[JOMBANG] Ratusan ribu orang melepas kepergian KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mulai dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, rumah duka di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan, di sepanjang jalan menuju Bandara Halim Perdanakusuma, serta dari Bandara Djuanda, Surabaya hingga ke tempat peristirahatan terakhir di kompleks pemakaman keluarga Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Abdurrahman Wahid (Foto: AFP)
Sampai berita ini diturunkan gelombang peziarah terus berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia untuk memberikan penghormatan terakhir kepada presiden keempat RI dan mantan ketua umum PBNU yang meninggal di RSCM, Jakarta, Rabu (30/12) pukul 18.45 WIB.
Berdasarkan pemantauan SP, Kamis (31/12), sebelum pukul 08.45 WIB, para peziarah masih bebas memasuki kompleks ponpes. Bahkan banyak diantara mereka mendokumentasikan liang lahat Gus Dur menggunakan kamera telepon seluler. Tetapi setelah itu, lokasi pemakaman steril dari para peziarah dan santri, karena dilakukan geladi resik prosesi pemakaman Gus Dur. Posisi liang lahat almarhum berada di sebelah utara makam kakek dan neneknya, KHA Drotusyekh Hasyim Asyari, pendiri Ponpes Tebuireng dan istrinya, Nyai Nafikoh.
Sebelum dimakamkan jenazah almarhum disalatkan di Masjid Ulil Albab, yang lokasinya di luar ponpes. Salat tersebut diikuti masyarakat umum. Sedangkan salat kedua dilaksanakan di Masjid Pondok Tebuireng, yang berada di dalam komplek khusus untuk keluarga besar dan kerabat dekat Gus Dur.
Upacara pemakaman dilaksanakan secara militer dengan inspektur upacara Presiden SBY. Prosesi pemakaman ditandai dengan tembakan salvo. Kehadiran Presiden membuat penjagaan dilakukan secara ketat, yakni di perempatan-perempatan jalan raya, di luar ponpes, serta di lingkungan pondok. Bahkan sebelum kepala negara datang dilakukan penyisiran menyeluruh di lokasi pondok oleh tim Gegana Polda Jatim.
Adik kandung Gus Dur, KH Salahudin Wahid mengatakan pemakaman almarhum di kompleks pemakaman keluarga. Keluarga yang bisa dimakamkan di tempat hanya sampai pada cucu KHA Drotusyekh Hasyim Asyari.
Warga menyambut iringan mobil jenazah Gus Dur di Jalan Warung Sila, Ciganjur, melintas di Jalan Moch Kahfi II, Jakarta Selatan, Kamis (31/12). (SP/Abimanyu)
Terus Hidup
Sementara itu, walaupun Gus Dur telah tiada, tetapi pemikiran-pemikirannya terus hidup dan tidak akan mati. Gus Dur sudah meletakkan pemikiran-pemikirannya pada generasi muda bangsa melalui pengembangan pendidikan di institusi-institusi pendidikan maupun sosial yang banyak didirikannya. Sebagai tokoh besar NU, Gus Dur adalah sosok yang mampu menangkap dengan baik aspirasi rakyat Indonesia yang sangat beragam dan mampu menyatukannya. Ia mampu mengelola isu-isu besar yang sangat kontroversial menjadi efektif diterima masyarakat dengan gaya seni yang kocak. Gus Dur tak hanya seorang agamawan, tetapi juga ilmuwan dan seniman. Dengan demikian, Gus Dur tepat disebut sebagai guru bangsa.
Kesan itu disampaikan sosiolog George Junus Aditjondro kepada SP.
Gus Dur, lanjutnya, mampu menangkap dengan baik aspirasi orang Papua dan Aceh. Dia adalah Presiden Indonesia yang berani menghapus nama Irian Jaya menjadi Papua, yang dinilai lebih mencerminkan kultur budaya dan kehidupan orang Papua. Tak hanya itu, sebagai presiden, Gus Dur berani mengizinkan dikibarkannya bendera Bintang Kejora dengan menuyatakan bendera tersebut sebagai simbol budaya orang Papua.
Dalam perdebatan tentang keinginan penghapusan asas tunggal Pancasila, Gus Dur bisa hadir sebagai penengah, sehingga Pancasila tetap menjadi dasar dan perekat NKRI sampai sekarang. "Gus Dur adalah orang yang mengerti pada orang-orang yang terhimpit oleh dominasi budaya tertentu," ujar aktivis pergerakan yang dekat dengan Gus Dur ini.
George mengaku mengenal Gus Dur sejak tahun 1970-an, dalam pertemuan membahas perlawanan terhadap radikalisme agama di Yogyakarta. Waktu itu, George bersama Gus Dur mendirikan International Non-Government Forum on Indonesia (INGI) yang sekarang telah menjadi Internasional NGO Forum on Indonesia (INFID). "Sejak saat itu, pemikiran-pemikirannya yang sangat maju melawan radikalisme agama sudah sangat menonjol. Ia berani berada di garis paling depan melawan radikalisme agama," kenang George.
Sikap Gus Dur yang kocak dan humoris, menurut George, menjadi salah satu kelebihan yang justru bisa menjadi media baginya untuk menengahi berbagai perbedaan pemikiran dan gagasan untuk membangun bangsa.
Sedangkan, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur, Ali Maschan Moesa mengatakan sampai saat ini belum ada sosok pemimpin Indonesia yang memiliki jiwa nasionalisme dan pluralisme seperti Gus Dur..
"Wajar bila bangsa Indonesia kehilangan tokoh berkarakter sebagai bapak bangsa. Figur Gus Dur memiliki kerendahan hati, terutama tidak memandang siapa saja untuk dirangkul, sehingga menunjukkan ciri khas pluralismenya yang selalu mengedepankan persamaan dan tidak membedakan sesama," katanya.
Senada dengannya, praktisi hukum Todung Mulya Lubis mengaku kehilangan sosok negarawan yang memperjuangkan pluralitas bangsa. Gus Dur adalah seorang yang berjuang untuk moderasi dan toleransi sosial, beargama dan berbangsa. Gus Dur adalah pilar pluralitas dan benteng bangsa melawan fundamentalisme. Gus dur adalah seorang demokrat sejati yang menghormati lawan politiknya. "Jasanya tidak akan pernah pupus dari memori kolektif bangsa ini," kata Todung.
Sedangkan, Daoed Joesoef mengatakan,"Kita kehilangan pemimpin yang memiliki pandangan luas. Gus Dur itu orangnya pintar dan banyak pengikutnya, sehingga bisa mengimplementasikan pemikirannya.
Kepintaran Gus Dur itu bisa terlihat dalam setiap diskusi yang diikutinya. Hanya saja, sering menjelang akhir sebuah diskusi yang sudah begitu serius, Gus Dur mengeluarkan joke yang membuat keseriusan itu menjadi hilang."
Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan,"Gus Dur bukan saja pejuang demokrasi, tetapi juga gigih mengedepankan pluralisme dalam beriman. Sebab, demokratisasi itu juga harus dicerminkan dari sikap multikultural dan pluralisme. Saya tidak menemukan ada tokoh lain, selain Gus Dur. Saya sungguh merasa kehilangan," kata Sultan yang mengaku sudah mengirim karangan bunga duka cita.
Sultan menjelaskan, Gus Dur berprinsip bahwa pembangunan bangsa tidak dimulai dari ekonomi tetapi harus didahului dari budaya, termasuk segala sikap bangsa terhadap NKRI. "Jika ini semua sudah terwujud, maka kesejahteraan yang digadang-gadang semua pihak akan terwujud. Inilah yang tidak dimiliki pemimpin masa sekarang. Semuanya mengedepankan ekonomi, sementara mental dan etika bangsa keropos. Peradaban tidak bisa dibangun di atas puing-puing runtuhnya moralitas dan kebudayaan bangsa ini," tegasnya.
Sultan mengaku sejalan dengan pandangan tokoh NU yang menyatakan bahwa Gus Dur-lah yang mampu menegakkan kesetaraan, baik dari sisi etnis sampai keberagaman agama, termasuk dalam pelaksanaannya. Karena itu, menurut Sultan, dengan wafatnya Gus Dur, pluralitas beragama terancam dan multikulturalisme hanya akan menjadi simbol belaka.
Doa Umat Kristen
Sementara itu, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja di Indonesia (KWI) menyerukan agar seluruh umat Kristen di Indonesia dalam melaksanakan ibadah Tahun Baru ikut mendoakan kepergian Gus Dur sebagai "Bapak Pluralitas" di Indonesia. "Saya sangat terpukul saat mendengar kepergian beliau. Dia sahabat yang mau mendengar, berbagi, dan peduli terhadap orang lain. Lewat Gus Dur wajah seorang Muslim dan Islam menjadi begitu ramah dan bersahaja," ujar Ketua Umum PGI, Pdt Dr AA Yewangoe.
Dikatakan, bangsa ini kehilangan tokoh terbaik dan menjadi pengawal kebebasan umat beragama untuk dapat menjalankan kepercayaannya secara baik. Kesederhaan, keterbukaan, dan ketulusan dalam hidup menjadi teladan seluruh masyarakat Indonesia. "Karena itu, saya menyerukan agar dalam kebaktian tutup tahun, seluruh gereja mendoakan keluarga yang ditinggalkan agar mendapat penghiburan dan bangsa Indonesia dapat segera memperoleh seorang pemimpin yang dapat melindungi seluruh umat beragama untuk dapat menjalankan ibadahnya secara baik," ujar Yewangoe.
Ketua Umum KWI, Mgr MD Situmorang OFM Cap mengatakan, intensi misa Tahun Baru yang akan digelar seluruh geraja Katolik di Indonesia akan diperuntukkan kepada Gus Dur sebagai "Bapak Bangsa dan Bapak Pluralisme Indonesia".
"Kami harapkan dalam misa tahun baru seluruh umat mempersembahkan misa tahun baru untuk kepergian Gus Dur dan juga Bapak Frans Seda sebagai tokoh umat Katolik Indonesia," ujarnya.
Hal senada diungkap Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan KWI, Benny Susetyo. Menurunya, pemerintah harus mempersiapkan anugerah pahlawan nasional bagi Gus Dur atas sumbangannya yang amat besar bagi bangsa.
Hal yang sama disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja Lembaga Injili Indonesia, Pdt Dr Nus Reimas. Dia meminta pemerintah menyiapkan gelar pahlawan nasional bagi Gus Dur. "Kehadiran beliau sungguh memberi makna dan berarti bagi bangsa ini. Saya sepakat agar pemerintah segera memberi gelar pahlawan nasional kepadanya. Dalam kebaktian tahun baru, Gereja Injili di Indonesia meminta umat ikut berdoa bagi kepergiannya agar bangsa ini diberi kekuatan dan segera mendapat tokoh yang peduli terhadap kerukunan umat beragama," katanya. [080/G-5/J-11/070/152/M-5/M-7/E-5
Sumber: Suara Pembaruan, Kamis, 31 Desember 2009
1 comment:
Semoga kita yang masih hidup bisa tetap mempertahankan semangat Bhineka Tunggal Ika...
Post a Comment