Friday, November 30, 2007

Cagar Budaya Terancam, Apresiasi Masyarakat terhadap Benda Bersejarah Masih Rendah

Jakarta, Kompas - Kurangnya apresiasi terhadap benda cagar budaya menjadi salah satu faktor semakin tingginya ancaman, seperti pencurian, perusakan, dan pemalsuan terhadap benda cagar budaya. Kondisi tersebut diperparah dengan keadaan ekonomi masyarakat yang minim dan lemahnya hukum.

Arkeolog dari Universitas Indonesia, Prof Hariani Santiko, mengungkapkan, Kamis (29/11), masyarakat secara umum masih kurang mengerti dan menghargai arti penting dari benda-benda cagar budaya tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya sosialisasi terkait benda cagar budaya dan arti pentingnya.

Masyarakat sekitar juga dapat menjadi berjarak dengan situs atau benda cagar budaya tersebut karena perbedaan zaman dan kultur. Sebagai contoh, peninggalan baik berupa situs maupun cagar budaya di Jawa, misalnya berupa candi Hindu atau Buddha, dan sudah berusia ratusan tahun. Kondisi ini berbeda dengan kepercayaan dan kultur yang dipeluk masyarakat sekitar cagar budaya saat ini sehingga penghargaan terhadap benda cagar budaya itu pun mengalami pergeseran.

Untuk itu, perlu terus disosialisasikan bahwa peninggalan sejarah berupa situs dan benda cagar budaya merupakan bagian dari perjalanan sebuah masyarakat dan bangsa. "Situs dan benda cagar budaya merupakan jejak sehingga kita dapat belajar dari masa lalu," ujarnya. Cagar budaya sekaligus merupakan identifikasi sebuah bangsa. "Tentu kita tidak mau kehilangan jejak sejarah dan identitas kita karena hilangnya benda-benda cagar budaya," katanya.

Di sisi lain, kerap kali masyarakat di sekitar benda cagar budaya atau situs bersejarah, terutama di pedesaan terpencil, tingkat ekonominya kurang baik. Ketika ada pihak-pihak lain yang berburu benda-benda cagar budaya, masyarakat mudah tergoda.

"Para peminat benda cagar budaya dapat dengan mudah mengiming-imingi dengan uang dan berani membayar dengan harga mahal," ujar Hariani.

Penegakan hukum lemah


Hal serupa diungkapkan guru besar Arkeologi Universitas Indonesia, Mundarjito. Menurut dia, adanya penghargaan dan hukuman sangat berperan penting dalam menjaga benda cagar budaya. Penghargaan layak diberikan kepada mereka yang bisa menjaga benda cagar budaya. Sebaliknya, hukuman diberikan kepada pihak yang merusak, mencuri, atau menjual benda cagar budaya. "Namun, sampai saat ini penegakan hukum bagi yang merusak benda cagar budaya masih lemah," ujarnya.

Untuk mengurangi kemungkinan pencurian dan perdagangan benda-benda cagar budaya, lanjut Mundarjito, pemerintah perlu memikirkan kompensasi memadai bagi para penemu, pemilik, serta penjaga situs atau benda cagar budaya. Selain itu, perlu diawasi benar keluar masuknya atau pergerakan benda- benda cagar budaya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Perlindungan Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Saiful Mujahit mengatakan, hukuman terhadap pencuri benda cagar budaya sangat lemah. Tidak ada pasal khusus dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya untuk kasus pencurian.

Kasus pencurian benda cagar budaya diperlakukan sama dengan pencurian biasa sehingga hanya dikenai Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. "Kalau hanya dengan pasal tersebut, hukuman disamakan dengan pencurian biasa atau umum sehingga biasanya hanya dikenai hukuman penjara beberapa bulan. Jelas saja tidak ada efek jeranya," katanya.

Perlu revisi

Padahal, benda cagar budaya tidak hanya dapat dinilai fisik bendanya saja, tetapi terdapat nilai estetis dan lebih penting lagi nilai sejarahnya. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya revisi terhadap Undang-undang Cagar Budaya tersebut. Saat ini, draf revisi Undang-undang Cagar Budaya tersebut masih digodok di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Dradjat secara terpisah mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan imbauan kepada pemerintah daerah agar menginventarisasi aset-aset budaya yang terdapat di museum.

"Inventarisasi itu untuk mencegah agar jangan sampai barang-barang yang ada di museum itu tidak terdata," ujarnya.

Imbauan untuk inventarisasi, lanjut Hari, untuk mencegah terulangnya kembali kasus pencurian di museum. "Namun, untuk pelaksanaannya adalah wewenang pemerintah daerah," katanya.

Menurut Hari, pengamanan awal dari barang-barang yang ada di museum adalah dengan inventarisasi. "Jika pendokumentasiannya baik, barang-barang di museum mudah teridentifikasi," ujarnya.

Pengamanan dokumen yang mencatat aset-aset museum itu, lanjut Hari Untoro, juga sama pentingnya dengan penjagaan barang-barang yang ada di museum. "Kalau dokumennya terjaga dengan baik, apalagi barangnya," tambah Hari.

Selain itu, Hari mengharapkan adanya komitmen dari para pegawai museum untuk turut menjaga barang-barang peninggalan budaya. (INE/A02/A06)

Sumber: Kompas, Jumat, 30 November 2007

No comments: