu. Wajidi meneliti dan mengumpulkan bahan perlahan-lahan, sesuai dengan kemampuannya,” ujar Bambang.

Wajidi juga tidak menawarkan tulisannya ke penerbit dan kemudian menerima royalti setelah buku diterbitkan dan dijual. Ia menerbitkan buku dengan modal sendiri. ”Kalau buku pada umumnya dicetak lebih dari 1.000 eksemplar, saya menerbitkan sesuai kemampuan dana tersedia, misalnya cukup 200 atau 500 buku,” katanya.

Bagi Wajidi, kemampuan menulis tidak datang dengan sendirinya. Sejak kuliah di FKIP Unlam tahun 1989, dia sering menulis artikel di beberapa surat kabar di Kalsel. ”Tidak semua artikel yang saya kirim dimuat, banyak juga yang ditolak. Tetapi, itu tidak membuat saya berhenti menulis,” katanya.

Kemampuannya menulis semakin terasah setelah mengikuti berbagai lomba penulisan, baik di tingkat daerah maupun nasional. Tahun 1991-2009, ada tujuh lomba penulisan yang ia menangi, mulai juara I hingga III. ”Sebagian hadiah dari lomba penulisan itu juga menjadi modal saya untuk membuat buku dan tentu juga membangun rumah,” kata Wajidi.

Mengumpulkan koran, dokumen, dan foto-foto lama, menemui tokoh-tokoh masa lalu atau menemui keluarga dan teman-teman para tokoh itu, sampai kini tetap dilakukan Wajidi.

”Dengan bahan dari merekalah berbagai tulisan atau buku-buku itu bisa saya tulis. Secara materi, sejarah memang tidak memberikan kekayaan, tetapi muatannya memberikan guru kehidupan yang amat berharga bagi generasi mendatang,” tuturnya.

WAJIDI

• Lahir: Pagat, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel

• Jabatan: Peneliti Muda Bidang Ilmu Sejarah dan Arkeologi pada Balitbangda Provinsi Kalsel

• Pendidikan terakhir: S-1 Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (1992)

• Karya buku: 1. Nasionalisme Indonesia di Kalimantan Selatan 1901-1942, Pustaka Banua, Banjarmasin (2007) 2. Proklamasi Kesetiaan Kepada Republik, Pustaka Banua, Banjarmasin (2007) 3. Artum Artha, Sastrawan, Wartawan, dan Budayawan Kalimantan Selatan, Debut Press, Yogyakarta (2008) 4. Glosarium Sejarah Lokal Kalimantan Selatan Periode 1900-1950, Debut Press, Yogyakarta (2008) 5. Mozaik Sejarah dan Kebudayaan Kalimantan Selatan, Sebuah Catatan Ringan, Debut Press, Yogyakarta (2008)


• Penghargaan (antara lain): - Pemenang II Lomba Karya Tulis Ilmiah Bidang Pendidikan Tingkat Universitas Lambung Mangkurat (1991) - Pemenang II LKT Tingkat Nasional Dwidasawarsa Taman Mini Indonesia Indah (1995) - Pemenang I LKT Peringatan Hari AIDS Internasional Tingkat Provinsi Kalsel (2000) - Pemenang I Lomba Penulisan Jurnalistik Tingkat Nasional Pendidikan Usia Dini pada Peringatan Hari Anak Nasional (2005) - Pemenang III Lomba Penulisan Kebencanaan Tingkat Nasional oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-BPPT (2009)

Sumber: Kompas, Selasa, 18 Mei 2010

1 comment:

Zarkasyi Van Boeloengan said...

Assalamualaikum pak, saya Zarkasyi, bagaimana kabar pian, semoga sehat selalu. Amin