Monday, June 29, 2009

Sekolah Berstandar Internasional Menyalahi UUD 1945

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mewajibkan penggunaan bahasa Inggris dalam penyelenggaraan sekolah berstandar internasional (SBI) merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Rektor Universitas Lampung Sugeng P. Harianto merasa prihatin dengan tren sekolah berstandar internasional (SBI) yang kian merambah dunia pendidikan di Indonesia saat ini.

"SBI mewajibkan penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan pendidikannya. Ini kan melanggar undang undang dasar kita yang mewajibkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kedua bahasa daerah, ketiga baru bahasa asing," kata dia di ruang kerjanya, Kamis, (25-6).

Menurut dia, SBI nantinya hanya menghasilkan anak-anak Indonesia yang mampu berbahasa Inggris, tetapi lemah dalam kemampuan berbahasa Indonesia. Bahkan, akan mengancam perkembangan Bahasa Indonesia ke depan. Ia menilai kebijakan ini tidak memiliki semangat nasionalisme.

"Tidak semua orang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik, termasuk saya. Bahasa Indonesia itu kan ada keilmuannya, ini seharusnya yang kita gunakan sebagai alat komunikasi utama dalam dunia pendidikan di Indonesia, bukan bahasa lainnya," kata dia.

Lucunya, menurut Sugeng, penggunaan istilah internasional juga sesuatu yang tidak tepat. "Kalo muridnya berasal dari mancanegara seperti Malaysia, Inggris, Thailand dan lain sebagainya, baru sekolah tersebut dikatakan berlabel internasional. Tetapi, ini kan pesertanya orang Indonesia sendiri mengapa harus bertitel internasional. Seperti halnya dengan istilah seminar internasional, tetapi pesertanya lokal, nah ini kan sesuatu yang tidak tepat. Jangan sampai hanya karena berlabel internasional dan dibungkus dengan bahasa Inggris, cuma upaya untuk menaikkan SPP saja," kata dia.

Sugeng mengatakan penggunaan bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan adalah hal terpenting. Selain penggunaan bahasa Indonesia, ia juga menekankan upaya pelestarian bahasa daerah dalam hal ini bahasa Lampung.

"Seharusnya yang dikembangkan di dunia pendidikan itu bahasa daerah, apalagi kondisi bahasa Lampung saat ini cukum memprihatinkan. Unila sendiri telah memgupayakan pelestarian bahasa Lampung. Kami telah menciptakan kamus bahasa Lampung, bahkan sekarang telah berbentuk elektronik. Jadi, jika Anda ingin mengubah satu kalimat bahasa Indonesia, tinggal ketik maka akan langsung dialihbahasakan ke bahasa Lampung," kata dia.

Bahasa Lampung

Keprihatinan ini juga disampaikan oleh Kepala Kantor Bahasa Provinsi Lampung, Agus Sri Danardana. Menurut dia, kondisi perkembangan bahasa daerah khususnya bahasa Lampung sangat memprihatinkan. Ia berharap seharusnya pemerintah daerah memiliki perhatian dalam melestarikan bahasa Lampung.

"Dalam Undang-Undang Otonomi Daerah sebenarnya pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam upaya melestarikan bahasa di daerahnya masing masing. Namun saya menilai Pemerintah Daerah Lampung masih kurang memperhatikan pengembangan bahasa daerah," kata dia.

Agus mengakui dalam dunia pendidikan, bahasa Lampung sempat dimasukkan dalam kurikulum berupa muatan lokal. Namun, hal ini belumlah cukup karena dalam muatan lokal tersebut siswa hanya diajarkan sebatas pengenalan aksara Lampung.

"Sedangkan mempelajari bahasa tidak sesederhana itu, tidaklah cukup jika mempelajari aksara saja. Seharusnya pelajaran bahasa Lampung juga sampai ke tahapan belajar berbahasa dan berbicara dalam bahasa Lampung," kata dia. n MG14/S-1

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 27 Juni 2009

2 comments:

Anonymous said...

ini saya anggap serius, masa ada UU nenyalahi UUD, tetapi sebelumnya hendaknya masing masing kita memahami dahulu apa itu program Sekolah Berstandar Internasional (SBI) yang pada saat ini umumnya masih dalam bentuk rintisan (RSBI) yang programnya belum sepenuhnya tersosialisasi kepada masyarakat umum, tetapi sudah terlanjur dibuat untuk gagah-gagahan. Persis seperti TK yang mengajarkan bahasa Inggris kepada anak asuhnya padehal tak ada sedikitpun mengajarkan bahasa Inggris kepada siswanya.

uzk said...

Ya serius, Bang. RSBI/SBI itu satu paket dengan BHPT (Badan Hukum Perguruan Tinggi) berasal dari aturan yang sama UU Sisdiknas yang kental sekali dengan apa yang disebut liberalisasi pendidikan.

UU bertentangan dengan UUD bukan cuma ini saja. Berkali-kali terjadi.

Begitu juga dengan SBI yang diamanatkan oleh UU Sisdiknas. Sangat jelas kok. Ini pasal yang dilanggar:


Pasal 36 UUD 1945 berbunyi: "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai

(1) bahasa resmi kenegaraan,

(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,

(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan

(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.