Judul: Perempuan dalam Makna
Penulis: Suryatati A Manan dan Martha Sinaga
Penerbit: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Indonesia (P3II) dan Yayasan Kemuning Jakarta
Tebal: 72 halaman
Tahun: 2009
DUA perempuan asal Provinsi Kepulauan Riau, Suryatati A Manan dan Martha Sinaga, berkolaborasi dalam sebuah buku kumpulan pantun dan puisi yang bertajuk "Perempuan dalam Makna".
Acara peluncuran digelar ala lesehan di Jakarta, yang menghadirkan pembedah buku dua penyair senior, Sides Sudyarto DS dan Medijanti Lukito.
Sides Sudyarto DS mengatakan, puisi yang ditulis Suryatati A Manan menggunakan bahasa yang sangat transparan, lugas sehingga mudah dicerna masyarakat luas. Ia bebas mengekspresikan kata dalam rangkaian bahasa. Kepekaan dalam mengemukakan protes sosial menjadikan pustaka yang tak diwarisi bisa digenggamnya.
Sementara itu, Medijanti Lukito menyoroti karya Martha Sinaga sebagai olah religius dengan barisan puisi yang panjang. "Sungguh pun alur puisi Martha panjang, namun penyair ini tetap runtun dalam isi dan banyak menggunakan kata-kata yang jarang digunakan oleh kebanyakan penyair," katanya.
Medi lantas mengambil contoh dari baris bait puisi Martha dari judul "Ilmu dari Tong Sampah" yang bisa dilihat pada halaman 59. Martha menulis, "tak berdiri tegak karena punggung berbalut rumus." Menggunakan kekayaan istilah seperti itu melahirkan kekayaan baru dalam dunia sastra yang berupa puisi. Ciri khas Martha dalam kumpulan puisinya ini, ia mengungkapkan rangkaian kata yang tak pernah digunakan para penyair lainnya.
Sementara itu, puisinya yang lain berisi tentang keberadaan sosial dan kejadian. Tulisannya tanpa bermuatan memotivasi pembaca untuk menghakimi kenyataan itu, mengingat apa yang diketengahkan bisa terjadi di mana pun dan kapan pun. Ini salah satu kelebihan Martha dalam melahirkan karya-karya puisinya, tentang kepekaan.
Bagaimanapun, pembaca jualah yang bisa menikmati buah karya perempuan-perempuan yang cukup sibuk dalam kenyataan hidup sehari-hari itu.
Suryatati adalah Wali Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, sementara Martha adalah jurnalis. Namun, tuntutan naluri mereka langkahi waktu dengan cermat, dan lahirlah Perempuan dalam Makna. Harus diakui memang, perempuan penuh makna! [R-8]
Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 7 Juni 2009
No comments:
Post a Comment