Saturday, November 03, 2007

Nasionalisme: Pemuda Harus Keluar dari Primordialisme

YOGYAKARTA (Media): Pemuda harus keluar dari kepentingan kelompok dan daerah serta menghilangkan sikap dan pemikiran primordialisme. Pemuda harus menyatu demi kepentingan bangsa dan negara.

Hal itu diungkapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault saat membuka dan menghadiri acara Temu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta, Kamis (1/11).

Pada acara yang dihadiri ratusan mahasiswa perwakilan 50 BEM dari berbagai perguruan tinggi dari berbagai provinsi itu, Adhyaksa mengatakan bahwa Indonesia itu ibarat sebuah kamar besar yang terdiri dari berbagai kamar. "Ada kamar partai, kamar provinsi, dan berbagai kamar kepentingan lainnya," katanya.

Namun untuk kepentingan bangsa dan negara, menurut Adhyaksa, para pemuda harus keluar dari kamar-kamar itu. Mereka harus menyatu dalam kamar tamu yang lebih besar dan menghilangkan sekat primordialisme yang melekat pada diri para pemuda.

Adhyaksa mengajak para pemuda untuk memperkuat solidaritas sosial dalam kehidupan berbangsa. Karena, individualisme sebagai dampak buruk dari modernisasi yang tengah merebak ke tengah masyarakat. Dampaknya telah mengakibatkan kerapuhan sosial dan menambah kesengsaraan rakyat. "Untuk itu, para pemuda harus secara cerdas mengambil prakarsa dan memperkuat solidaritas," kata Menpora.

Menpora menilai sekarang Indonesia sedang mengalami penyakit transisi demokrasi atau the pain of democracy. Dalam masa transisi itu, banyak orang yang menggunakan kebebasan tanpa batas.

Menpora meminta pemuda keluar dari masa transisi itu. Ia berharap para pemuda menggunakan jiwa kepeloporan, daya intelektual, dan potensi profesionalitasnya untuk keluar dari transisi demokrasi.

Sementara itu Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan menyampaikan mengenai kepemimpinan di Indonesia. Ia mengatakan pada era 1990-1993, banyak pemuda Indonesia yang mengecap pendidikan modern. Kemudian, bermunculan kalangan intelektual dan menjadi tokoh-tokoh penting di pemerintahan.

Memasuki era 1940-1960, menurut Anis, digolongkan masa perjuangan fisik. Saat itu, kalangan angkatan bersenjata memiliki kesempatan menjadi pemimpin. Pemerintah didominasi dari kalangan militer. Pada era 1960-1990-an, muncul organisasi sosial dan politik. Mereka yang aktif di organisasi banyak menjadi birokrat dan memiliki jabatan penting pemerintahan sekarang.

Tetapi, katanya, pada era 1990 hingga sekarang lebih mengarah kepada profesionalitas, jiwa kewiraswastaan, dan penguasaan bisnis. Pada era 2020 mendatang, kalangan yang akan memimpin dan memiliki kekuasaan adalah mereka yang memiliki profesionalitas.(Drd/H-1)

Sumber: Media Indonesia, Sabtu, 3 November 2007

No comments: