Saturday, June 13, 2009

Buku Sastra Etnis Hanya Bermodal Cinta

PROFESIONALITAS ternyata masih jauh dari perkembangan kesusastraan daerah. Buku-buku dalam bahasa ibu atau bahasa etnis, ternyata masih diproduksi sebagai kegiatan rumahan. Para penulis sastra etnis pun melaksanakan kegiatannya lebih karena alasan cinta.

Hasil karya sastra berbahasa etnis memang banyak mengalami kondisi rumit dan terseok-seok. Sementara bahasa ibu semakin jarang digunakan sehingga belum tentu bukunya diminati khalayak luas. Penerbit pun seperti ogah-ogahan karena penerbitan itu jauh dari unsur laba.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebudayaan Rancage Ajip Rosidi mengamati betul hal itu. Sebagai yayasan yang setiap tahun memberikan penghargaan kepada sastrawan yang membuat karya dalam bahasa ibu, ia mengatakan produksi buku tersebut memang cenderung tidak profesional.

"Penerbitan buku dalam bahasa ibu lebih didorong oleh rasa cinta terhadapnya, daripada oleh motivasi keuntungan finansial. Oleh karena itu, penerbitan buku dalam bahasa ibu sukar menjadi profesional," kata Ajip di sela acara pemberian Hadiah Sastra Rancage 2009 yang digelar di Auditorium Erasmus Huis Kedutaan Besar Belanda, Jakarta, Rabu (10/6).

Pada kesempatan itu, Yayasan Kebudayaan Rancage memberikan Hadiah Rancage 2009. Untuk sastra Sunda, yang mendapat penghargaan adalah Etti R.S. melalui bukunya Serat Panineungan (kumpulan sajak) dan Nano S. pada bidang jasa.

Untuk sastra Jawa, Atas S. Danusubroto mendapatkan penghargaan melalui buku bertajuk Trah (roman) dan pada bidang jasa diberikan kepada Sunarko Budiman. Untuk sastra Bali, I Nyoman Tusthi Eddy mendapatkan penghargaan dari buku bertajuk Somah (kumpulan sajak) dan I Nengah Tinggen pada bidang jasa.

Sementara, untuk penghargaan Samsudi, sastrawan yang mendapatkan penghargaan adalah Aan Merdeka Permana melalui bukunya Sasakala Bojong Emas. Pada penyerahan hadiah, Pemimpin Umum Pikiran Rakyat Syafik Umar menyerahkan penghargaan untuk Aan Merdeka Permana, yang juga aktif di tabloid Galura.

Menurut Ajip, penerbitan karya sastra selain bahasa Sunda, Jawa, dan Bali, memang belum memperlihatkan kontinuitas. Oleh karena itu, penghargaan Rancage kali ini hanya untuk ketiga bahasa etnis itu. Tahun lalu, hasil karya sastra Lampung sempat diikutkan, tetapi ternyata untuk tahun ini tidak terlihat lagi karya-karyanya.

"Saya dengar, Madura juga sudah ada sehingga sudah terbit karya sastra dalam bahasa Madura. Tetapi, persoalannya karena yang dinilai dalam bentuk buku. Jadi, itu harus ada penerbitnya. Selama ini diterbitkan karena cinta, sayang pada bahasa ibunya. Bukan secara komersial menguntungkan," ujar Ajip, yang sekarang berdomisili di Magelang, Jawa Tengah.

Menyusut

Masalah penggunaan bahasa ibu dalam karya sastra memang bertambah lagi karena peran bahasa ibu dalam masyarakat pun menyusut. Hal itu pun terungkap dalam diskusi tentang bahasa ibu, yang menghadirkan pengajar ilmu filologi Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Dr. Dick van der Meij dan dari Universitas Pendidikan Indonesia A. Chaedar Alwasilah.

Menurut Chaedar, imperialisme memang sudah merambah ke urusan bahasa. Penggunaan bahasa lokal dan bahkan bahasa nasional pun akhirnya berurusan dengan gengsi dan harga diri saat disandingkan dengan bahasa asing, yang disimbolkan lebih menarik untuk digunakan.

Chaedar mengatakan, revitalisasi bahasa ibu sebagai bagian dari kebudayaan, sudah saatnya dimulai dalam dunia pendidikan. Bahasa etnis atau bahasa ibu diharapkan bisa menjadi bahasa pengantar dalam proses belajar.

Bukan hanya itu, saat diterbitkan kamus Sunda-Inggris atau Sunda-Prancis, ia mengatakan, seharusnya itu menjadi pembelajaran yang baik mengenai bahasa lokal. "Apalagi, itu juga menjadi kebanggaan karena kamus bilingual menyejajarkan bahasa nusantara dengan bahasa asing," ujarnya.

Menurut Dick, pemerintah harus mulai menunjukkan gagasan untuk pelestarian bahasa ibu. Hal itu perlu, supaya pluralisme bahasa ibu yang mencapai sekitar 746 bahasa dan pluralisme budaya bisa dilestarikan. (Eriyanti Nurmala Dewi/Vebertina Manihuruk/"PR")***

Sumber: Pikiran Rakyat, Kamis, 11 JUni 2009

No comments: