Jakarta, Kompas - Seni pertunjukan dapat menjadi salah satu bagian dari industri kreatif yang berpeluang untuk dikembangkan agar menjadi potensi ekonomi. Namun, harus tetap terbuka akses masyarakat luas terhadap kesenian sehingga tidak menjadi elitis.
Hal tersebut antara lain yang terungkap dalam "Seminar Internasional Seni Pertunjukan Kontemporer" bertajuk Behind The Cultural Industry, Jumat (2/11). Acara itu masih menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Art Summit Indonesia V/2007.
Dalam kesempatan itu, JP Nathan, selaku direktur dari Esplanade—sebuah gedung pertunjukan besar di Singapura—mengatakan tidak mudah untuk menempatkan seni pertunjukan sebagai bagian dari industri yang kemudian ikut menggerakkan perekonomian. Ketika Esplanade dibuka pertama kali, banyak yang menyangsikan konsumen dari proyek itu dan keberlangsungan pengelolaan aktivitas pertunjukan di tempat tersebut.
"Perdebatan lainnya ialah siapa yang akan menikmati investasi publik besar-besaran tersebut. Apakah hanya bagi kalangan elite belaka?" ujarnya.
Untuk itu, pihak pengelola berupaya mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat Singapura. Program dirancang sedemikian rupa agar terbuka ruang bagi seluruh unsur kultur masyarakat Singapura untuk mengekspresikan dirinya. Selain itu, agar akses lebih luas, terdapat program- program yang bersifat gratis yang rutin dan konsisten. Pengelolaan Esplanade memang independen. Namun, dalam pendanaan para pengelola tidak dibiarkan sendiri. Pemerintah berperan besar.
Dia mengatakan, bagaimanapun seni pertunjukan membutuhkan biaya untuk produksi dan masyarakat juga harus menghargai seni tersebut, termasuk secara ekonomis. Dengan demikian, seni pertunjukan juga mempunyai dimensi industri. "Jika selalu diberikan cuma-cuma, seni itu sendiri menjadi kurang dihargai dan sulit berkembang karena kekurangan dana," ujarnya.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang hadir dalam seminar itu juga kembali menekankan pentingnya kontribusi ekonomi kreatif bagi pembangunan. Oleh karena itu, harus diciptakan lingkungan berkarya yang baik. Di samping itu, diperlukan insentif yang memadai bagi pekerja di industri kreatif agar mereka terus berkarya dan menarik generasi berikutnya.
Kekayaan budaya
Duta Besar Inggris untuk Indonesia Charles Humfrey dalam simposium pengembangan industri kreatif di Bandung, beberapa waktu lalu, mengungkapkan, kekayaan seni dan budaya tradisional Indonesia bisa menjadi kekuatan yang menjadi kekhasan seni pertunjukan Indonesia.
"Indonesia memiliki kekayaan dan warisan budaya yang beragam yang memiliki potensi ekonomi. Peluang ini seharusnya dikembangkan sehingga Indonesia bisa maju dalam bidang industri kreatif," katanya.
Oleh karena itu, pemetaan mengenai potensi industri kreatif di Indonesia dinilai sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan industri kreatif. Beberapa bidang yang dimaksud adalah iklan, arsitektur, seni dan barang-barang antik, kerajinan, desain, fashion, film dan televisi, software hiburan interaktif, televisi dan radio, musik seni pertunjukan, serta penerbitan.
Meskipun industri kreatif belum diperhatikan secara serius, pada tahun 2005, misalnya, industri kreatif di Indonesia mampu menyumbang 33 persen dari pendapatan nasional. Peningkatan potensi industri kreatif ini berbasis pada pengembangan ide-ide baru, bakat, dan keterampilan individu. (INE/ELN)
Sumber: Kompas, Sabtu, 3 November 2007
No comments:
Post a Comment