JAKARTA (Media): Ruang gerak karya sastra guna menumbuhkan daya kreativitas anak dinilai masih sempit. Akibatnya, anak-anak lebih senang mencari inspirasi sendiri yang sering kali terpengaruh oleh budaya kontemporer masa kini.
Demikian salah satu benang merah seminar internasional kesusastraan bertema Sastra dan negara yang diselenggarakan Pusat Bahasa Depdiknas di Jakarta, kemarin.
Guru besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Budi Darma menjelaskan masih minimnya ruang gerak karya sastra itu disebabkan anak-anak lebih terfokus pada pendidikan dan pengajaran yang mengejar target kelulusan semata.
''Akibatnya, anak-anak melahirkan karya sastra dengan mencari inspirasi. Apalagi ini didorong lunturnya kebanggaan nasional dan nilai-nilai sejarah yang muncul pada sebagian besar masyarakat Indonesia,'' kata Budi Darma.
Sebetulnya, menurut Budi, perlu ada langkah strategis dan kesempatan guna mengembangkan minat anak dalam mengembangkan karya sastra Indonesia. Dalam hal ini, menurut Budi Darma, strategi yang perlu dilakukan adalah dengan memasukkan karya-karya sastra besar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia dan mampu memberikan inspirasi menulis pada anak-anak ke dalam bagian dari kurikulum pendidikan.
Dalam kesempatan sama, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Sapardi Djoko Darmono menambahkan komunitas sastra dapat menerbitkan bentuk-bentuk karya sastra lama dan besar dalam bentuk karya sastra sederhana.
Sastrawan Remy Sylado menambahkan sastra Indonesia yang dikembangkan tidak hanya berusaha mempertahankan tradisi semata, tetapi yang lebih dilihat adalah proses kebangsaan dari karya sastra agar tidak terjadi penyempitan makna kebudayaan. (Dik/H-3).
Sumber: Media Indonesia, Selasa, 20 November 2007
No comments:
Post a Comment