Tuesday, December 01, 2009

UN Diusulkan Diubah

Jakarta, Kompas - Ujian nasional sebaiknya tetap dilaksanakan, tetapi fungsinya diubah. Ujian nasional bukan lagi sebagai penentu kelulusan siswa, tetapi untuk memetakan mutu sekolah. Sekolah yang kualitasnya rendah harus diintervensi pemerintah agar kualitasnya meningkat.

Demikian pendapat S Hamid Hasan, ahli evaluasi pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung; Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR RI; serta Yonny Koesmaryono, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Menurut Hamid Hasan, pemerintah harus berpegang pada standar pendidikan yang telah dibuat. UN diselenggarakan untuk mengetahui apakah standar pendidikan tersebut sudah tercapai atau belum oleh sekolah.

”Ketika belum tercapai, jangan lantas muridnya yang disalahkan dengan dinyatakan tidak lulus,” kata Hamid Hasan.

Justru ketika dilakukan UN dan hasilnya rendah, itu menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengevaluasi sekolah, mengapa standar pendidikan tidak tercapai. Apakah kualitas guru kurang memadai, fasilitas minim, atau ada persoalan lainnya. ”Di sinilah pemerintah berperan untuk segera membenahinya,” kata Hamid Hasan.

Karena tujuannya untuk pemetaan mutu sekolah, UN tidak harus dilakukan untuk siswa kelas tiga. Justru sebaiknya, UN ditujukan untuk siswa kelas dua sehingga cukup waktu untuk membenahi mutu sekolah.

Guru besar sosiologi pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ravik Karsidi, mengatakan, persepsi bahwa nilai UN penentu masa depan siswa harus diubah karena mendorong beragam kecurangan. Justru yang lebih penting adalah menghargai minat dan bakat setiap siswa untuk berkembang.

Yonny Koesmaryono, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, mengatakan, jika UN akan dijadikan dasar untuk masuk perguruan tinggi, maka setidaknya untuk tiga tahun ke depan UN jangan dijadikan penentu kelulusan siswa. Namun, UN dijadikan sarana untuk memetakan mutu sekolah. Berdasarkan peta tersebut, Depdiknas lalu meningkatkan mutu sekolah yang masih rendah agar sesuai standar. Setelah itulah baru UN bisa dijadikan salah satu penilaian masuk perguruan tinggi.

Tidak dipercaya

Ferdiansyah mengatakan, UN harus dijadikan sarana untuk meningkatkan mutu sekolah. Karena itu, sekolah yang belum memenuhi standar pendidikan harus dibantu untuk meningkat.

Suparman, Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia, mengatakan, dalam pelaksanaan UN, guru dicitrakan sebagai pihak yang tidak bisa dipercaya karena suka mengatrol nilai siswa, membocorkan soal, dan ingin meluluskan siswa. ”Bagaimana pendidikan kita bisa baik jika guru selalu dalam posisi disalahkan,” kata Suparman. (ELN/EKI/RTS/COK)

Sumber: Kompas, Selasa, 1 Desember 2009

No comments: