SEMARANG-Novelis kawakan NH Dini diusulkan menjadi calon penerima hadiah Nobel untuk bidang sastra tahun 2009. Usul yang diajukan PEN Club Indonesia itu telah diterima oleh Komite Hadiah Nobel di Stockholm, Swedia. Dini menjadi satu-satunya wakil sastrawan dari Indonesia.
Saat ditemui di Semarang, Selasa (9/6), Dini membenarkan kabar itu. Dia bahkan telah menerima foto kopi tanda terima pengusulan dari Komite Hadiah Nobel. Foto kopi tanda terima tersebut dikirimkan oleh Toety Herati sebagai ketua PEN Club Indonesia.
”Ya, saya telah menerima bukti foto kopi dari Ibu Toety Herati tiga pekan lalu.”
Meski baru pengusulan, Dini merasa bangga. Pasalnya, Nobel merupakan penghargaan prestisius.
Tidak banyak yang mendapat kehormatan tersebut. Penulis novel Pada Sebuah Kapal itu mengaku tidak tahu dasar pertimbangan yang dipakai sebagai pengusulannya.
Namun merujuk pada persyaratan umum, dia menduga usulan itu mempertimbangkan dedikasi terhadap dunia yang digeluti, serta nilai-nilai humanisme yang terkandung di dalam karya-karyanya.
”Memang, selama ini saya dikenal publik melalui novel-novel romantik. Tidak banyak yang tahu jika saya juga menulis cerpen-cerpen humanis. Cerpen yang dimuat di pelbagai media itu telah diterbitkan menjadi enam buku kumpulan cerpen.”
Saat ditanya soal peluang, perempuan bernama lengkap Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin itu enggan menjawab. Dia menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme penjurian Komite Hadiah Nobel.
Sejak Kecil NH Dini lahir di Semarang, 29 Februari 1936. Dia mulai menulis saat duduk di bangku kelas III sekolah dasar. Dini kecil biasa menumpahkan pikiran dan rasa hatinya ke dalam buku pelajaran. Kegemarannya membaca buku dan mendengar cerita dari sang ibu melempangkan jalan sebagai penulis.
Bakat Dini kian terasah di sekolah menengah. Dia membuat sajak dan cerpen untuk majalah dinding sekolah. Usia 15 tahun, Dini membacakan sajak dan prosanya di RRI Semarang. Setelah itu dia kerap mengirimkan sajak-sajak ke RRI Jakarta dalam acara ”Tunas Mekar”.
Bungsu lima bersaudara pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah itu memilih jurusan sastra di bangku SMA. Dia pun mengirimkan cerpen-cerpennya ke media massa dan aktif dalam kelompok sandiwara radio Kuncup Berseri. Sesekali dia menulis naskah sendiri.
Di luar itu banyak aktivitas dia lakukan. Selain menjadi redaksi budaya majalah remaja Gelora Muda, dia membentuk kelompok sandiwara di sekolah, Pura Bhakti. Langkahnya kian mantap ketika memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah.
Meski telah bekerja sebagai pramugari Garuda Indonesia Airways dan disunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini tetap menulis. Pada 1956, kumpulan cerpennya diterbitkan.
Bagai mengalir, karya-karya berikutnya lahir, baik kumpulan cerpen, novel, maupun cerita kenangan. Beberapa di antaranya adalah Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), dan Hati yang Damai (1998).
Banyak karya dia tulis di luar negeri saat mengiringi tugas sang suami. Kini, saat berusia senja, Dini masih menulis, menumpahkan gagasan dan kegelisahan yang tak habis-habis. Untuk mengisi waktu senggang, dia juga melukis. (H6-45)
Sumber: Suara Merdeka, 11 Juni 2009
No comments:
Post a Comment