Saturday, June 06, 2009

Kalpataru bagi Masyarakat Adat

Jakarta, Kompas - Anugerah Kalpataru tahun 2009 di antaranya diberikan kepada dua masyarakat adat, yakni Dayak Wehea, Kalimantan Timur, dan Ninik Mamak Negeri Enam Tanjung, Riau. Aturan adat terbukti melindungi kekayaan dan fungsi hutan dari ancaman kehancuran logika bisnis.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Jumat (5/6), menyerahkan penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan kepada Timotius Hindom (kiri) dari Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, disaksikan Ny Ani Yudhoyono dan mantan Duta Besar Khusus PBB untuk Millenium Development Goal (MDGs) Asia Pasifik Ny Erna Witoelar. Penghargaan Kalpataru diberikan untuk kategori perintis lingkungan, pengabdi lingkungan, penyelamat lingkungan, dan pembina lingkungan.(Kompas/Alif Ichwan)

Hutan lindung seluas 38.000 hektar selain menyimpan kekayaan alam penopang kultur suku Dayak Wehea sekaligus rumah bagi flora dan fauna, termasuk ratusan orangutan Kalimantan. Sementara itu, Ninik Mamak Negeri Enam Tanjung berhasil menjaga kelestarian hutan adat Rimbo Tujuh Danau seluas 1.000 ha dengan kekayaan alamnya.

”Negeri ini patut berterima kasih kepada pejuang lingkungan,” kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar pada penyerahan anugerah penghargaan lingkungan di Jakarta, Jumat (5/6).

Kalpataru diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara kepada 12 orang atau kelompok masyarakat, sedangkan Adipura dan Adiwiyata serta Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah diserahkan Menneg LH di tempat lain.

Di Istana Negara, dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup, Presiden mengatakan, upaya bersama menyelamatkan dan merehabilitasi lingkungan hidup selama ini belum cukup. ”Harus kita tingkatkan dan harus berbuat lebih banyak lagi,” ujarnya.

Untuk langkah bersama ke depan, Presiden menyebut empat langkah. Pertama merawat dan melestarikan lingkungan hidup yang masih ada. Kedua, yang sudah telanjur rusak diperbaiki dengan mengubah gaya hidup, mengeluarkan anggaran, kerja sama internasional, dan melibatkan teknologi. Ketiga, mengurangi emisi karbon dioksida. Keempat, kampanye penanaman dan pemeliharaan pohon.

10 individu

Selain bagi masyarakat adat, Kalpataru diberikan bagi 10 individu dari Sumatera hingga Papua, serta Sulawesi Utara hingga Nusa Tenggara Barat. Mereka terpilih melalui seleksi dari tingkat kelurahan hingga nasional.

Di Papua, peladang di pedalaman Fakfak, Papua Barat, tekun mengembangkan lahan dari 5 ha menjadi 55 ha selama 20 tahun. Puluhan ribu tanaman kayu dan buah bernilai ekonomi tinggi ditanamnya hingga mampu menyekolahkan kedua anaknya di jenjang perguruan tinggi.

Penganugerahan lingkungan diwarnai pembacaan Deklarasi Kalpataru yang dibacakan peraih Kalpataru tahun 1998, Eko Budiharjo, didampingi 40 tokoh peraih Kalpataru. Mereka risau dan prihatin terhadap kecenderungan bunuh diri ekologis.

Adipura dan Adiwiyata

Pada Jumat siang diserahkan pula Adipura bagi kota terbersih dan memiliki ruang terbuka hijau serta Adiwiyata bagi sekolah ramah lingkungan.

Tahun ini Adipura diberikan kepada 126 kota dari 375 kota yang dipantau tiga kali setahun. ”Jumlah kota penerima meningkat 8 persen, tetapi ada sembilan kota yang gagal menerima lagi,” kata Deputi II Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Gempur Adnan.

Tahun 2010, aspek penilaian Adipura akan ditambah dengan mempertimbangkan faktor kebersihan udara kota.

Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra, mewakili penerima Adipura, mengakui bahwa penghargaan itu bergengsi bagi daerah. Karena itu, kepala daerah berlomba-lomba meraih lalu mengaraknya ramai-ramai di kotanya. (GSA/INU)

Sumber: Kompas, Sabtu, 6 Juni 2009

No comments: