Jakarta, Kompas - Pendidikan profesi guru dalam jabatan pertengahan tahun ini terancam terkatung-katung. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang ditunjuk pemerintah masih menunggu kejelasan pelaksanaan hingga pendanaan.
Wakil Ketua Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Indonesia Bedjo Sujanto mengatakan, hingga kini belum ada kejelasan penanggung biaya pendidikan profesi guru (PPG) itu.
”Jika guru yang harus bayar, kasihan. Nanti hanya guru mampu yang ikut. Tidak adil,” kata Bedjo yang juga Rektor Universitas Negeri Jakarta, Senin (21/2).
Hal sama diungkapkan Rektor IKIP PGRI Semarang Muhdi. ”Banyak yang belum jelas. Apakah guru mendaftar langsung ke LPTK atau dinas pendidikan. Juga soal biaya. Kami tunggu kepastian pemerintah, baru menjaring peserta PPG,” kata dia.
Pendidikan profesi guru yang dimaksud hanya bisa diikuti guru-guru dalam jabatan yang masuk database Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Untuk guru SD memenuhi kualifikasi pendidikan D-IV/S-1, PPG enam bulan. Adapun guru SMP/SMA sederajat atau guru bidang studi butuh satu tahun.
Penyelenggaraan PPG untuk mempercepat penyelesaian sertifikasi guru yang harus tuntas tahun 2015. November tahun lalu, tercatat 800.000 dari 2,6 juta guru yang disertifikasi lewat penilaian berkas (portofolio).
Pelaksanaan sertifikasi lewat penilaian portofolio juga pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) sekitar sembilan hari dibiayai penuh pemerintah. Untuk PPG guru dalam jabatan, justru guru yang harus membiayai sendiri.
Biaya
Biaya PPG per semester sekitar Rp 5 juta. Guru SMP/SMA yang ikut PPG satu tahun sedikitnya butuh Rp 10 juta. Itu di luar ongkos transportasi dan penginapan bagi guru yang membutuhkan. Sementara, banyak gaji guru di bawah Rp 1 juta per bulan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 126/P/2010 tentang Penetapan LPTK Penyelenggara PPG bagi Guru dalam Jabatan, ada 32 LPTK negeri dan 21 LPTK swasta untuk melaksanakan LPTK selama tiga tahun. Beban biaya penyelenggaraan PPG di luar anggaran Kementerian Pendidikan Nasional.
Sebenarnya, sertifikasi lewat penilaian portofolio mulai membawa hasil. Kondisi makin baik pada guru lulusan PLPG.
”Jika guru harus bayar sendiri, berat dan tidak adil. Nanti, PPG eksklusif, cuma untuk guru yang punya uang,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo.
Ketua Federasi Guru Independen Indonesia Suparman menilai, ini bukti pemerintah tak pernah serius berpihak pada guru. (ELN)
Sumber: Kompas, Selasa, 22 Februari 2011
1 comment:
Bahayanya jika PPG dijadikan sebagai formalitas oleh pesertanya. Setelah itu lulusan mengejar tambahan rupiah dari kasbon negara (negara kita kan utangnya gedhe) yang dilabeli tunjangan. Wah... PPG bisa berarti Proyek Penistaan Guru.
Rupanya virus sertifikasi dan turunannya telah menggeser kedudukan guru dari karakter menjadi profesi.
Buat siapapun yang waras dan tak punya ongkos untuk ikut PPG, tanamkanlah guru sebagai karakter dalam spirit hidup Anda. Semoga malaikat Rokib dan Ngatid senantiasa menjadi saksi atas kemuliaan Anda.
Post a Comment